[BR-22] Satu Minggu✓

519 61 29
                                    

Yuuta menggerutu pelan. Suara ribut-ribut dari dapur yang tepat berada di sebelah kamarnya, telah mengusik mimpi indahnya bersama Inumaki. Ia bangkit duduk, sambil mengucek-ngucek matanya.

Matanya perlahan terfokus pada kasur tipis dilantai yang telah kosong. Yuuta menggaruk kepala.

Bukannya tadi malam ada seseorang yang harusnya menempati kasur itu, tapi siapa, ya?

Sementara didapur.

“Bukan gitu caranya, Suk!” Satoru pagi-pagi sudah dibuat kepalang kesal dengan orang.

Siapa lagi kalau bukan Sukuna. Yah, mereka benar-benar tidur berdua tadi malam.

Tiap pagi, khususnya weekend, seorang Satoru itu harus beraktivitas layaknya emak-emak, kayak masak, nyuci piring, nyuci baju, nyapu rumah, etc.

Ini sudah jadi rutinitas harian sebagai satu-satunya orang yang bisa diandalkan dirumah itu.

Nenek kadang memang membantu, tapi tentu saja sering Satoru larang karna merasa tak enak. Beliau sudah terlalu tua untuk melakukan segala pekerjaan rumah yang terlihat sepele namun berat itu.

Lalu, bagaimana dengan Yuuta? Disuruh naruh piring bekas dia makan aja, ngedumelnya bisa sampai satu dekade. Jadi, Satoru keburu malas duluan saat menyuruh anak itu.

Dan hari minggu, pagi ini, ia menjalani rutinitas itu seperti biasa. Dimulai dengan memasak dulu. Sayangnya hari ini tak sebaik hari biasanya. Ada pengacau di rumah! Yang malah ikut-ikutan ingin membantunya memasak.

Padahal, pria bertato itu tak bisa memasak. Sukuna bahkan mengaku pada Satoru kalau dirinya tak pernah sekalipun memegang kompor dan alat masak lainnya. Semua itu dilakukan oleh pembantu dan seseorang bernama Uraume; Yang pria itu tahu hanyalah mengutak-atik mesin motor, modif visual, dsb.

Tentu saja setelah mengetahui hal tersebut, Satoru melarang keras Sukuna buat nge-bantu. Tapi seperti biasa, Sukuna ngeyel. Padahal, memasak itu adalah satu-satunya kegiatan yang paling tidak bisa diusik bagi Satoru. Kalau tidak, masakan yang terikut campur tangan orang lain, akan membuat rasa masakannya jadi buruk. Apalagi, orang yang tidak bisa memasak seperti Sukuna?

Sukuna, dengan kostum tempur; celemek pink motif bunga-bunga, tanpa kaos, celana panjang yang semalam, dan helm bogo milik Satoru. Saat ini dia sedang berdiri didepan kompor, memegang sudip disalah satu tangan, sementara tangan lain cengkram erat tutup panci sebagai perisai dari letupan minyak yang terus memercik kearahnya.

Sukuna maju-mundur ketika ingin membalik ikan-ikan di wajan. Buat Satoru geram dan meneriaki pria itu. Lama-lama gosong ikan tongkol itu dibuatnya!

Sukuna menghela napas. “Ini panas banget, Sat. Sabar, ya.”

Akhirnya dengan mengangkat perisai kedepan, Sukuna berhasil membalik dua ikan tongkol sekaligus.

Dengan celemek biru yang melekat dibadan, Satoru beranjak dari meja dapur. Tangannya membawa sebuah wadah kecil berisi potongan kecil tempe. Ia menghampiri Sukuna untuk merampas sudip ditangan pria bertato itu.

“Udah. Lo urus tempe ini aja. Biar gue yang mantengin nih tongkol” Satoru menyerahkan wadah itu. Sukuna mengangguk saja. Tutup panci dan helm pun ia berikan pada do’i.

“Apaan! Gue ga perlu beginian!” Satoru memprotes keras saat Sukuna memasangkannya helm.

“Udah pakai aja. Ntar kulit lo kena minyak, melepuh. Jadi burik.” Sukuna langsung ngacir, menghindari sabetan sudip dari do’i.

Satoru menghela napas. Meletakkan tutup panci, namun membiarkan helm di kepala, Satoru lanjut mengurus ikan di wajan.

Dan tak berselang lama, Sukuna kembali membawa wadah berisi tempe itu lalu menunjukkannya ke Satoru. Bukannya senang, Satoru kembali berteriak marah. “DONGO, KENAPA TEMPENYA LO CUCI?!”

Breaking Rocks [SukuGo] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang