Wrath

104 30 13
                                    

"Gio! bangun!"
tepukan dingin terasa di pipiku.

Aku membuka mata, melihat sosok Rini yang sekarang melihat ku dengan tatapan panik.

"Bagus"
dia menuntunku untuk duduk.

Nging!

Rasa pening terasa, kepala ku mulai berdenyut cepat.

GRAAAAAAA!!

Lay masih berteriak di atas tower, mataku membulat. Jika terus di biarkan dia bisa merusak isolator.

"Berdirilah"
dia menarik tanganku.

Kami berdiri, melihat sekeliling yang sudah porak poranda.

Rini melangkah selangkah dariku, dia memperhatikan pos dimana Roy masih berada di dalamnya.

Rini melangkah selangkah dariku, dia memperhatikan pos dimana Roy masih berada di dalamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia menoleh, menatapku dalam. Entah kenapa tatapan itu persis sekali dengan kak Rini.

"Kita harus membakarnya"
katanya tegas.

Aku diam mematung, rasa rindu kembali datang. Tapi aku harus tetap fokus, aku akan mengutarakan semuanya di waktu yang sudah tepat.

"Baiklah... mari bekerja sama untuk membunuhnya".
Jawab ku.

.
.
.

Kami berlari memasuki pos, dimana Roy sedang berpikir serius.

"Roy dimana pemantik api ku?",

dia tidak menjawab apapun, justru menunduk dengan kepala yang menggeleng.

"jawab aku bodoh!"
bentak ku.

Sekarang sudah waktunya untuk menyerang, bukan melemah seperti ini.

"Diam lah! aku sedang berpikir bagaimana cara melemahkannya"
balas Roy.

"Justru aku meminta pemantik itu untuk melemahkannya!!" hati ku mulai meluap rasa emosi.

"Sudah ku bilang, biar aku yang mencari kelemahannya" tekan Roy, tetap ingin memimpin masalah ini.

"Kenapa kau keras kepala, babi!!"
maki ku.

Roy menggertakkan giginya,

Tak!

dia melemparkan korek ku.

"Baiklah lakukan!"
perintahnya kesal.

🖕

Sekali lagi jari tengah ku mengacung, aku berjalan keluar bersama Rini.

"Gio, aku akan menyiramkan bensin padanya" kata Gery sudah siap dengan sejarigen bensin, yang ia temukan di belakang bangunan.

"Dan aku yang akan memancingnya"
sambung Rini.

"Bagus!"
setuju ku,
"jangan buang waktu lagi"
aku berlari lebih dulu.

FLU 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang