TB 50 - Devan, lo nggak bersalah

12 4 0
                                    

Ajakan datang ke sekolah lebih pagi di hari pertama semester baru diterima. Empat mata berhadapan. Devan menemui Maria. Menunjukkan rekaman video. "Kalau ini tersebar, lo tahu selanjutnya gimana?"

Maria membeku. Syok sekali. Kedua tangannya gemetar, memegang ponsel horizontal. Bola matanya melebar. Bibirnya kesulitan mengucap. "Devan dapat ini dari mana?"

"Sam seharusnya keluar alasannya bukan gue. Dia lebih pantas dikeluarkan kalau alasannya karena lo, Mar."

Maria tidak kuasa berjongkok. Menangis. Devan ikut menurunkan badan. Mengambil ponselnya di tangan Maria yang lemah. Devan merasa iba. Video itu berisi perlakuan kasar Sam ke Maria di halaman belakang sekolah. Di tempat sama Rika memperlakukan Sam lebih kasar. Devan menemukan jawaban. Alasan Rika bukan membela abangya, lagipula fitnah merokok baru terjadi beberapa hari setelah kejadian.

Melainkan Rika melakukan untuk membela kakak kelas perempuan yang di perlakukan semena-mena oleh lelaki yang semestinya di cap sejati.

Sam menargetkan Maria sebagai pelampiasan dendam. Menganggap setelah berurusan dengan Maria, Sam harus terlibat perkelahian dengan Devan. Sam pun merasa dijebak. Devan selamat, sementara dirinya di skors. Devan mengajak Maria berdiri. "Gue ikut merasa bersalah atas apa yang menimpa lo, Mar-"

"Devan, lo nggak bersalah. Lo berada di jalan yang benar. Gue sangat berterima kasih sama Rika. Rika datang menolong gue. Tapi, gue yang minta dia diam. Kalau Sam mengulanginya lagi, baru nanti gue melapor. Murid beasiswa nggak boleh terlibat masalah."

Maria bukan anak beasiswa. Devan sangat berterima kasih. "Makasih, Mar. Lo udah peduli adek gue."

Maria sesenggukkan. Mencoba menghapus air matanya. Tentu sakit hatinya diingatkan lagi pengalaman pahit itu. Apalagi sampai ada punya rekaman videonya. Artinya tidak hanya mereka bertiga di lokasi kejadian.

"Lo tahu soal video ini?" tanya Devan hati-hati.

Maria menggeleng. "Gue baru tahu. Siapa yang merekam? Gue harap itu lo, Devan."

"Bukan gue, Mar." Devan sama berharap begitu, tapi dia tidak akan tinggal diam. Maria menyuruhnya, Devan sudah bukan murid beasiswa. Devan justru akan menyeret Sam saat itu di depan meja kepala sekolah.

Maria seperti linglung.

"Lo nggak usah khawatir. Gue yang urus sisanya. Orang yang merekam, gue usahakan ada di bawah kendali gue. Jadi video ini akan terhapus permanen. Gue usahakan."

Maria sedikit lega mengangguk. Devan memintanya kembali ke kelas, sebelum lingkungan sekolah semakin ramai.

Pagi-pagi sekali. Saat matahari belum memunculkan sinarnya, Devan mendapat notifikasi pesan video dari Doni. Lemparan batu kemarin lalu mungkin sekaligus menampar perasaan Doni agar tidak mempersulit hidup orang lain. Gara-gara ulah manusia aneh, Devan maju mundur mengganti kaca yang pecah dengan kaca baru. Sehingga, seadanya dulu menggunakan papan kayu di paku ke kosen jendela.

~

"No, yang diajak ngobrol Rika pagi tadi. Duduk di depan kita. Itu cewek aturan sendiri." Aldo tertawa. "Bukannya duduk di barisan kelasnya, malah di kelas kita. Mana mukanya nggak ada rasa bersalah lagi. Pede sekali ... ditegur guru, nggak ada dosa. Kepsek pidato. Tidur, gila!"

Nino mengangguk. Berada di kafetaria kelas 12. Devan tidak masalah Nino mentraktirnya sebagai bentuk ucapan terima kasih. Nino berhenti takut ketika diancam Joshua menggunakan video Rika. Devan telah menumbuhkan percaya diri Nino lagi.

"Rika sekolah?" Devan nimbrung. Di samping kanannya ada Brian mengerjakan soal di buku tebal, kirinya ada Sekar sibuk memijat ponsel.

Tahan BantingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang