TB 72 - lo mau angon kambing?

11 4 0
                                    

Semua orang keluar gari grup chat. Nino sudah beberapa bulan lalu. Sementara Joshua, Doni, dan Aldo hari ini. Rika yang terakhir menghapus grup dari ponsel. Rika mengencangkan rahang. Dikeluarkan dari grup angkatan sebelas, grup kelas X-3, grup taekwondo sekolah, grup tim nasional, grup main sesama atlet.

Tidak ada yang membutuhkannya. Rika menekan ikon pengaturan. Meyakinkan diri untuk menghapus nomor. Menghilang dari media sosial. Semua media sosial. Rika menyimpan ponsel di lemari baju.

Menyikap gorden. Rika mengendus aroma nasi goreng. Devan sedang memasak. Rika berdiri di belakang punggung. Pelukan Devan yang terakhir saat di motor hangat. Rika mengurungkan keinginan. Mundur dan duduk melipat kaki di lantai.

Devan menaburkan kerupuk di atas nasi. Ada dua irisan timun di tepi piring. Peningkatan. Rika mengangkat piring dan sendok. Devan biasanya memasak nasi goreng polosan.

~

"Sekolah kurang baik apa, Rik." Devan duduk dengan satu kaki diangkat dan mengangkat piring setinggi dada. Memulai obrolan paling dihindari Rika. Devan tahu, dan Devan tidak ingin Rika terus-terusan menghindar. "Lo dipindahkan ke sekolah yang mau langsung menerima lo tanpa lo perlu ikut tes masuk."

Rika mengunyah malas. "Gue nggak mau sekolah tahun ini."

Devan berhenti memuluk nasi terkejut. "Lo mau angon kambing?"

"Tahun depan," enteng Rika.

"Lo nggak naik kelas, ngulang setahun lagi? Jangan buang-buang waktu, Rik. Lo nggak mau sekolah ntar pas udah lulus SMA." Devan sedikit memohon. "Tapi gue berharap lo kuliah, Rik. Biar gue aja yang nggak kuliah."

"Setelah nggak keterima bulan lalu, lo menyerah?"

Devan menunjuk Rika. "Saat ini yang gue pikirin itu lo."

Rika menaruh piring. Malas makan. "Bapak udah nggak mau ketemu lo, karena anak-anaknya udah nggak jadi kebanggaan, Bang."

Bang? Devan sudah lama tidak mendengar satu kata itu.

"Bapak sadar, nggak ada gunanya lagi nemuin anak-anaknya. Kayak gue yang udah sadar, nggak ada gunanya gue jenguk Bapak. Nggak buat Bapak keluar dari penjara," lanjut Rika menekan kata penjara.

Devan tidak suka Rika yang berasumsi. Tidak masalah kalau baik-baik. Rika tidak semestinya memperkeruh keadaan.

"Bapak nggak akan pernah punya pikiran jelek kayak lo. Gue nggak mau lo menyesal, Rik. Ini terakhir gue minta sama lo. Temuin bapak. Jenguk bapak di penjara. Bapak pasti mau ketemu sama lo. Bapak nggak mungkin menolak dijenguk anak perempuannya."

Rika tanpa menghabiskan nasi goreng menyelonong pergi membanting pintu. Devan memandang datar.

~

Rika berjalan melewati bengkel. Kemudian langkahnya berhenti, melihat seseorang turun dari mobil. Doni menghampirinya. Rika mengernyit penasaran.

"Rik, mau main ke suatu tempat?" kata Doni.

Rika cemas terlalu lama menyendiri. Menoleh belakang takut Devan muncul. Ajakan Doni, tidak dia tolak. Rika duduk di kursi penumpang sebelah Doni. Ya, dia butuh teman main setelah dipindahkan.

"Gue mau bilang terima kasih," ucap Doni sembari mengemudi.

Rika menoleh memasang wajah menuntut penjelasan. Beberapa hari lalu karena tidak sengaja bertemu di jalan, pergi dari sore bertukar masalah dengan Doni, mengobrol di kafe hingga larut malam. Dia menerima tawaran Doni menginap di rumah Doni yang tidak jauh dari kafe. Orang tua Doni pergi ke luar kota urusan bisnis. Hanya ada pembantu. Rika malas pulang.

Tahan BantingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang