TB 57 - janji bisa bertahan

11 2 0
                                    

hai, jumpa lagi kita ✊

selamat membaca!

**

Devan menarik lakban memutar kardus. Pesanan harus dibungkus dengan rapi dan rapat dengan tambahan bubble warp agar botol-botol oli di dalamnya tidak penyok saat melakukan perjalanan keliling negeri.

Bang Arif duduk di kursi kayu menyeruput kopi panas sambil mengawasi. Mempercayakan barang-barangnya ke karyawan seperti Devan. Bang Arif dulu ikut membungkus dan mengangkat, tetapi waktu berlalu. Bang Arif memilih bertugas mencatat saja.

Dari jumlah barang masuk dan keluar, jumlah pendapatan, jumlah modal, jumlah pelanggan. Semua yang berhubungan dengan pembukuan. Namun, Devan juga tetap membantu karena kadang-kadang bang Arif salah menghitung dan khawatir timbul kerugian.

"Dicek lagi nanti, Van." Bang Arif memerintah. "Kemarin ada yang komplain pesan lima kodi sampainya tiga kodi. Rugi ongkir gue."

"Kan, Abang sendiri yang merasa itungannya udah bener," ujar Devan.

"Kok, gue. Itu lo yang nggak becus kerja, Van." Bang Arif tidak terima.

Kadang-kadang bang Arif keras kepala. Bang Arif menganggap perhitungannya sendiri sudah benar dan Devan dianggap bocah SMA sok tahu. Akhirnya, Devan yang disalahkan saat ada kerugian seratus rupiah sekalipun. Mencemooh Devan tidak becus.

Devan pernah memberi saran bang Arif membuka lowongan pekerjaan. Bang Arif masih butuh karyawan lagi untuk membantu Devan. Minimal satu. Lagi-lagi bang Arif menolak. Katanya harus hemat. Jasa Devan lebih dari cukup dengan gaji, tanpa dituntut Devan di bawah UMR.

Devan sebenarnya ingin membentak ketika diremehkan, tetapi menahan. Mencoba sabar demi gaji. Bang Arif lebih tua darinya dan seakrab-akrab mereka belum ada setahun sampai mengembangkan usaha bersama yang baru berumur tiga bulan setengah, dengan membludaknya pesanan di bulan pertama usai konten promosi produk viral di internet. Devan jadi sadar, dia belum mengenal bang Arif sepenuhnya. Sifat asli orang yang dia jadikan panutan baru terlihat, tidak kooperatif.

~

Jauh mata memandang, Rika melihat perempuan bermain skateboard. Dia meluncur seru di koridor-koridor. UTS kemarin peringkat semesternya mengalami peningkatan dari 372 tahun lalu menjadi 272 tahun ini. Rika ragu peringkat terakhir paralel belum disentuh Joshua.

Selama semester dua, nilai ulangan peringkat terakhir paralel berubah drastis di atas rata-rata. Kemampuan dilihat dari kelasnya berada di tengah-tengah, dia mungkin belajar autodidak. Tetapi, T1 menawarkan jasa beli ulangan.

Namun ada yang mengganjal. Tugas-tugas peringkat terakhir paralel tumben dikerjakan tepat waktu. Padahal semester tahun lalu, di bawah rata-rata dan dikerjakan terlambat. T1 tidak menawarkan jasa mengerjakan tugas. Perempuan itu mungkin belajar dari kesalahan.

Dari informan diduga akurat. Rika mengira Joshua sebagai T1 mungkin sudah menawarkan. Hanya, target tidak tertarik UTS jalur instan. Rika harus mencari tahu.

~

Bel pulang berbunyi. Buku-buku atas meja dibereskan lalu pindah ke dalam tas. Rika jenuh ditunggu Aldo dan Nino memberitahu, "Buktikan kalau kalian nggak sekongkol bareng Joshua atau Doni."

Tahan BantingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang