Soal-soal ujian akhir semester dua SMA Laskar Angkasa gabungan dari sekolah-sekolah lain di Jakarta. Tidak seperti UTS, yang murni dibuat dari guru-guru SMA Laskar Angkasa.
H-7 UAS. Rika menghadang Joshua dan Doni di depan air mancur sepulang sekolah. Joshua diikuti Doni acuh tak acuh melewatinya. Rika memandang datar. Tidak bisa dilepaskan, Rika berlari mengejar Doni. Menarik paksa tangannya dan membawanya ke samping.
"Lo ngapain, Rik?" elak Doni.
"Gue mau ngomong penting!" jawab Rika.
Menjauh ke ujung gedung. Berbicara empat mata.
"Lo berdua nggak pakai penggaris, pakai apa?" tanya Rika.
Doni mengalihkan mata ke arah lain. Memastikan tidak ada yang mendengar. "Yang sehari-hari lo pakai."
Doni hendak pergi. Rika menghalangi. "Yang jelas, dong!"
"Alat tulis." Doni mendengkus. "Tebak sendiri. Gue udah hilang harapan. Game over."
Harus selama itu, Doni berubah pikiran dan mau bekerja sama. Rika mencerna maksud. Sehari-hari dipakai, apa, tidak jelas. Rika menendang angin. Doni telah menjauh.
Perpustakaan. Rika menemui Nino, mengajak diskusi di bangku pojok. Nino tampak menimbang beberapa alat tulis yang dikeluarkan dari tempat pensil. Pensil, pulpen, penghapus, penggaris lipat, isolasi mini, tip-x kertas, penanda buku warna-warni. Berserakan di atas meja.
"Yang bukan alat tulis ...." Nino menyingkirkan beberapa. Tersisa pulpen, pensil, dan penghapus. Penggaris harus di hapus dari pilihan.
Rika mengangkat pulpen dan pensil. Penghapus berpeluang ketahuan. Karena mereka harus membuka bungkus kertas jika ingin melihat isinya. Kalau menggunakan trik menyembunyikan sebuah kertas mini, jauh lebih mencurigakan semua orang.
Nino mengangguk setuju. Antara pulpen dan pensil. Nino mengingat, Joshua pernah spontan berkata stiker untuk menempelkan kunci jawaban di penggaris. Namun, penghapus kembali masuk pilihan. Kertas pembungkus bisa ditambah dengan stiker.
Rika melenguh. Dia tidak boleh menyerah. Bangkit mencari seseorang untuk diajak kerja sama. Sepuluh menit pencarian. Lelaki rambut ikal X-14 ditarik paksa. Rika mendesaknya di sudut perpustakaan. "Lo pakai pensil, kan?"
"Nggak," jawabnya mantap.
Penggunaan penggaris dipakai terakhir kali waktu UAS, setelahnya UTS kemarin lelaki itu dipergoki tidak membawa penggaris serupa.
"Penghapus. Ya, lo pasti penghapus," desis Rika mengangkat benda mungil di depan wajah lawan bicaranya.
"Nggak. Gue nggak!" elak Pandu berusaha menyingkir.
Rika tidak akan meloloskannya. Rika mengangkat kerah baju lelaki itu. "Pulpen."
Lelaki itu menelan saliva. Gerakan di lehernya terpampang jelas. Rika menarik sudut bibir marah. Melepas paksa kerah. Menghantamkan punggung lelaki itu ke dinding di antara dua rak. "Beneran pulpen ...."
"Gue bilang nggak," bantah Pandu. "Nggak pulpen, pensil, penggaris, penghapus!"
"Iya, pulpen. Lo jangan kaget kalau ada berita miring di sekolah ntar. Lo tahu, kan, model klub jurnalistik sekolah kita gimana. Gue nggak salah apa-apa di fitnah. Nasib lo? Siap-siap terseret," tegas Rika pelan.
Saat membalik badan, lelaki itu mencekal lengan tangannya. Rika kembali memandang wajah ketakutan lelaki itu.
"Gue udah bayar mahal. T1 bisa jamin keamanan. Artinya lo di bawahnya, kenapa gue harus percaya lo?"
Orang macam dia tidak layak meremehkannya. Kalau lawannya punya T1. Rika punya bekingan lebih kuat. "Di belakang gue kepsek. Masih percaya T1 di banding gue?"
Pandu gagap. "Kepsek?'
"Kepsek, mempersilakan gue mencari tahu kecurangan terjadi di Laskar Angkasa. Gue udah menangkap basah lo tahun lalu, tapi gue masih baik hati belum nyeret nama lo ke pak Atmaja." Rika meningkatkan percaya diri. "Lo minta bukti gue apa? Gue nggak punya, tapi gue punya saksi. Gue tahu siapa T1."
"Lo tahu T1? Siapa?" Pandu melotot.
Menyetel rekaman suara di ponsel. "Alat tulis. Tebak sendiri. Gue udah hilang harapan. Game over." Rika mengulurkan tangan. Mengajak jabat tangan untuk kerja sama.
Menemukan jawaban. Rika tersenyum tipis. Semester dua, rupanya T1 alias Joshua mengubah strategi. Jika semester satu pelanggan VIP entah berapa jumlah disiapkan penggaris limited edition. Rika benar-benar percaya sekalipun ombak laut menolak menerima.
Dua orang itu menggunakan pulpen. Dan, pulpen akhirnya diterapkan ke seluruh pelanggan VIP pada UTS semester dua. Setelah lelaki berambut ikal X-14 si Pandu, salah satu pelanggan tidak sengaja ketahuan.
H-5 UAS. Nino memberikan sebuah kotak pipih. Di dalamnya ada pulpen hitam dilengkapi stiker kunci jawaban UAS. Stiker nyaris tanpa ketahuan apabila bentuknya tidak diteliti dari dekat. Kode morse terukir urut dari kanan atas. Alat zaman modern semakin canggih. Teknologi bisa disalahgunakan.
Untuk penanda jawaban soal nomer satu, dua, dan seterusnya. Pulpen dengan badan sedikit gemuk itu dibuat menjadi empat bagian vertikal. Ingin melihat kunci jawaban tanpa dicurigai tinggal diputar santai saat menulis atau diangkat setinggi dada.
Setiap bagian diberi warna berbeda. Setiap baris terdiri 10 kode morse atau 10 kunci jawaban tergantung jumlah soal. 1-10 emas, 11-20 perak, 21-30 merah, 31-40 putih.
Perak dan putih, Rika rasa Joshua sengaja membuat warna jebakan. Peluang pelanggan VIP kesulitan, lengah, atau lupa membedakan warna terbuka lebar. Belum lagi kepanikan menyertai, buyar semua.
"Hati-hati, Rika," ucap Nino.
Rika mengangguk.
~
H-3 UAS. Selasa sore. Pulang sekolah Rika mengatur janji dengan Lea di halaman belakang SMA Laskar Angkasa. Rika meminta Lea memanjat pohon mangga lebih dulu. Lea sempat meragukannya dengan tingkah selengean. Rika meminta cepat sebelum ada yang mencurigai mereka.
Di banding terang-terangan keluar lewat gerbang depan. Melompat tembok pembatas, lebih tersembunyi. Rika menyusul dan berhenti di atas tembok ketika Lea turun dengan tangga portabel alih-alih melompat.
Sempurnanya Lea turun ke tanah menimbulkan kecurigaan. Siapa yang meletakkan tangga. Rika curiga ada memergoki di bawah. Benar sekali. Bagas. Atlet basket itu yang membantu Lea turun dengan tangga. Mereka berdua bukannya musuh bebuyutan, Lea jelas-jelas sinis ke Bagas setelah perundungan menimpa karena PDF dan artikel bohong. Ada yang tidak beres.
Sekalipun Bagas telah membuat surat pernyataan dan meminta maaf ke korban yang dilibatkan. Rika mendengar sendiri, Lea bercerita sulit memaafkannya. Namun, harus melakukan agar masalah hidupnya tidak tambah panjang.
Rika juga terpaksa memaafkan Bagas meski dendam tersemat. Kalau bukan karena Bagas tahu cara berteman, Rika pasti sudah merencanakan cara untuk membalas dendam.
Seperti, telah menyiapkan cara untuk membalas perbuatan peringkat pertama paralel tahun lalu. Rika masih dendam dengannya. Memang Alsa minta maaf di ruang kepala sekolah, tetapi terdengar tidak enak.
Gara-gara dia seluruh sekolah tahu bapaknya narapidana. Gara-gara dia seluruh sekolah mengingatnya. Sebagai bocah 14 tahun yang pernah membuat kerusuhan di depan gedung firma hukum.
Gara-gara dia. Rika tahu lebih cepat jika sekolahnya saat ini, sudah dua tahun mengandalkan donatur yaitu firma hukum itu. Rika antara malu dan merasa bersalah. Mati-matian dia memakai topeng tebal di wajah. Tersiksa.
***
Semoga kalimat terangkai bisa dipahami ⭐
KAMU SEDANG MEMBACA
Tahan Banting
Genç KurguDevan (18 tahun) punya adik perempuan namanya Rika (16 tahun). Devan punya cara sendiri untuk bertahan begitu juga Rika. Sampai akhirnya ada ambisi mengubah tekad. Devan takut gagal menjaga adiknya, sementara Rika takut waktunya berhenti karena terj...