TB 79 - senyum, dong [END]

14 4 5
                                    

"Ini menjadi tantangan dan kesabaran. Nggak masalah Devan, Rika? Saya dan yang lain masih berusaha," ucap Ranum.

"Kalau memang nggak bisa ditemukan, kami bisa menerima, Om," kata Devan tenang.

"Jangan menyerah, Devan." Indri menengahi memberi dukungan. "Di dalam hati kamu pasti ada keinginan mengetahui. Juga di dalam hati Rika."

Berhadapan-hadapan di sofa ruang tamu. Diundang datang Hakim Ranum dan istrinya ke rumah. Devan duduk tegap menaruh tangan di paha menoleh ke Rika yang duduk di sampingnya juga dalam posisi sama dengannya. Hanya saja, Rika menundukkan pandangan.

Kedekatan mungkin akan terus tertunda atau bahkan tidak pernah terjadi. Seandainya Rika memilih diam seperti dia. Rika tidak terima diam mewakili suara abangnya meluruskan situasi.

Setelah makan nasi goreng dulu, besoknya, Rika sebelum berangkat sekolah bergegas datang ke rumah hakim Ranum sambil membawa majalah. Devan mengira Rika berencana datang ke pengadilan dan membuat kehebohan.

Karena aksi Rika. Devan dan Rika jadi berkali-kali diundang makan intim seperti keluarga kandung di rumah hingga di restoran. Sampai-sampai tidak jarang mereka harus menolak karena sungkan.

"Di minum tehnya Devan, Rika. Sebelum dingin," ucap Indri.

"Iya, Tante," jawab Devan diikuti Rika.

Pagi ini di tanggal merah, minum teh bersama, sambil membicarakan perkembangan masalah yang sudah belasan tahun terabaikan. Devan dan Rika sepakat mengatur posisi duduk kompak sebagai bentuk menghormati hakim Ranum dan keluarga.

"Tehnya harum, Tante," ujar Devan menyesap teh lalu menaruh cangkir ke meja.

Nino muncul dari dalam. Duduk di sebelah mamanya, tante Indri. Baru selesai mandi dan berpakaian rapi. Meski kabar baik itu sudah berlalu, binar di mata Nino masih mengungkapkan perasaan senang. Bahwa papanya tidak akan melarang lagi dia bermain dengan Rika. Devan bisa merasakan.

"Bau istri saya juga harum, Devan." Ranum di sofa tunggal menoleh ke Indri. Menghirup aroma tak kasat mata.

Devan tertawa lembut sementara Rika menahan tawa. Nino terkekeh. Wajah tante Indri memerah.

"Di depan anak-anak." Indri salah tingkah.

"Devan nggak masalah. Benar, Devan?" kata Hakim Ranum.

"Benar, Om. Romantis." Devan menurut.

Hakim Ranum menawarkan diri. Ketika Devan pertama kali datang ke rumah. Devan diminta  bercerita asal usul mereka sampai bisa terjebak menjadi anak jalanan hingga diadopsi bapak Sucipto. Kemudian Hakim Ranum berjanji siap mencari orang tua kandungnya dengan Rika dan memberitahu perkembangan.

"Kami diberitahu kalau orang tua yang merawat kami dari bayi bukan orang tua kandung kami. Mereka orang tua angkat kami yang mengadopsi kami dari panti asuhan. Bapak dan ibu yang kemudian menelantarkan kami di pinggir jalan karena masalah ekonomi. Usia saya waktu itu enam tahun sementara adik saya empat tahun," jelas Devan.

Tahan BantingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang