Duduk manis. Selamat membaca!
*
Berani. Modal Rika punya selama jadi manusia. Rika tidak kenal takut, dia rela melakukan aksi kalau memang dibutuhkan. Seperti sekarang, harus mencari jalan pintas untuk lari dari kejaran orang-orang berbadan besar.
"BOCAH! JANGAN KABUR LO!"
Suara pria berteriak sungguh memekik telinga. Masih memakai seragam sekolah yang berantakan, Rika terus berlari di atas trotoar. Kedua tangannya tidak berhenti memegangi dan mengangkat rok panjang ke atas lutut.
Napas Rika terengah-engah. Jalan raya memang ramai. Orang-orang tentu melihat kesusahannya kabur, tapi apa daya kalau faktanya dia hanya dianggap tontonan.
"BERHENTI ...!"
Sesekali menoleh untuk memastikan. Tiga preman, sialan. Pegal tulang di kaki sungguh tidak berarti apa-apa dibandingkan preman di belakang dapat menangkapnya mudah. Berlapis kaos biru laut polos, napas Rika semakin berat. Seragam putihnya yang sengaja dilepas kancingnya sejak dari sekolah terus terbang tertiup angin mengikuti ritme lari. Rasanya ingin sekali berhenti sejenak guna mengambil napas tenang.
".... ATAU GUE BUNUH BAPAK LO!"
Rika nyaris menyeringai, dia bergumam, "Bego, bapak gue nggak bisa lo bunuh."
Sore yang menyebalkan. Polusi-polusi buatan manusia menusuk penciuman. Pulang sekolah berharap damai, berakhir dikejar orang-orang bertabiat jahat. Jika dia berhenti sekarang akan sia-sia usahanya berlari. Rika tak gentar, dia tidak peduli ancaman mereka meskipun ketakutan menyelimuti diri.
"Kagak mempan dia, Bos."
"Bocah ingusan."
Rika berbelok ke jalanan sempit. Jalan yang diapit tembok-tembok bangunan tinggi. Tidak beraspal dan terdapat genangan air bekas hujan pagi tadi. Preman-preman itu sepertinya tidak lagi mengejar. Rika menghela napas lega dan menyenderkan punggung, akhirnya dia punya kesempatan untuk beristirahat.
Baru memejamkan mata, Rika mendengar dering di saku rok. Ponselnya yang berbunyi, Rika mendapat panggilan dari seseorang yang seketika mampu membuat perasannya awalnya kalut berubah lega.
"Di mana?"
Rika mengecek sekitar, dia tidak yakin posisinya sekarang dimana. "Jemput gue, Van."
"Kenapa telpon nggak diangkat? Pesan nggak dibalas. Gue di depan rumah, lo nya malah belum balik."
Rika menjauhkan ponsel dan masa bodoh Devan mengomel. Dengan hati-hati dan wajah lelah, Rika melangkah ke ujung tembok tempat dia bersembunyi. Ingin memastikan para preman itu benar-benar menghilang dan bukan menunggunya.
"Eh, lo bilang tadi jemput? Emang posisi dimana?"
~
"Mulai besok, wajib pulang bareng gue. Nggak ada lagi pulang sendiri, ntar ketemu preman kayak tadi siapa yang repot? Lo."
Di atas motor, Devan menerima helm pemberian Rika. Mereka baru tiba di depan rumah kecil berdinding putih kusam, di waktu menjelang malam sesudah lenyapnya sinar merah di ufuk barat. Suara jangkrik dan burung gagak bahkan turut menemani mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tahan Banting
Novela JuvenilDevan (18 tahun) punya adik perempuan namanya Rika (16 tahun). Devan punya cara sendiri untuk bertahan begitu juga Rika. Sampai akhirnya ada ambisi mengubah tekad. Devan takut gagal menjaga adiknya, sementara Rika takut waktunya berhenti karena terj...