Kemarin siang bapak menolak dijenguk, Devan tidak tahu kenapa bapak mengulangi lagi. Padahal Devan sudah senang setelah Rika mau mengubah prinsip menjenguk bapak dan bapak berubah pikiran. Devan memarkirkan motor di depan warteg pinggir jalan raya. Lapar. Waktunya makan meski sudah makan siang. Sekalian membungkus satu untuk Rika.
Setengah lima sore. Tidak terasa bekerja dari pagi. Devan bersyukur mendapat pekerjaan di bengkel motor besar punya kenalan Brian. Menjadi karyawan paling muda dan sudah berlangsung beberapa minggu terakhir. Hitung-hitung menambah pengetahuan dan pengalaman. Berpatok bengkel kecil di rumah tidak membuatnya meluas.
"Tragedi 2019 terulang lagi?" ucap pengunjung warteg.
Devan mencomot gorengan menoleh penasaran. Semua orang sibuk menyimak berita di televisi tabung pada dinding. Seorang reporter wanita sedang siaran langsung di lokasi kejadian. Kendaraan seperti mobil tampak tidak beraturan di jalan raya. Ada mobil terbalik terbakar. Truk raksasa memenuhi jalan. Di arah lain kemacetan di mana-mana. Mobil pemadam kebakaran terjebak.
Devan miris menonton berita. Jadi kehilangan selera makan. Devan membayar dan membawa plastik berisi nasi bungkus. Keluar dari warteg—karena pintu kurang tinggi, Devan agak menundukkan kepala agar tidak terbentur.
Mengecek kanan kiri. Perasaan Devan mendadak tidak enak. Ponsel bergetar di saku. Devan mengangkat telepon. "Kenapa, Rik?"
"Lo tahu bapak kabur dari penjara?"
Devan mengernyit. "Info dari mana?"
"Internet, Bang, internet!"
Devan masih mendengarkan Rika sembari menelusuri dunia internet. Narapidana 42 tahun kabur dari penjara.
Devan membaca artikel lain. Saat ini sopir truk yang merupakan tersangka menjadi buronan.
"Nggak mungkin, kan ...." Rika di seberang gelisah.
Devan membantah, "Nggak mungkin apa? Rik, jangan mikir aneh-aneh. Gue balik sekarang."
Sopir truk bukan hanya bapak. Namun, setelah semua yang terjadi. Devan masih penasaran dengan suatu alasan yang sampai detik ini belum mendapat jawaban. Empat bulan terakhir sebelum bapak di penjara tiga tahun lalu, bapak memutuskan berganti profesi dari pelatih taekwondo anak di dojang menjadi sopir truk besar bermuatan kayu di atas lima belas ton untuk dikirim ke beberapa kota.
Sejak itu, bapak jarang pulang ke rumah. Satu minggu sekali, dua minggu tiga kali dengan harinya berturut-turut. Tergantung.
Kenapa bapak kabur dari penjara? Padahal semuanya baik-baik aja. Devan menutup kaca helm. Debu-debu membuat matanya sakit. Berkendara dengan kecepatan di atas 60 km/jam. Devan ingin cepat-cepat tiba ke rumah dan menemui Rika.
Rika menyambut di bengkel alih-alih di rumah. Devan melihat wajah Rika. Cemas menemani. Devan bertanya, "Lo pucat amat, Rik."
"Tadi polisi datang ke sini," ucap Rika.
"Pasti nyari bapak ...." Devan mencari fokus Rika. Mata Rika bergerak ke sana kemari.
"Gue jawab bapak nggak ke sini." Rika menyilakan rambut ke belakang kasar.
"Ayo balik, Rik." Devan meminta Rika naik ke motor. "Gue beliin lo nasi bungkus."
~
Bapak masih menjadi buronan dan polisi tidak pernah datang lagi ke rumah sejak itu. Sopir truk yang merupakan tersangka tragedi bulan Juli lalu juga masih menjadi buronan, sekalipun sudah tertangkap CCTV dan adanya saksi.
Devan menyangkal itu bapak. Tersangka tragedi bulan Juli lalu seorang pria mengenakan jaket parasut. Namun wajahnya tidak terlihat jelas karena memakai topi gunung.
"Muka gue datar amat." Rika mengangkat KTP setinggi wajah. Mengamati lekat-lekat.
Devan tersenyum. Berjalan di sebelah Rika malah membuatnya harus menahan diri menyampaikan kata-kata, gue seneng bisa nganter lo buat KTP.
Rika sudah 17 tahun. Dewasanya bertambah satu tahun. Di sekolah baru tanpa Rika bercerita, Devan dapat mengamati. Ketika setiap hari mengantar dan kadang menjemput. Adik perempuannya memiliki teman-teman yang seru.
Bahkan Rika pernah keceplosan. Saat kegiatan masa pengenalan lingkungan siswa. Ada kakak kelas memperkenalkan kegiatan klub. Rika tanpa pikir panjang bersemangat mengajukan diri mendaftar klub renang. Dia tidak sabar.
"Bengkel sama rumah udah ada calon pembelinya," kata Devan memberitahu.
Rika berdecak menaruh KTP ke dalam tas sekolah. "Sayang bengkelnya. Itu tempat nongkrong."
"Ntar bisa buat baru di tempat lebih oke," enteng Devan.
"Tempatnya bisa, kenangannya nggak," balas Rika.
"Katanya mau buka lembaran baru ... harus siap perubahan." Devan menyerahkan helm.
Rika memakai helm. Menunggu Devan memundurkan motor, lalu baru naik berpegangan pundak. "Ya, deh, perubahan ke arah baik biar hidup cemerlang."
Devan tertawa melajukan motor. Meninggalkan halaman kantor dukcapil.
"Lo dapat kata-kata sok bijak itu dari mana, sih?" tanya Rika penasaran.
"Teman," jawab Devan.
"Ketebak. Nggak mungkin dari inisiatif lo sendiri. Lo nggak sebijak itu menurut gue, cuma tukang ceramah," sinis Rika.
"Iya, iya!" Devan menanggapi santai. Seperti biasa, Rika dan sinisnya.
"Bentar, deh." Rika menimbang sesuatu.
Devan mengintip kaca spion. Muka Rika mendadak serius. Devan jadi ingin mengusap kepalanya.
"Gue kayak pernah dengar kata-kata bijak itu, tapi lupa di mana. Bodo amat, lah!" terang Rika.
Devan menarik sudut bibir. Mengangkat bahu, juga bodo amat. Rika mengeratkan pelukan ke pinggang sampai perut. Menyandarkan helm ke bahu. Devan merasakan peningkatan hormon bahagia.
**
Ayo beri dukungan kamu dengan vote, komentar, tersenyum ^.^
manis banget Bang Devan sama Rika, abang siapa itu? abangnya Rika 🌱👊✨🌟🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Tahan Banting
Подростковая литератураDevan (18 tahun) punya adik perempuan namanya Rika (16 tahun). Devan punya cara sendiri untuk bertahan begitu juga Rika. Sampai akhirnya ada ambisi mengubah tekad. Devan takut gagal menjaga adiknya, sementara Rika takut waktunya berhenti karena terj...