Ponsel bergetar di nakas. Ada telepon. Devan mengintip layar. Hanya nomor. Rika sedang mandi. Devan berniat mengambil sapu di pojok kamar yang dibawa Rika tetapi lupa dikembalikan ke tempatnya—jadi penasaran. Angkat atau tidak. Nanti kalau Rika mengomel, kakaknya terlalu ikut campur dan tidak paham privasi. Bisa runyam.
Beberapa notifikasi pesan muncul.
+62: Hai, Rika.
+62: gue Lea
+62: dapat nomor dari Nino
+62: lo apa kabar? Bang Devan gimana kabarnya?
"Baik kabar gue," gumam Devan mengernyit penasaran. "Lea?"
Seakan ada aliran listrik menyetrum akal sehat. Mana mungkin Devan melupakannya. Lea masih hidup. Buktinya bisa mengirim kabar. Devan mengucap syukur di hati.
Empat bulan pasca kecelakaan besar. Harap-harap cemas tidak henti melingkupi Devan. Bagaimana keadaan gadis itu. Tidak ada kabar duka tentangnya di televisi dan internet. Dia masih hidup, pikir Devan berbulan-bulan memberi afirmasi positif pada diri.
Devan pernah sampai bertanya ke Nino dan Aldo. Tetap tidak ada yang tahu. Jejak gadis itu seolah sengaja dibuat menghilang. Mungkin hanya orang-orang tertentu boleh mengetahui.
"Gitu amat lihat ponsel gue." Rika selesai mandi, berpakaian santai, mengalungkan handuk meraih ponsel. "Buset."
Devan melihat Rika semringah dan jari-jari tangannya lihai membalas pesan. Devan penasaran mengintip.
Rika: lo beneran Lea X-7?
Ponsel berdering memecah keheningan. Rika buru-buru mengangkatnya. Video call. Devan tidak ingin ketinggalan memunculkan rupa di sebelah Rika yang memenuhi layar kamera depan.
"Lo ngapain, sih, Bang?" tegur Rika menoleh tidak nyaman.
"Ya, gue kepo," enteng Devan melambaikan tangan menyapa. Lea tersenyum. "Halo, Lea. Gue di sini baik."
"Kalian jangan khawatir, gue di sini sehat." Lea memberitahu.
"Mau juga gue tanya," balas Rika.
"Lo pindah sekolah, ya?" tanya Devan.
Lea mengembangkan pipi. "Iya, gue di ...."
"Di?" kompak Devan dan Rika menunggu kelanjutan.
"Di suatu tempat bahkan gue masih asing di sini," lanjut Lea setia tersenyum.
"Kayaknya jauh banget. Belahan bumi bagian mana itu?" tebak Rika.
Lea terlihat lesu. "Sorry, gue nggak bisa kasih tahu."
"Nggak masalah, Lea. Kita tahu lo di Indonesia. Nomor lo +62." Devan tidak mau kehabisan topik.
Lea hanya tersenyum. Kembali ceria.
"Bisa, nih, ketemuan!" Inisiatif Devan. Tidak enak setelah masalah terjadi hanya memastikan keadaan dari jarak jauh. Devan butuh kepastian dengan bertemu tatap muka kalau kondisi Lea memang tidak ada perlu dikhawatirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tahan Banting
Novela JuvenilDevan (18 tahun) punya adik perempuan namanya Rika (16 tahun). Devan punya cara sendiri untuk bertahan begitu juga Rika. Sampai akhirnya ada ambisi mengubah tekad. Devan takut gagal menjaga adiknya, sementara Rika takut waktunya berhenti karena terj...