Sepasang mata warna hitam, berkeliling ke setiap rak buku yang dilewati. Perpustakaan sekolah, bukan tempat favorit Rika. Seraya berjalan, dia membiarkan jari-jari tangannya memukul ringan sederet buku yang terpajang di rak. Rika di belakang Nino, berdecak. "Harus banget di perpus?"
Aldo di belakang menyahut, "Salah lo sih, Rik, suruh Nino pilih tempat."
"Sekalian cari referensi," timpal Nino.
Rika santai menyandarkan tubuh ke rak samping. "Kelompoknya nanti-nanti aja, lah."
Nino memilih buku. "Gini ya punya teman bodoamat sama tugas. Tugas kelompok dari bu Endang, kita harus ngerjain."
Aldo di sebelah menyenggol lengan Rika. "Lusa ditumpuk, Rik."
Rika menghela napas. "Sehari di sini gue nggak nemuin anak ambis, bisa?"
"Gue nggak ambis, Rik," tunjuk Aldo menyodorkan diri.
Rika maju, dia mengambil satu buku acak di rak depan meskipun sebenarnya kurang berminat untuk membaca. Sebelum terbiasa diajak Nino, mulanya Rika kagum dengan tempat bernama perpustakaan milik SMA Laskar Angkasa. Menurutnya keren, sudah luas, nyaman pula. Namun, lama-lama biasa saja. Kalau diminta memilih, Rika lebih rela menghabiskan waktunya di tempat latihan taekwondo.
"Bukannya, lo juga ambis?" tanya Nino.
"Siapa?"
"Lo, Rik."
Aldo menyahut, "Benar, ambis taekwondo!"
Rika hanyut dalam pikiran, dia taruh lagi buku ke rak dan tidak jadi dibuka untuk dibaca. "Maksud gue ... ambis belajar buku pelajaran."
Nino membawa dua buku di tangan, menghadap ke Rika dan Aldo. "Coba ceritakan, kenapa kalian bisa suka sama taekwondo?"
Pertanyaan apa ini? Rika melirik. Sebelumnya Nino pernah bertanya, mungkin lelaki itu lupa sampai harus mengulangi pertanyaan yang sama. "Kenapa tiba-tiba?"
"Aldo bilang lo ambis taekwondo."
"Kalau gue bukan suka, No. Gue cuma pengen belajar ngelindungi diri gue aja," sahut Aldo.
"Sama," celetuk Rika.
"Masa sih, Rik? Bukannya lo bilang udah dari kecil. Masa waktu lo kecil udah punya pikiran buat ngelindungi diri dari serangan penjahat?" ucap Aldo.
"Iya ...." Rika diam sementara. Sekali pun dianggap teman, Rika rasa Aldo minta dibuang. Bukan hanya Aldo, Nino juga. Mata Aldo seperti anak kucing yang meminta minum dan wajah lugu Nino yang seakan memberitahu bahwa rasa ingin tahunya harus terjawab.
"Kenapa?" Lanjutnya menautkan alis sebelah sembari menyunggingkan senyum. "Keren kan gue dari kecil udah punya pikiran buat ngalahin penjahat."
Aldo tertawa kencang sampai Nino menegur kalau di tempat tenang ini jangan berisik nanti bisa ditegur penjaga perpustakaan. Aldo pun menahan tawa. Rika yang mendengar mereka tersenyum simpul, pembicaraan yang berakhir humor lebih menarik dibanding lanjut ke ranah lebih serius. Teman-temannya tidak harus tahu, apa yang sedang dia sembunyikan. Rika mengeluarkan ponsel dari saku rok, kemudian menurunkan badan dan duduk melipat kaki di lantai.
"Rik, ngapain di bawah?" tanya Aldo.
"Ngerjain tugas?"
"Ya, nggak di sini juga."
"Udah lah, di sini aja dari pada lo nanti bolak-balik buat ambil buku misal kurang atau salah."
"Di sini juga nggak apa-apa." Nino duduk menghadap Rika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tahan Banting
Novela JuvenilDevan (18 tahun) punya adik perempuan namanya Rika (16 tahun). Devan punya cara sendiri untuk bertahan begitu juga Rika. Sampai akhirnya ada ambisi mengubah tekad. Devan takut gagal menjaga adiknya, sementara Rika takut waktunya berhenti karena terj...