Mengenakan dobok, Rika mengencangkan sabuk merah di bawah pusar. Kalau Rika boleh jujur, apa dia benci latihan? Rika benci latihan. Tapi tanpa persiapan matang, Rika akan lebih membenci dirinya sendiri. Sekarang sedang bersiap-siap memenuhi panggilan rutinitas.
Beberapa teman seperjuangan telah memulai tantangan dari coach di dojang, sementara Rika masih menunggu giliran bermain bersama yang lainnya. Sampai-sampai tanpa dia sadari di luar ruangan ada kelompok yang memperhatikannya. Empat orang mengintip penasaran sesi latihan sepulang sekolah.
~
"Lo nggak usah ikut campur lagi. Sekelas sama gue aja, nggak. Sok sibuk sana." Bukan Devan kalau tidak marah-marah santai ke teman yang membuatnya tidak nyaman.
"Lo nggak ada terima kasih sama sekali, ya, Van?" tanya Sekar membuntuti Devan di koridor. "Kalau bukan karena gue, apa lo tahu nasib lo ke depan gimana?"
"Bodo amat," enteng Devan.
"Van!" Sekar menghalangi Devan. "Lo sadar nggak, kemarin kesalahan fatal?"
Bagai meloloskan angin dari telinga kiri ke kanan. Devan malas memandang lawan bicaranya. Sekali pun gadis itu menunjuk-nunjuk bahu kanannya tidak terima. "Berapa poin pelanggaran lo, gue tanya? Lo pernah menghitung?"
Devan yang sudah sangat terganggu, terpaksa meladeni. "Gue nggak pernah minta lo bantu gue. Kar, Sekar. Tapi soal kemarin, oke. Makasih, Sekar."
Di kira Devan akan berutang budi ke orang lain karena bantuan tanpa diminta. Tidak, apalagi kalau orang yang membantu semacam Sekar. Gadis itu jarang menyenangkan di mata Devan. Sering menyebalkan. Devan mendengar Sekar mendengus dan itu bukan perkara penting-untuk Devan langsung merasa bersalah. Devan meninggalkannya.
Sepuluh meter di depan, gedung ekstrakurikuler SMA Laskar Angkasa. Kegiatan beragam klub ada di sana. Devan menghampiri dan mengetahui kemana arah tujuannya sebelum memantapkan diri pulang ke rumah.
Teriakan semangat dari para pejuang terdengar sampai luar, Devan melangkah maju mendekat. Walaupun sebelum sampai telah mengetahui dari jarak lima meter, Devan memergoki ada empat bocah sedang menonton kegiatan di dalam ruangan. Mereka dalam posisi menumpuk di pinggir kayu pintu masuk yang sengaja dibuka sebelah.
"Kuda-kuda, Rik! Semangat-semangat!"
Di belakang Joshua berdiri angkuh ditemani Doni, di depan ada Aldo dan Nino agak membungkukkan badan dengan tangan menjadikan dengkul sebagai tumpuan. Devan berusaha langkahnya tidak terdengar, pelan-pelan tapi cepat sampai. Tinggi badan yang mumpuni sangat menguntungkan Devan melihat tepat di belakang Joshua yang punya tinggi hanya sampai lehernya.
Di luar hening, sementara di dalam berisik. Wajah masam Devan pun berubah hangat.
Devan mendapati Rika sedang mengatur napas dan mempersiapkan ancang-ancang kaki serta tangan. Setelah itu berlari lincah kemudian melompat ke depan-menginjak tumpuan lengan tangan milik teman lelaki-yang dibantu satu teman merangkul di belakang.
Badan Rika seketika terbang nyaris miring tiduran ke kanan. Kedua kakinya terbuka, kaki kirinya terangkat ke atas-diarahkan fokus ke samping. Kicking target yang dipegangi teman lainnya dengan satu tangan dalam posisi tinggi, menjadi target Rika.
Suara tendangan terdengar cepat. Badan Rika jatuh ke matras yang sekelilingnya dipegangi kuat tiga orang teman agar tidak bergeser di lantai. Sempurna. Tendangan melayang kaki kiri Rika mendapat tepuk tangan dan seruan dari teman-teman, serta pujian dari coach. Devan tersenyum simpul, ikut merasa keren.
Aldo terpukau. "Lo nggak akan bisa kayak gitu, No."
"Bukannya, seharusnya lo ada di sana ya, Do?" timpal Nino sama terpukaunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tahan Banting
Novela JuvenilDevan (18 tahun) punya adik perempuan namanya Rika (16 tahun). Devan punya cara sendiri untuk bertahan begitu juga Rika. Sampai akhirnya ada ambisi mengubah tekad. Devan takut gagal menjaga adiknya, sementara Rika takut waktunya berhenti karena terj...