TB 05 - raja yang sabar

73 9 0
                                    

Orang-orang mengira Devan tidak terpisah dari Rika. Sejauh apa mereka tidak lagi saling bertemu, ada saja jalan yang tiba-tiba mempertemukan keduanya.

"Tangkap, Rik!" Devan di atas pohon, melempar buah mangga matang hasil dipetik sendiri.

Rika di bawah menangkapnya. "Van, buruan turun, sebelum ada orang lihat!"

"Mending lo naik, temenin gue!"

"Gue tinggal, loh!"

"Eitss, bentar dong main tinggal aja!" Devan hati-hati turun dari pohon mangga.

Penglihatan orang-orang yang terbatas, bukan takdir tanpa usaha yang mempertemukan. Devan yang lebih sering berusaha, mencari keberadaan Rika sehingga mereka tetap bersama sampai sekarang.

Rika mengecek kantong plastik di tangan. Tiga mangga masak siap disantap. Ide gila Devan tidak pernah menghilang. Rika dibuat berdecak kagum.

Tidak bisa dibilang mencuri. Devan meyakinkan Rika kalau pohon mangga besar yang dipanjat itu milik bersama karena tumbuh di area sekolah. Mereka sekarang ini berada di halaman belakang. Devan yang mengajak.

"Buat dapatin apa yang lo mau, lo harus berjuang." Devan menginjakkan kaki di tanah sembari membersihkan kedua telapak tangannya yang kotor.

Rika melirik tidak peduli. "Lo terlalu santai. Kalau sampai dikatain maling, gue nggak ikutan."

"Nggak ikutan tapi pegang plastiknya," sindir Devan tersenyum. "Muka lo kelihatan ngiler, tuh."

"Bodo amat." Rika pindah menenteng plastik dari tangan bawah ke pundak kanan ke belakang. Dia meninggalkan Devan, yang berkata jujur. Mangga-mangga tua itu memang tampak menggoda.

"Di bawa kemana? Makan sini!"

Rika menoleh heran dan mengangkat plastik setinggi kepala. "Lo gigit ini kulit mangga?"

Rika melupakannya. Devan itu orang gila.

"Bawa sini." Setelah mengeluarkan cutter dari saku celana, Devan mengharapkan Rika untuk kembali berdiri di dekatnya. Maksud yang tepat, mengharapkan buah mangga yang dia petik dengan susah payah.

Duduk dalam posisi melipat kaki di tanah. Berhadapan dengan Rika. Devan mengupas kulit mangga menggunakan cutter. Warna oranye pekat yang muncul serta menyegarkan, Devan jadi tidak sabar memakannya.

"Cuma bawa satu cutter?"

Devan tidak memberikan sepotong mangga ke Rika. Dia makan sendiri dulu, begitu nikmat. Baru setelahnya, menyerahkan cutter ke Rika.

"Anggap aja ini parayaan karena lo menang kemarin."

Rika meringis melihat Devan. Perayaan? Tidak butuh. Siang ini gara-gara Devan, Rika dibuat penasaran dengan rasa mangga milik sekolah. Ini pengalaman pertamanya ketika menjadi murid ajaran baru di SMA Laskar Angkasa. Rika tidak membelah mangga dalam beberapa bagian seperti Devan, dia yang tidak sabar langsung menggigit buah itu setelah mengupas seluruh kulitnya.

"Enak, Van!"

Devan menggigit mangga, tampak bangga memperhatikan Rika. Bangga ke diri sendiri karena ajakannya tidak mengecewakan.

Tahan BantingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang