TB 38 - satu, dua, tiga!

22 6 0
                                    

Pemenang mengalungkan medali di podium. Kerumunan berbahagia. Sorot kamera memenuhi gelanggang olahraga. Semua teman dapat menyaksikan potongan kejadian melalui artikel di web Laskar Angkasa. Potongan video pertandingan di channel.

Ini Rika suka di SMA Laskar Angkasa. Walaupun banyak yang mengharumkan, nama mereka tetap terdengar dan terkenang. Kebanggaan tersendiri. Di bandingkan waktu SD, pernah Rika memenangkan kompetisi taekwondo. Sudah tidak mendapat uang saku dan ketika menang, namanya dilupakan. Kurang memberi apresiasi. Lagi waktu SMP, mereka meminta piala dan saat diri sendiri meminta duplikat malah mendapat omelan. Dananya tidak ada.

Gaung kata selamat terdengar di penjuru gedung kelas sepuluh Laskar Angkasa. Sorak bahagia dan senyum terukir. Tepuk tangan sendiri menggema di koridor kelas. Orang-orang menyaksikan Rika diangkat duduk ke pundak dua lelaki. Aldo dan Doni. Perayaan.

"Udah woi turunin gue!" seru Rika mengeplak kepala Aldo dan Doni. Mereka mengaduh menurunkan hati-hati. Rika tidak sabar melompat.

Tawa keseruan berkumandang. Rika lepas berlari dikejar tiga temannya. Aldo, Nino, Doni. Mereka berempat berlari antusias.

"Ini baca ini!" tunjuk Aldo ke mading. "Taekwondo Laskar Angkasa Bersinar."

"Muka Rika kelihatan jelas, ya!" imbuh Nino tersenyum.

"Iya, dong!" Rika percaya diri.

"Emang sebelumnya nggak bersinar?" tanya Doni.

"Bersinar!" jawab Aldo. "Tapi sempat redup setahun."

"Kenapa redup setahun?" Joshua muncul di belakang. Berdiri di antara Rika, Aldo, Nino, Doni. "Itu zamannya Devan Mahendra. Kalah? Nggak bisa main."

Aldo membela. "Redup setahun, karena nggak ada yang mampu bersaing dengan kemampuan Bang Devan."

"Adeknya mau beri komentar?" Joshua mengabaikan penjelasan Aldo fokus ke Rika. Memiringkan sedikit kepala. Meremehkan dan memamerkan kesan angkuh. "Jangan bilang, masa emas lo juga cuma bertahan setahun kayak abang lo?"

Rika menantang. Mengangkat dagu. "Ngomong apa lo?"

"Ya, gue cuma ngasih prediksi. Lo dan abang lo nggak ada bedanya. Sok jagoan."

Rika menyeringai. Hambar.

"Eh, udah-udah." Aldo melerai. "Kenapa jadi sengit gini. Brother, Sister. Kalem, kalem. Mending foto bareng. Kapan lagi punya kenangan sama murid populer Laskar Angkasa, yang ternyata teman dekat kita, Brother!"

Aldo mengepalkan tangan ke atas. Semangatnya menular ke Doni dan Nino. Sementara Joshua hendak pergi, lengannya ditarik Aldo mundur. Berkumpul lagi dengan mereka. Aldo menodongkan tangan. "Pakai ponsel lo, soalnya yang paling bagus di antara punya kita."

Doni setuju. "Iya, Josh. Pakai ponsel lo. Kameranya paling oke."

"Bentar lagi bel bunyi." Nino memberitahu.

"Buruan, Josh!" Aldo cengar-cengir meyakinkan.

Rika berdecak. "Kelamaan. Punya lo aja, Do."

Melirik mereka bergantian. Joshua merogoh saku kemeja. Menyerahkan ponsel ke Aldo. Ponsel limited edition yang pernah diambil paksa kelompok penindas telah dikembalikan. Empat hari kemudian, dan kerugian. Mereka menghilangkan foto jepretan wajah Rika di bar. Aset berharga untuk mengancam. Joshua semakin diyakinkan. Benar ucapan Aldo. Devan Mahendra diam tapi relasinya di mana-mana.

"Kak!" Aldo menghentikan langkah kakak kelas kebetulan lewat tidak jauh. Aldo membaca papan nama. "Kak Maria. Boleh tolong fotoin."

Maria mengangguk. "Boleh."

Tahan BantingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang