Dita POV
Meski lelah setelah seharian di cafe, namun masih ada beberapa hal yang perlu kuselesaikan. Kedua mataku masih menatap layar laptop, sementara tangan kananku sibuk menggerakkan kursor. Setelah lulus sekolah dan juga menamatkan kuliah, kuputuskan membangun usahaku sendiri di sini. Appa dan ibu memang memintaku untuk bergabung saja dengan perusahaan keluarga. Namun, aku punya pilihan lain dan mereka mendukungku.
Syukurnya, usahaku bisa berjalan dengan lancar. Cafe serta sebuah penginapan milikku kini mulai banyak dikenal di kalangan wisatawan. Cafeku yang saat ini benar-benar memiliki vibes yang sama dengan yang ada di Korea. Selain dari desain, berbagai menu yang ada disana juga sama. Sengaja kulakukan setidaknya bisa mengobati rasa rinduku dengan suasana disana. Ya, selama ini aku masih terus memantau mereka melalui sosial media.
"Finally!"seruku seraya merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Mataku kini menatap langit-langit kamar. Berbicara tentang diriku yang sekarang, tidak jauh berbeda dengan yang dulu. Aku masih Dita yang dulu. Ah, aku jadi teringat tentang mereka.
"Kalian apa kabar,ya?"batinku bertanya pada diri sendiri. Kuraih sebuah foto berbingkai yang sengaja kuletakkan diatas nakas dekat dengan tempat tidurku. Foto rombongan tersebut kami abadikan saat aku dan Taeyong resmi jadian.
Mungkin saat ini mereka sudah tidak mengingat diriku lagi. Tapi, bukankah itu memang pantas kudapatkan? Aku yang pergi bahkan tanpa berpamitan dengan mereka dan memutus segala bentuk komunikasi. Pantas! Pantas sekali aku dapatkan. Bahkan Taeyong yang dulu terus menguber-uber jawaban dari paman Kyun Sook kini sudah tidak lagi. Paman Kyun Sook yang memberitahuku beberapa tahun yang lalu. Itu artinya Taeyong mungkin saja sudah menemukan seseorang yang bisa mengobati luka yang aku tinggalkan dalam dirinya.
"No, Dita!"
Apa ini? Aku menangis? Kenapa justru semakin terasa sakit saat yang kuminta padanya dalam surat itu kutebak telah terjadi? Ya, aku memang b*doh. Memintanya untuk mencari yang lain, tapi saat dia seolah benar-benar melupakanku dan melakukan yang kuminta justru aku menangis. Dasar!
Hampir 7 tahun lamanya. Ternyata sudah selama ini dan rasa itu tetap sama, tapi apakah yang disana juga masih sama? Atau jangan-jangan tebakanku benar? Bagaimana jika secara tiba-tiba kami kembali bertemu, tapi dia bersama yang lain? Atau bahkan mungkin saja saat ini dia sudah memiliki keluarga kecil yang bahagia? Akh, kugelengkan kepalaku berusaha membuang jauh-jauh berbagai pertanyaan itu dari benakku.
"Dita, sebaiknya kau tidur! Bukankah besok kau harus rapat dengan karyawanmu!"ucapku pada diriku sendiri.
Malam seolah berlalu sangat cepat. Baru saja rasanya aku memejamkan mata, tapi mentari pagi sudah menelisik ke kamarku. Untung saja masih ada satu jam lagi sebelum waktu rapat. Kulakukan semuanya dengan kecepatan dua kali lipat dari biasanya. Cepat sekali, tepat 5 menit aku sudah tiba di penginapan. Lebih tepatnya aula kecil yang memang satu bangunan dengan penginapan.
"Selamat pagi,Bu Dita!"sapa para karyawan padaku.
Dalam rapat kali ini, aku hanya ingin menegaskan agar mereka bisa memberikan pelayanan terbaik kepada para tamu. Berikan pelayanan sebaik mungkin dan sedia stok kesabaran yang banyak. Apalagi mengingat saat ini akhir tahun, sudah pasti akan banyak wisatawan dengan berbagai model kepribadian dan perilaku. Cukup, mereka tampaknya sangat paham. Bahkan saat hari-hari biasa hal ini selalu kutekankan pada mereka.
"Oh ia, seperti camilan dan welcime drink juga perlu diperhatikan. Camilan dan minumannya harus yang benar-benar fresh yang dibuat hari itu juga, mengerti?!"semua mengangguk. "Jika ada yang kurang camilannya,segera minta ke pihak cafe!"
Setelah menutup rapat, semua kembali mengerjakan pekerjaan masing-masing. Sedangkan aku memutuskan ke cafe yang berada di depan penginapan. Hanya sekedar memeriksa keadaan disana.
"Mau kopi, Bu?"tanya Deva, salah seorang karyawan di cafe ini. Sebuah anggukan dariku membuatnya gegas ke dapur meski tanpa menanyakan kopi apa yang kuinginkan. Mereka memang sudah tau kopi favoritku.
Kunikmati secangkir kopi americano sembari menatap ke arah luar. Pemandangan yang hampir setiap hari kutemui. Para turis yang lalu lalang yang berasal dari berbagai negara. Cuaca yang cerah hari ini benar-benar sangat bersahabat bagi para turis. Apalagi bagi mereka yang akan menghabiskan hari di pantai yang indah. Ah, Bali memang seindah dan senyaman ini. Ya, selama hampir 7 tahun ini aku berada di Bali.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEREWHITAL (TAMAT)
FanfictionBerusaha sama-sama kuat atas apa yang bertubi-tubi datang. Hingga saat salah satunya memilih mundur dengan dalih untuk kebaikan sang kekasih. Namun, nyatanya itu justru membuatnya sakit dan terpuruk bagi keduanya.