Hari ini Taeyong kembali pulang ke rumah keluarga besar. Jika saja buka bujukan sang nenek, ia tidak akan pulang dan ikut serta ke pesta di salah satu kediaman rekan bisnis mereka. Berbagai alasan telah Taeyong berikan, namun sama sekali tidak ada yang berhasil.
Kini, ia telah berdiri di depan cermin seraya merapikan dasi miliknya. Sebuah jas hitam serta celana bahan berwarna hitam melekat sempurna di tubuhnya. Tidak lupa sebuah jam tangan mewah melingkar pas di pergelangan tangan kirinya.
“Tae, cepat!”teriakan sang ibu membuat Taeyong dengan malas melangkah keluar dari kamar. “Wajahnya jangan ditekuk seperti itu. Senyum,ayo!” Haneul menarik sudut bibir sang putra namun tetap saja kembali ke stelan awal. Datar, datar sekali. Sedatar lapangan sepakbola.
Basa-basi, ya pemandangan itulah yang terlihat dari segala sisi ditengah pesta malam ini. Taeyong sendiri bagaikan robot yang telah dirancang akan tersenyum selama 3 sampai 5 detik setiap kali bertemu orang. Seperti yang telah Taeyong duga sebelumnya, ajang seperti ini seolah dijadikan ajang pencarian jodoh bagi para anak pengusaha. Mungkin beberapa diantara mereka suka adapula yang terlihat terpaksa. Namun, Taeyong bukanlah keduanya. Ia tidak suka hal itu dan tidak akan bisa dipaksa untuk menerima.
“Yuri!”ucap seorang gadis sembari mengulurkan tangannya ke arah Taeyong. Dia merupakan putri semata wayang seorang pengusaha yang menjadi rekan bisnis lama keluarga besar Lee. Melihat tidak ada respon ia menarik tangannya.
“Tae!”Haneul menyenggol lengan putranya seraya memerintah melalui lirikan matanya.
“Lee Taeyong!”ucap Taeyong datar.
Kian lama, tamu yang datang semakin banyak. Hanya beberapa saja yang Taeyong kenali dan ingat. Waktu ia masih di sekolah menengah pertama, hampir semua rekan bisnis keluarganya ia kenali. Namun, saat ini sudah sangat jarang bahkan bisa dihitung jari.
“Tae,mau kemana? Ini sebentar lagi acara akan dimulai,”tegur Hwan Jae kala melihat Taeyong beranjak dari tempat duduknya.
“Lalu, aku harus menahan diri disini. Aku hanya ingin ke toilet,”gerutu Taeyong tidak suka.
“Sudahlah! Putramu hanya ingin ke toilet dan kau mencegahnya. Tae, kau pergilah!"nenek menengahi.
Meski telah menyelesaikan hajatnya, Taeyong sengaja berlama di dalam toilet. Setidaknya ini mengurangi waktunya dengan pesta membosankan itu. Namun, hanya selang beberapa menit saja sebuah panggilan telepon membuatnya harus segera kembali ke tengah-tengah pesta.
Taeyong melangkah keluar dari toilet, namun dari toilet wanita ia terkejut saat melihat keberadaan Dita yang juga baru saja dari toilet.
“Taeyong-si,kau disini?”Dita melongo. “Ah, tentu saja kau disini. Ini kan pesta pengusaha dan kau juga pengusaha bukan!”Dita menepuk jidatnya sendiri.
“Kau,apa yang kau lakukan disini?”tanya balik Taeyong.
“Ah, soal itu. Aku kesini membawa pesanan Pak Jung. Mereka memesan banyak makanan pencuci mulut ke toko kami. Makanya aku yang mengantarnya kemari,”jelas Dita. Taeyong mengangguk paham.
“Kau kesini menggunakan apa?”Teyong kini memegang pergelangan tangan Dita.
“Sepeda...,”belum selesai Dita dengan kata-katanya, Taeyong sudah menariknya keluar. “Tae,ada apa? Apa yang kau lakukan?"Dita melepas tangan Taeyong.
“Kau akan pulang,bukan?”Dita mengangguk. “Aku ikut kau!”
“Tidak! Aku tidak mau! Bisa-bisa aku dilaporkan ke polisi karena membawamu pergi diam-diam seperti ini. Tidak mau!”tolak Dita kemudian melangkah menuju ke sepeda miliknya.
“Kumohon! Tidak akan ada yang melaporkanmu ke polisi. Aku jamin, aku hanya ingin pergi dari sini, kumohon!”melas Taeyong. Dita tampak berpikir sejenak, terlihat jelas ekspresi kebingungannya. “Begini, sesungguhnya aku tidak ingin menghadiri pesta ini. Aku sama sekali merasa tidak nyaman. Jadi, kumohon aku bisa pulang bersamamu!”
“Lalu,bagaimana jika keluargamu mencarimu? Kau ini ada-ada saja,”Dita yang hendak menuntun sepedanya keluar kembali dicegah Taeyong. “Ada apa lagi?"
Sejenak Taeyong menunjukkan sebuah pesan yang telah ia kirim kepada neneknya. Dita benar-benar tidak habis pikir, dengan alasan sakit perut Taeyong izin pulang kepada neneknya. Dita pasrah dan mengizinkan Taeyong pulang bersama dirinya.
“Kau ini makan apa saja? Kenapa berat sekali!"protes Dita yang tampak kesusahan mengayuh sepeda miliknya. Kenapa juga bukan Taeyong yang membonceng Dita. Ada-ada saja.
Taeyong kemudian turun dan beralih posisi dengan Dita. Taeyong terus mengayuh sepeda meninggalkan perumahan mewah itu. Setelah cukup jauh mereka beristirahat sejenak dengan berjalan kaki sembari menuntun sepeda.
“Memangnya kau tidak takut pergi sendiri sejauh ini?”Taeyong membuka obrolan saat keduanya duduk di sebuah kursi yang berada di tepi jalan. Mereka memilih istirahat disana karena keadaan sekitar yang ramai. Beberapa penjual juga terlihat sibuk melayani pembeli.
“Tadi ke rumah Pak Jung aku tidak sendiri. Ada dua orang yang menggunakan motor roda tiga. Appa menggunakan jasa mereka untuk membantu kami membawa semua pesan Pak Jung,”ujar Dita.
Dita memang tidak datang sendiri ke kediaman Pak Jung, ia bersama dengan 2 orang yang membantu mereka mengangkut pesanan. Namun, mereka ada urusan mendadak sehingga mereka pamit lebih dulu pada Dita. Untung juga saat itu ada Taeyong yang kukuh ingin ikut pulang. Jadi, Dita tidak perlu was-was saat pulang.
“Kajja!”Taeyong menarik tangan Dita menghampiri salah satu pedagang yang ada disana lalu memesan 2 paket makanan. “Ayo makan!”Taeyong mulai menyantap makanannya sedangkan Dita masih diam. “We? Kau tidak suka makanannya?”
“Bukan, tapi kulihat makanannya terlalu pedas. Aku tidak kuat makan makanan yang terlalu pedas,”jelas Dita. “Tapi, tidak apa. Aku akan coba!”Dita yang hendak menyantap makanannya dicegah Taeyong. “Kenapa?"
“Jika itu akan membuatmu sakit, jangan kau makan! Biar aku pesankan lagi,”Taeyong beranjak kembali memesan makanan yang tidak pedas untuk Dita. Ia kemudian kembali dengan nampan berisi makanan.
Malam itu mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama setelah makan malam. Tampaknya disana memang sedang ada pekan raya, pasalnya ada beberapa wahana yang letaknya tidak jauh dari tempat keduanya makan malam tadi. Untung saja Dita sebelumnya sudah mengabari orang tuanya jika akan pulang terlambat karena bertemu dengan temannya. Jadi, Dita tidak perlu resah karena membuat orang tuanya khawatir.
“Terima kasih, karena sudah menemaniku sampai ke rumah,”ucap Dita saat mereka berada di depan rumah Dita. “Tapi, bagaimana caranya kau pulang?”
“Aku sudah memesan taksi,”Taeyong memperlihatkan ponselnya.
“Dita kau sudah pulang?"Ratna muncul setelah mendengar suara putrinya dari depan rumah. Ia kemudian menghampiri keduanya diikuti oleh Kwang Soo.
Dengan sigap Taeyong membungkuk sopan menyapa kedua orang tua Dita. Tidak lupa melempar senyuman hangat kepada keduanya.
“Oh,ini temanmu yang tadi ketemu,Dit?”tanya Ratna.
“Ia,Bu. Appa, ini Taeyong. Dia juga teman kelasku di sekolah. Taeyong ini appa dan ibuku,”Dita saling mengenalkan ketiganya.
“Lee Taeyong. Paman, bibi,”Taeyong memperkenalkan diri.
“Ia,oh ia terima kasih karena sudah menemani Dita sampai ke rumah. Kalian pasti lelah,ayo masuk!"ajak Kwang Soo.
“Lain kali saja,Paman. Taksi yang kupesan sebentar lagi tiba. Aku langsung pamit saja,”Taeyong pamit diri.
Tidak lupa Taeyong juga pamit kepada Dita sebelum melangkah pergi meninggalkan kediaman Dita. Beberapa kali ia berbalik melihat Dita yang melambaikan tangan ke arahnya. Bahkan hampir saja dia menabrak sebuah tiang yang ada di tepi jalan, untung saja Dita berteriak mengingatkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEREWHITAL (TAMAT)
Fiksi PenggemarBerusaha sama-sama kuat atas apa yang bertubi-tubi datang. Hingga saat salah satunya memilih mundur dengan dalih untuk kebaikan sang kekasih. Namun, nyatanya itu justru membuatnya sakit dan terpuruk bagi keduanya.