Taeyong merupakan putra dari pasangan Lee Hwan Jae dan Kim Haneul. Jika biasanya seseorang bantak menganggap jika menjadi keluarga kaya raya akan menyenangkan,tidak dengan Taeyong. Hal itu justru sangat jauh dari apa yang ia rasakan selama ini. Pekerjaan seolah menjadi hal utama dibandingkan dengan dirinya. Hal yang sangat tidak bisa Taeyong tolerir adalah kala kedua orang tua seolah menjadikan dirinya bagian dari bisnisnya.
Taeyong mengacak kasar rambut hitamnya yang mulai memanjang. Sebagian wajahnya bahkan kini telah tertutupi. Badannya ia rebahkan di kasur, berharap ia bisa bebas dari kesepakatan kedua orang tuanya dengan rekan bisnisnya itu. Tingkah berontaknya selama ini ternyata tidak cukup membuat orang tuanya menyerah. Keduanya masih kukuh, tapi Taeyong juga sama. Jika kedua orang tuanya keras kepala,mengapa Taeyong tidak bisa lebih keras kepala dari mereka?
“Shibal!!!” teriaknya frustasi.
Taeyong tertidur ditengah pikirannya yang berkecamuk. Fisik dan psikisnya lelah dengan semuanya. Hampir saja ia telat bangun, untungnya alarm yang ia telah atur bisa membangunkannya. Sengaja ia letakkan agak jauh dari jangkauan tempat tidurnya, dengan begitu ia bisa tergerak bangkit untuk mematikannya. Hal itu efektif, dibanding meletakkan jam weker dekat dari tempat tidurnya. Bisa-bisa ia mematikan jam itu lalu kembali lanjut tertidur.
Setelah memastikan kerapiannya, gegas ia turun. Melihat kedua orang tuanya yang sudah ada di meja makan membuat Taeyong berniat langsung pergi. Namun,tercekal oleh panggilan sang ayah.
“Tumben kau pulang ke rumah?”pertanyaan itu lebih menjurus ke sindiran bagi Taeyong. “Kenapa diam?!”
Melihat ketegangan, Haneul menengahi dan menuntun Taeyong duduk. Sebuah roti yang telah ia olesi selai cokelat ia letakkan di piring Taeyong. Tidak banyak percakapan yang terjadi. Ketegangan diawal tadi mengubah suasana pagi itu. Taeyong yang sama sekali tidak menoleh ke ayahnya mulai menyantap sarapannya.
“Tae, bagaimana soal Ji Yun? Semoga jawaban kamu bisa berubah!”Taeyong menghela napas, memutar malas bola matanya. Ia pikir sang ibu tidak akan seperti sang ayah yang telah merusak mood nya pagi ini. Tapi,nyatanya sama saja. “Tae!”
Taeyong melongos pergi meninggalkan meja makan dengan penuh kekesalan. Panggilan sang ibu tidak ia hiraukan. Haneul yang mengejar tertinggal, Taeyong telah meninggalkan halaman rumah menggunakan sepeda motornya. Haneul kembali dengan ekspresi wajah kesalnya.
“Sebaiknya kau nasehati putramu itu! Apa dia pikir pilihannya itu baik? Ini semua kita lakukan juga untuk kebaikannya,”sergah Hwan Jae.
“Dia juga putramu. Kenapa hanya aku yang kau minta untuk menasehatinya? Kenapa bukan kau saja. Lagipula aku sudah berusaha membujuknya tadi,tapi kau sudah memulai dengan membuatnya kesal,”balas Haneul.
Perdebatan keduanya masih berlanjut. Saling menyalahkan satu sama lain. Menganggap yang mereka mau yang terbaik, tanpa memikirkan kebenaran yang sebenarnya putra mereka rasakan.
“Hentikan!”Lee Bok Nam, nenek Taeyong datang. Ia menggeleng tidak habis pikir. Silih berganti ia menatap putra dan menantunya itu. Tatapannya terlihat amarah. “Apa dipikiran kalian hanya bisnis dan perasaan kalian semata? Pernahkah kalian memikirkan bagaiamana perasaan putra kalian? Pernahkah kalian sadar jika apa yang dilakukan putra kalian saat ini karena kesalahan kalian? Keputusannya tinggal di apartemen dan hanya ke rumah sesekali. Kalian terus menganggap jika dia melakukan itu karena keras kepalanya. Kalian tidak pernah jika itu karena ketamakan kalian. Keegoisan kalian!”
Baik Hwan Jae dan Haneul terdiam, tidak ada yang bisa mereka katakan. Jejeran fakta yang telah diberikan tidak bisa mereka bantah. Namun, tidak mereka akui juga.*****
Di sekolah, anak-anak sudah berdatangan. Tidak kecuali dengan Dita dan Taeyong beserta teman-teman mereka. Mereka masih sibuk membicarakan tentang pembagian kelas yang telah mereka ketahui. Pengumuman yang dibagikan ke grup sekolah. Harapan mereka tentunya ingin sekelas dengan semua teman-temannya, tapi itu semua tentu mustahil jika ditempatkan satu kelas bersama dengan semuanya.
“Ottoke!Dita eonni!Lea eonni!”Jinny merengek memeluk keduanya.
“Ya,Jinny-a! Kita ini hanya beda kelas,bukan beda sekolah!”Dita terkekeh melihat tingkah Jinny.
“Tapi,hanya kalian berdua yang beda kelas dengan kami,eonni. Kalau seperti itu tanggung!”ujar Minji.
Baik Jinny,Minji,Soodam dan Zuu memang sekelas hanya Dita dan Lea yang tidak sekelas dengan mereka. Hal ini membuat mereka merasa tanggung saja dengan pembagian kelas. Kenapa tidak sekalian dibuat satu kelas saja? Pikir mereka. Namun, bukan hanya mereka, Taeyong dan teman-temannya pun tidak ditempatkan dikelas yang sama. Mereka benar-benar dipencar. Taeyong, Haechan dan Yuta sekelas bersama Dita dan Lea. Mark,Jungwoo bersama Jinny,Soodam,Minji dan Zuu. Jaehyun,Jonhy dan Taeil sekelas. Serta yang paling menyedihkan adalah Doyoung yang sendiri, tidak ada satupun teman-temannya yang sekelas dengan dirinya.
“Jangan sok dibuat drama! Lah aku sendiri bagaiamana?”sungut Doyoung. Hal itu justru menjadi bahan tertawaan teman-temannya. “Harus protes sih ini!”imbuhnya.
“Lagian cuman beda kelas saja dibuat dramatisasi,”ledek Mark.
“Yang tidak diajak tidak perlu ikut nimbrung!”sarkas Jinny sembari menatap tajam Mark.
Jika saja bel masuk tidak berbunyi, maka perdebatan dan saling ledek diantara mereka akan terus berlangsung. Bahkan sinar mentari pagi yang cukup panas seolah tidak menjadi penghalang perdebatan.
Tampaknya lagi ini, hampir semua kelas X memiliki kegiatan yang sama. Sebagai siswa baru, beberapa guru tentu belum banyak mengenal mereka. Bahkan wali kelas masing-masing juga belum mengenali siswa kewaliannya.
“Kita akan melakukan pemilihan pengurus kelas!”ujar wali kelas X A,wali kelas bagi Taeyong dan yang lainnya. “Apa ada yang mau mengajukan diri jadi kandidat?”Pak Han terdiam saat sama sekali tidak ada siswa yang mengangkat tangan. Matanya melirik Taeyong yang duduk dibelakang Dita. “Taeyong! Bagaimana? Kau mau?”
Teman-teman yang lain juga terlihat setuju dan meminta Taeyong maju sebagai kandidat. Namun, Taeyong tetap menolak dengan dalih tidak memiliki passion tentang organisasi. Haechan dan Yuta mendelik, kedua melirik satu sama lain.
Pada akhirnya Han Ji Seon yang duduk dekat dengan meja guru ditunjuk menjadi kandidat. Namun, karena tidak adanya yang kembali mengajukan diri membuat keputusan jika Ji Seon yang terpilih menjadi ketua kelas. Selanjutnya wakil ketua, dimana Kwan Ae Gi sebagai wakilnya Ji Seon. Dita sendiri yang mendapat tawaran menjadi sekertaris menerima serta Lea yang jadi bendahara. Beberapa siswa lain juga mendapatkan jabatan di kepengurusan kelas. Terkecuali Taeyong yang tadinya menolak, Haechan dan Yuta pun juga tidak ikut ambil bagian pada bagian kepengurusan.*****
Karena pulang lebih awal, Dita memutuskan ke toko untuk membantu sang ibu. Kedatangan Dita sedikit mengagetkan Ratna. Pasalnya jika ia tahu sang putri akan ke toko, sudah tentu ia akan melarang. Ia hanya tidak ingin sang anak kelelahan. Ia tahu belajar di sekolah tentu cukup melelahkan, ditambah lagi jika ke toko akan benar-benar menguras tenaga. Pikir Ratna.
“Aku tidak apa-apa,Bu. Lagipula hari ini aku pulang lebih cepat. Jadi, aku sengaja ke toko. Lihat, toko ramai. Pasti ibu kesulitan melayani pelanggan seorang diri,”cicit Dita panjang lebar.
“Cerewet!”ledek sang ibu gemas melihat Dita.
Dengan senang hati Dita melayani pelanggan yang datang ke toko mereka. Meski terbilang toko sederhana, akan tetapi mereka sudah mempunyai pelanggan tetap yang kian hari bertambah. Selain karena pelayanan yang baik, keunikan dan cita rasa yang khas pada menu-menu toko menjadi daya tarik kuat bagi pelanggan. Tema dan dekorasi yang unik juga tidak luput dari perhatian para pelanggan.
Dita mengusap peluh di keningnya. Melihat kepuasan pelanggan tentunya menjadi hal yang paling menyenangkan bagi para penjual seperti mereka.
“Minum dulu sayang!”Ratna mengelus pelan pundak putrinya yang duduk di meja kasir. Segelas es kopi ia sodorkan pada sang putri.
“Bu, kenapa kita tidak kembangkan toko. Maksudku, kita tambahkan cafe kecil-kecilan!” Dita menatap sang ibu kala menuturkan idenya.
“Ibu juga sempat berpikir,Dit. Tapi, kau tau sendiri kalau semua itu butuh modal. Kita masih belum cukup modal mengembangkannya,”Dita mengangguk paham mendengarnya.
Dita paham betul, kondisi perekonomian mereka masih belum cukup. Apalagi kian hari kebutuhan mereka juga semakin bertambah. Belum lagi harga segala kebutuhan kian meningkat. Hal ini juga yang membuat Dita mati-matian mendapatkan beasiswa agar orang tuanya tidak lagi memikirkan biaya sekolah untuknya.
*****Hari kian berlalu, Dita sudah mulai akrab dengan teman-temanya. Bahkan dengan teman-teman Taeyong yang lain, kecuali Taeyong. Bukan karena tidak ingin, lebih tepatnya sikap Taeyong yang terlalu dingin membuat sulit mengenalnya. Dita sendiri terus mencoba mengakrabkan diri padanya seperti ke teman-temannya yang lain. Namun, ternyata sesulit itu.
Saat ini Dita tengah kembali ke kelas. Beberapa menit yang lalu ia baru sadar lupa membawa beberapa kue yang sengaja ibu beri untuk dibagikan ke teman-temannya.
“Pantas saja tidak ada di kantin,”ucap Dita pelan. Taeyong memang sedari tadi memutuskan di kelas. Ajakan ke kantin oleh Haechan dan Yuta ditolaknya dengan alasan mengantuk. Akhir-akhir ini ia memang kesulitan untuk tidur. Hal tersebut membuatnya memilih tidur disaat waktu istirahat tiba.
“Maaf!”ucap Dita kala ia menyenggol meja membuat bunyi dan membangunkan Taeyong yang memang duduk di belakangnya. Taeyong mendongak sejenak lalu kembali menenggelamkan kepalanya kearah ranselnya yang ia gunakan sebagai bantal.
Dita menghentikan langkahnya saat akan keluar kelas. Ia berpikir untuk mengajak Taeyong ke kantin. Setelah mengumpulkan niat dan keberanian, Dita melangkahkan kaki pelan-pelan ke arah Taeyong.
“Kau tidak ingin ke kantin?”tidak ada respon. “Pagi tadi juga kau sama sekali belum keluar dari kelas. Saat istirahat pun kau di kelas. Duduk berjam-jam di kelas dan berpikir cukup menguras energi. Tentunya kita perlu makan akan energi yang terbuang bisa kembali lagi,”masih sama. “Ok,tapi. Kau sungguh tidak lapar?”Dita menatap wajah Taeyong yang sedari tadi diam.
“Tidak!”Taeyong kembali melanjutkan tidurnya. Namun, hal yang sungguh membuatnya malu saat jawaban yang keluar dari mulutnya tidak sinkron dengan perutnya. Bunyi itu membuat tawa Dita pecah seketika membuat yang punya perut makin menenggelamkan wajahnya.
“Ya sudah, ini mungkin bisa mengganjal perutnya yang tidak lapar!”ledek Dita kemudian pergi meninggalkan kelas. Sebuah kotak kecil berwarna ungu muda ia letakkan di meja Taeyong yang berisikan sebuah roti dan chocholate cookies yang sama dengan yang akan Dita bagikan ke yang lainnya.Bersambung...
Jangan lupa vote,komen,dan follow ya!
Oh ia, follow juga akun Tiktok author disana akan diberikan info jika author akan post kelanjutan cerita
Akun Tiktok @sunforrose atau ketik saja SUNROSE4EVER
TERIMA KASIH!
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEREWHITAL (TAMAT)
FanfictionBerusaha sama-sama kuat atas apa yang bertubi-tubi datang. Hingga saat salah satunya memilih mundur dengan dalih untuk kebaikan sang kekasih. Namun, nyatanya itu justru membuatnya sakit dan terpuruk bagi keduanya.