“KEMAH?” Aqilla mengulangi perkataan Ara. Cewek di depannya hanya mengangguk dua kali. “Aku baru tahu kalau bakal ada acara kemah.”“Gue baru denger-denger dari anggota OSIS. Mungkin belum diumumin aja. Tapi, acara ini wajib, sih, setahu gue. Khusus buat kelas sebelas aja.”
Beranjak dari duduknya, Ara berdiri di depan rak buku. Tampak sedang memilih satu di antara puluhan buku berjajar. Sementara Aqilla menumpukkan dagu di atas lipatan kedua tangannya di atas buku terbuka. Cewek meluruskan tatapan ke depan meja.
Kalau perkemahan ini memang wajib, bukankah Davin mau tidak mau tetap harus ikut? Memabayangkan itu, sedetik kemudian seulas senyuman merekah di wajah cantiknya. Aqilla menegakkan punggung bersemangat.
“Ra,” panggil Aqilla, temannya itu hanya bergumam, “berarti Davin bakal ikut, kan?”
“Harus. Mau gak mau, atau dia bakal dapet konsekuensi dari pihak sekolah.” Menarik satu buku di atasnya, lalu Ara berbalik dan kembali mendudukkan diri depan Aqilla. Dia menatap dengan picingan mata. “Lo ngurusin Davin mulu akhir-akhir ini. Kalian juga kelihatan makin nemplok.”
Senyum misterius mengembang di wajah Ara, membuat Aqilla gelagapan untuk alasan yang dirinya sendiri tidak tahu.
“Lo mulai naksir sama Davin, ya?” lanjut Ara.
Sepasang mata Aqilla melotot horor. Menggelengkan kepala berkali-kali sambil memejamkan mata serapat mungkin. Kedua tangannya mengepal di atas meja. Tanpa sadar, menunjukkan kegugupan yang melanda tiba-tiba.
“Enggak! Gak mungkin sampe naksir, cuma temenan aja.”
Ara tertawa kecil. Walau sudah menebak dari awal dan yakin, tetap saja perilaku gengsi Aqilla yang tidak ada duanya menghibur. Lagipula, memang tidak ada yang bisa menolak pesona seorang Davin. Seharusnya wajar jika Aqilla berkata terus terang. Karena dia diam-diam, ini menjadi lebih menarik.
“Kentara banget sukanya, La.” Ara membalik halaman demi halaman pertama. Masih tersungging sebuah senyuman geli lewat bibirnya.
Aqilla terdiam.
Ara meliriknya hati-hati lewat kelopak mata. “Tapi, sebenernya lo itu satu-satunya cewek yang bisa deket sama Davin.”
“Cuma aku, ya?”
***
Langkah cewek itu terhenti di tengah trotoar kala terfengar suara benda jatuh. Kedua tangannya meremas tali tas, menggigiti bibir bagian bawahnya. Aqilla menengok ke belakang, matanya mengedar waspada juga penuh ketakutan.
Sejak keluar dari gerbang sekolah, Aqilla merasa ada yang tidak beres. Karena mengerjakan tugas yang bahkan tidak dia tahu caranya, Aqilla pulang terakir. Sekolah sudah sepi saat dia hendak pergi. Davin sudah pulang duluan. Motornya sudah tidak ada di parkiran sekolah.
Padahal Aqilla ingin menebeng. Akhirnya, ia memilih mencari angkot. Tapi, hari sudah sore. Tidak ada kendaraan umum yang lewat. Taksi pun tidak ada yang mau berhenti. Sampai Aqilla memutuskan untuk jalan kaki sejenak sembari mencari angkutan umum.
Dan merasa ada yang mengikutinya.
Menelan saliva berat, kembali melanjutkan langkahnya, Aqilla sedikit mempercepat jalannya. Perasaannya mengatakan ada hal buruk yang akan terjadi kalau Aqilla masih sesantai sebelumnya. Dia mulai berlari ketika mendengar langkah kaki di belakangnya.
Tapi, setiap Aqilla menoleh, dirinya tidak menemukan siapapun. Terlebih jalanan area di sini agak sepi. Sembari berjalan, tangan cewek itu merogoh ponselnya di saku kiri dan menelepon Davin segera.
Aqilla kembali menengok ke belakang memastikan sesuatu yang sebenarnya dia sendiri tidak tahu apa. Keringat dingin mengalir di sekujur tubuh. Napasnya mulai tidak beraturan. Dia tahu dirinya memiliki masalah dengan makhluk tak kasat mata. Hal yang dia khawatirkan, 'dia' mulai bertindak lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/367786359-288-k674092.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unseen [END]
Horror"Gak peduli lo iblis atau apa pun. Sentuh Aqilla, gue bunuh." ~Davin Raygard. *** Aqilla Iluvia menjadi mangsa iblis selanjutnya setelah habis keluarganya dimakan hidup-hidup. Diteror, dikelilingi kegelapan yang tiada henti. Aqilla nyaris kehilanga...