36. Kesalahan Fatal

493 28 0
                                        


“KALIAN lama-lama bikin aku makin enek aja."

Suara serak itu mampu mengalihkan dunia Davin dan Aqilla. Mereka menoleh. Sesosok pria jangkung berdiri di atas air. Untuk seperkian detik, manik Aqilla langsung melebar. Menatap dengan jantung berdetak dua kali lebih cepat. Tanpa sadar tangannya di kaos Davin mengerat. Membuat sang empunya sadar. Ada yang mulai tidak beres di sini.

Keadaan sekitar semakin gelap. Angin malam berembus lebih kencang. Tapi, sosok yang tenggelam dalam gelapnya malam itu tidak bergerak sedikit pun. Davin hendak beranjak berdiri. Tapi, tangan Aqilla menahannya. Membuatnya menunduk memandang cewek yang memucat itu.

Aqilla membeku di tempat. Iblis itu kembali datang. Apalagi ada Davin di sini. Bukankah ... Davin dalam bahaya? Bahkan seketika itu Aqilla lupa bahwa dirinyalah yang sebenarnya diincar.

"Lepasin." Davin berkata dingin.

Memutar kepala menghadap sang indigo, bukannya melepas cengkeramannya, Aqilla menggelengkan kepala lemah. Matanya memancarnya sinar ketakutan. Cewek itu melempar pandangan memohon, bibirnya bergetar hendak berucap.

"Jangan. Dia ... dia–"

"Gue bilang lepasin, Aqilla." Perkataan Davin terdengar menekan. Tangannya memaksa tangan gemetar itu melepas kaos basahnya. Beralih membelai rambut kusut dengan satu tangan, dia berkata, "Masuk rumah."

Lagi-lagi menggeleng kuat, Aqilla tidak bisa meninggalkan cowok ini bersama iblis itu. Dia pasti tidak akan diam saja. Setelah menjebak Aqilla ke kolam ini, pasti ada sesuatu yang dia rencanakan. Aqilla tidak mengerti. Kenapa semua semakin tidak bisa ditebak?

Bahkan dia lupa dari mana Davin bisa masuk dalam rumahnya. Dan sekarang malah ikut terjebak bersamanya dengan iblis itu.

Aqilla tidak akan membiarkan iblis itu berani menyentuh Davin. Selama cowok itu di sisinya, Aqilla tidak akan pernah meninggalkan Davin dan membiarkannya terluka lagi karena dirinya. Lagipula, Aqilla cuma punya Davin. Maka dia tidak akan melepas genggaman yang baru saja dia eratkan.

"Aku di sini. Aku yang bakal mastiin kamu aman." Aqilla berkata parau. Berusaha meyakinkan Davin. Tapi, cowok itu menghela napas paniang kemudian. Merasa malah tambah khawatir kalau Aqilla tidak segera meninggalkan tempat ini.

"Lo bahkan udah ketakutan kayak gitu." Davin menunjuk pintu masuk dengan dagunya. "Masuk."

"Davin–"

"Banyak bacot, ya, kalian." Pria itu terkekeh menunduk. Hingga beberapa saat kemudian, kaki- kaki jenjangnya mulai melangkah mendekat. Berjalan menyeberangi kolam dengan langkah lebar-lebarnya.

Davin segera menyeret Aqilla ke belakang tubuhnya. Menjadikan dirinya sebagai tembok penghalang untuk iblis di depannya ini. Pria itu melangkah naik ke tepi kolam, berdiri semeter di depan Davin. Tersorot satu lampu yang menyala remang-remamg, Davin mampu menangkap rupa wajah pria dewasa itu.

Berdecih, Davin menyunggingkan senyuman sinis. Melempar tatapan hina tanpa peduli siapa sebenarnya pria itu. "Lo ngambil wujud manusia ternyata."

Sedikit menelengkan kepala, pria itu mengulas sabit ramah. "Iya. Nanti kalo aku pake wujud asli, kalian malah udah mati ketakutan duluan. Kan gak lucu."

"Hm. Lo satan, kan? Setan gak berguna yang suka gangguin cewek gue." Davin berkata datar, kedua tangannya masuk dalam saku celana. Mendengar itu, pria di depannya mengangkat sebelah alis sejenak. Sebelum akhirnya terdengar derai tawa merdu dari bibirnya.

Aqilla semakin memepetkan diri di belakang tubuh Davin. Tangannya mencengkeram kaos milik cowok itu kesekian kali. Menunduk, memalingkan wajah tidak mau melihat sang iblis walau dalam wujud sesamanya.

Unseen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang