"MAMA, Ila bawa temen baru!"
Seorang anak perempuan berumur enam tahun berjalan masuk dalam rumah, tangannya menggendong seekor anak kucing, terus mengelus bulu hitam dan putih lembut itu. Kucing itu mendengkur, Aqilla keasyikan sendiri dibuatnya.
Sesaat, tidak ada siapa pun di ruang tamu maupun ruang keluarga. Langkah bocah kecil itu terhenti, kelereng cokelatnya mengedar mencari mama, papa atau siapa pun yang tinggal di rumah besar nan mewah itu.
Hening, di siang hari yang Aqilla dengar hanyalah detikan jam besar yang berdiri kokoh di sisi ruangan. Aqilla merasa ada yang berbeda. Biasanya mamanya selalu menyambut kepulangannya. Duduk di sofa sambil membaca majalh dengan kacamata baca.
Pelan-pelan kaki mungil itu mulai bergerak, mengambil setapak demi setapak. Memeluk anak kucing yang tiba-tiba rewel hendak lepas. Entah mengapa Aqilla kecil merasa udara menjadi lebih dingin dari biasa.
"Mama?"
Tidak ada sahutan.
"Papa?"
Hanya Aqilla sendirian di sana.
Sampai tiba-tiba, teriakan mengerikan bergaung dalam rumah itu. Aqilla terkejut. Jantungnya bedegub dua kali lebih cepat dengan mata membola. Dia mengeratkan anak kucing dalam gemdongannya. Berjalan dengan rasa waswas. Mencari sumber suara melengking itu.
Arah dapur.
Aqilla kecil mematung ketika kakinya melangkah di ambang pintu yang berwarna merah pekat. Bau anyir menusuk seketika, sepasang manik itu memaku pada punggung yang membelakanginya.
Wajah Aqilla memucat seketika, matanya berputar menatap mayat yang sudah tak karuan itu. Dagingnya terkoyak di mana-mana. Darah membanjiri lantai hingga mengalir ke kaki bocah kecil itu.
Ketakutan, napas Aqilla memburu. Perutnya bergejolak hendak mengeluarkan isi. Ingin pergi tapi, kaki seolah dipaku. Sampai maniknya bergulir fokus pada jam tangan hitam yang dia tahu milik sang papa.
"Eh, ada yang dateng, ya?" Suara parau itu mengalihkan atensinya. Tangannya semakin mengerat pada kucing kecil dalam dekapannya. Punggung pria di depannya itu menegak. Dia melempar tubuh wanita dengan mata melotot itu sembarangan arah.
Orang itu menelengkan kepala ke kanan dan kiri hingga mengeluarkan bunyi retakan. Jantung Aqilla semakin berdebar ketakutan. Keringat dingin mengalir deras di sekujur tubuh mungilnya.
Pria itu memutar tubuhnya. Menampakkan sesosok yang tidak pernah Aqilla lihat sebelumnya. Mengusap mulutnya yang kotor akan darah, berjalan mendekat pada Aqilla, pria itu menyunggingkan seringaian. Anak kecil itu mundur terseok dan gemetaran.
Ada apa? Siapa dia? Kenapa mama dan papa Aqilla jadi seperti itu? Aqilla benar-benar berpikir keras kala sesosok itu menghentikan langkahnya sesaat.
"Kamu kapan-kapan aja, deh. Aku mau lihat seberapa cantik kamu waktu jadi segumpal daging di depanku."
Bibir Aqilla terkatup rapat. Pria itu hanya berjalan melewati Aqilla yang memejamkan mata rapat-rapat. Setelah beberapa lama kembali hening. Aqilla membuka mata, menengok ke arah dapur.
Benar.
Mama dan papanya di sana. Menjadi mayat yang tidak utuh lagi. Sedetik kemudian Aqilla berteriak histeris memeluk kucingnya. Menangis sampai tenggorokannya sakit.
***
Termenung.
Aqilla terdiam dalam kelas. Memandang hampa buku di depannya. Terlempar kembali pada memori mencekam sebelas tahun yang lalu sering membuat Aqilla ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unseen [END]
Horror"Gak peduli lo iblis atau apa pun. Sentuh Aqilla, gue bunuh." ~Davin Raygard. *** Aqilla Iluvia menjadi mangsa iblis selanjutnya setelah habis keluarganya dimakan hidup-hidup. Diteror, dikelilingi kegelapan yang tiada henti. Aqilla nyaris kehilanga...