Chacha tak menyukai tampilan dirinya. Namanya Cahaya, memiliki arti bagus, tetapi kulitnya hitam, bibirnya tebal hitam juga, alisnya tebal, belum lagi tubuh yang kurus sampai sering dikatai seperti tak pernah dikasih makan.
"Ayo cepat, Cha! Ini yang lain udah siap buat foto kelas."
Teriakan itu membuat Chacha langsung menghela napas. Bahkan, meski dia sudah pakai seragam bagus yang baru saja dibeli, sama seperti siswa kelas XII-IPS-3 lainnya, tetap saja itu tak membuat Chacha terlihat keren.
"Ih, lama banget ini artis yang satu!" Mumu, cewek berbadan gempal yang doyan mengoleksi semua benda berbau One Piece, melongokkan kepala ke kelas yang diubah mendadak jadi ruang ganti.
Hari ini siswa kelas 12 SMAN 82 Garut dari semua kelas akan membuat video kenang-kenangan. Semua alat telah disiapkan, semua rencana juga telah dimatangkan. Tentu pakaian mereka juga telah dikonsep agar seragam semua. Mereka sepakat untuk pakai bawahan celana atu rok abu-abu, lalu bajunya sengaja mencetak baru dengan bertuliskan nama almameter.Agenda dimulai pukul delapan pagi dengan kegiatan pertama adalah bikin video sinematik. Demi memeriahkan suasana, pihak sekolah telah memesan bantuan berupa mobil damkar untuk menyemprotkan air nanti. Bangku-bangku juga telah disusun sedemikian rupa di lapangan utama sekolah.
"One, two, three, action!"
Sang videografer-yang sengaja dipesan juga-sudah mengangkat kamera. Musik dinyalakan dari tiga pengeras suara di samping lapangan. Tiga cowok dengan postur badan setara berbaris satu panjar di depan rombongan yang sudah berbaris rapi. Cowok yang paling depan lantas membuat jurus ala-ala anime Naruto. Dua cowok di belakangnya dengan sigap muncul.
Chacha deg-degan di tempat duduknya. Matanya tak fokus. Dia takut jelek di depan kamera, dia takut merusak foto yang diambil, seperti kalimat-kalimat berlabel candaan yang diterimanya selama ini. Apalagi karena kurus, dia ditempatkan di antara cewek-cewek cantik kelasnya.
Setelah tiga cowok beraksi, muncul pula empat cewek dari kelas lain yang berdandan ala penari Jaipong dan mulai menari. Kamera diarahkan sedemikian rupa. Namun, Chacha tak bisa menikmatinya. Jantungnya hanya terus berdetak makin kencang. Dia malu dan takut, tetapi tak boleh beranjak dari sini.
"Action! Tunjukkan ekspresi kalian!"
Kamera sekarang diarahkan pada barisan yang sudah duduk rapi di kursi masing-masing. Karena tata letak dibuat bertingkat, barisan paling belakang diisi oleh cowok-cowok. Harusnya sekarang mereka membuat ekspresi di depan kamera, tetapi Chacha bahkan tak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Dia hanya diam kaku dan hal itu terjadi sampai selesai.
Setelah agenda itu selesai, Chacha langsung lari kembali ke kelas.
"Kamu kenapa, deh?" Mumu ternyata datang untuk menyusulnya. Cewek dengan tinggi 170 sentimeter itu lalu duduk di sampingnya.
"Gak apa-apa," jawab Chacha berkilah.
"Gak usah bohong," kata Mumu. Dia mengambil camilan dari dalam tasnya, membukanya, dan mulai mengunyah. "Gak usah overthinking gitu."
"Maksudmu?" Chacha menoleh, menatap pada Mumu dengan kening mengerut.
"Aku tahu apa yang kamu pikirin. Apalagi setelah kejadian kemarin," jawab Mumu.
Chacha paham sekarang dan kepalanya langsung menayangkan ulang kejadian kemarin begitu dirinya dijadikan bahan lawakan teman-temannya. Mereka menyebutnya 'si kulit magrib' dan lain-lain. Jelas saja mereka menganggap itu candaan lucu, padahal bagi Chacha terasa menyakitkan. Kalimat-kalimat merendahkan seperti itu membuat kepercayaan dirinya terus menyusut.
"Kita juga udah sahabatan sejak jadi siswa baru di SMA ini," sambung Mumu sambil menghabiskan isian camilannya. "Berhenti gak pedean, deh, itu sia-sia."
Senyum miring Chacha terbit begitu saja. "Kan, kamu gak rasain apa yang kurasain. Aku tadi sampe takut bikin foto mereka jelek," akunya jujur.
"Halah," Mumu tertawa singkat, "geplak aja yang ngomong begitu. Gak usah didengerin orang sombong mah, toh mereka juga gak secakep idol Korea atau China. Muka cantik dikit tapi masih makan nasi sama ikan asin mah gak layak sombong, malu sama katak."
Celetukan Mumu sedikit menghibur hati Chacha.
"Lagian, Cha, kan kamu tahu sendiri, aku dari dulu suka jadi bahan buli mereka, lebih parah malah, sampai ada yang main fisik. Tapi aku masih baik-baik aja," sambung Mumu. Kali ini dia menghadap sepenuhnya pada Chacha.
"Iya ya. Rahasiamu apa deh sampai mentalnya tahan banting gitu?"
Mumu tersenyum jemawa. "Gampang, kukasih formula PTA."
"PTA?" Chacha bertanya dengan bingung.
"Pede utamain, Tuliin telinga buat semua ucapan gak berguna, dan anggap dirimu cantik serta istimewa," jawab Mumu.
Chacha yakin, Mumu asal bikin saja singkatan itu karena terkesan tidak nyambung. Namun, itu lebih baik. "Emang bisa?"
"Bisa! Lagian ngapain kamu peduliin ucapan orang yang gak kasih kamu makan? Mending fokus diri sendiri aja," jawab Mumu.
Chacha hanya tersenyum. "Tapi apa ya ...."
"Cantik, kamu cantik kalau kamu anggap dirimu cantik. Lagian semua manusia itu istimewa, diciptakan Tuhan dengan versi sebaik-baiknya. Ngapain kita anggap diri kita jelek, buruk, dan gak berguna?" omel Mumu.
Memang, Chacha beruntung punya teman seperti Mumu, yang kadang bisa kocak kadang mendadak bijak.
"Hmmm," kata Chacha sambil memeluk erat tubuh gempal Mumu.
"Berhenti ngerasa jelek. Kita semua cantik dengan versi masing-masing." Mumu balas memeluknya dan tersenyum hangat.
Chacha mengeratkan pelukan. Senang sekali memiliki Mumu sebagai sahabat terbaiknya.
🍀🍀🍀
Penulis: mrgeniusauthor
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen 3 Tema: A Long Journey
Short StoryBuku ketiga dari Cerpen 3 Tema! Seperti biasa, akan ada 3 tema baru setiap bulan. Selamat membaca cerpen-cerpen keren dari para member FLC yang kece~