02. Tentang Para Jantan

18 3 0
                                    

TW; Cerita mengandung konten dewasa yang diikuti oleh hal-hal mengganggu dan tidak wajar. Kebijaksanaan dalam membaca diperlukan.

***

Kau tau apa yang sering diobrolkan para jantan di tongkrongan? Tidak jauh-jauh dari betina.

Pasangannya yang aduhai menggoda berhasil menaikkan birahi. Pasangannya yang merajuk karena hal sepele lalu pergi dari rumah dan enggan kembali. Pasangannya yang mogok makan lalu ingin kawin lagi. Dan lain-lainnya yang membuat resah gelisah para pejantan.

Katakanlah menjadi budak cinta itu memalukan dan meruntuhkan harkat martabat sebagai makhluk dominan yang gagah berani. Namun, tidak ada salahnya juga jika kau mengabdikan diri untuk pasangan yang kau yakini belahan jiwa sehidup semati. Terlepas nasibmu bagaimana, kau akan terus menyuapi dirimu yang rakus itu dengan segentong cinta tiap harinya. Seperti lagu lama,

Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga.

Eits, ini bukan tentang betapa kuatnya cinta menempel bagai momok hidup atau lemahnya iman seekor pejantan kala dihadapkan dengan betina semok. Bukan ..., atau iya? Entahlah, aku juga bingung.

Lantas, apa yang sebenarnya ingin kuceritakan padamu?

Sebelumnya, kemari dulu kupingmu. Dengar, ini sebenarnya rahasia alam yang ditutup rapat teman sejawat, tetapi aku berpikir kau harus tahu soal kami.

Bukan kami, tetapi mereka.

Teman-temanku itu ... semuanya tidak ada yang waras. Kalau istilah manusia modern mereka menyebutnya, krinj, prik dan skibidi. Tolong jangan protes dulu! Aku memiliki alasan kuat untuk membuka aib mereka, karena sungguh, aku muak dikatakan 'pejantan yang tidak jantan'! Aku sudah menahan unek-unek ini cukup lama, tetap menjaga persahabatan yang diambang kehancuran dan menahan mulut agar tidak membocorkan rahasia tongkrongan.

Sekarang sudah saatnya kita ulas kilas balik setiap perkara. Akan kuperkenalkan mereka satu persatu secara elegan pada kalian.

Total kami empat; aku, Okto, Seaho dan Pegu, pejantan yang hidup berdedikasi kepada kebebasan. Dahulu saat masih lajang, kami sering duduk membicarakan masa depan, perang dunia, bola, hari kiamat dan kisah Nabi. Namun, bahan pembicaraan semakin padat dan alot saat kami mulai mengenal cinta. Masing-masing mencari pembenaran atas tindakan _bucin_ brutal yang dilakukan secara intensif.

Mengatasnamakan cinta dan menempatkan kebebasan dalam satu wadah, seperti menghalalkan penggunaan narkoba eksesif tinggi karena dapat merasakan surga di waktu yang sama.

Semua dimulai dari Seaho, pejantan yang dalam masa transisi kematangan berpikir, datang tergopoh pada kami membawa berita mencengangkan.

"Kami langsung bermalam di hotel Batu Kapur saat dia menerima perasaan cintaku!" Binar mata makhluk itu berkilau-kilau. Moncong panjangnya tidak berhenti maju mundur kegirangan, begitu pula pinggulnya.

"Betina yang kau kejar hampir sebulan itu?" tanya Okto.

"Benar! Akhirnya dia membalas cintaku. Astaga, aku bahkan masih merasakan gemetar di perutku."

"Aku khawatir kau gemetar karena morning sickness," kelakarku. Okto tertawa gelak sambil mengibas pasir sampai kepalanya terantuk batu.

"Aku memang sedang hamil."

Satu kalimat konyol yang membuat kami membisu. Okto yang tadinya tertawa menggelepar langsung diam seribu bahasa. Begitu pun aku, yang bahkan tidak bisa mengatupkan mulut, rahangku hendak jatuh.

Kaget. Sekaget-kagetnya.

"Serius kau?" Okto bersuara.

"Tentu saja. Untuk apa aku berbohong?" balas Seaho. Dia mengelus perutnya yang buncit itu. Aku baru sadar perutnya memang membesar. "Di dalam sini ada anak-anak kami."

Cerpen 3 Tema: A Long JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang