02. Mie

32 4 0
                                    

###

tw: suicide

###

"Koitus."

Kelinci putih membuka isi perutnya terburai gumpalan-gumpalan usus panjang bercampur cairan lemak serta darah, belatung-belatung putih keluar dari dalamnya menggeliat berebut tempat menyebar ke tanah, hati dan limpa dan paru hancur menjadi remah, dari mulutnya memuntahkan rumput-rumputan dan dedaunan yang ia mamah, terlalu kering kulit meninggalkan kerangka yang patah.

"Karmanye Vadikaraste Mafalesu Kadatjana."

Perempuan bergaun putih menari di atas atap gedung pencakar langit dengan lihai melompat dari balkon lantai lima puluh terjun bebas memotong angin tertarik gravitasi tanah menubrukkan badan terhadap teras berblok beton sehingga bengkok tulang tungkai dan lengannya mencuat dari daging merah menyemburkan cairan segar perutnya sobek keluar bertaburan usus dan hati dan limpa masih berdenyut mengalirkan darah otot dan gerakan refleks menggerakkan sedikit jari-jemari dan dari bibir menggumamkan sesuatu terbata-bata seiring bola mata memerah dan gigi-gigi tanggal, dan ekspresi yang hampa itu.

"Nangui, jakal, wanara."

Tangan putih nan pucat, diangkat menampakkan kulit pembalut tulang, sebuah alat pemotong kecil dikeluarkan, mata pisaunya ditempelkan, pada bagian kulit yang lapang, dengan cepat ditarik melintang, meneteskan darah merah, menyegarkan mewarnai tangan, dan segala benda di sekeliling, mata pisau ditancapkan kembali, membentuk garis miring panjang, dari sana darah bercucuran, tangan satunya mengelap, tangan kiri bercat merah, pemotong dilekatkan pada kulit, ditekan kuat seraya bergerak maju mundur membelah kulit merah muda mengiris jaringan otot memotong pembuluh arteri yang besar seperti selang dan dari kedua lubang berdinding tebal menyemburkan darah, tangan berlumuran darah, telapak, jari-jari, lengan, kemudian dengan buru-buru kulit yang terbelah ditarik hingga sobek memanjang, menampakkan jaringan di bawah kulit nan bersimbah darah.

"Mamihlapinatapai."

Tali tambang putih. Bersimpul mati. Tergantung di langit-langit kelabu. Mengayun penuh godaan. Kursi digeser di bawahnya. Ia naik meraih tambang. Memasukkan kepala ke ikatan hingga leher. Tercekik dan kursi terjatuh. Dan kaki-kakinya yang melayang menggeliat. Dan tangannya yang bebas menggapai-gapai udara. Deru napas tersengal-sengal. Mulut berliur. Berbusa. Jarinya cepat-cepat menarik tambang, tetapi gagal akibat terlalu kencang. Pandangannya berputar-putar, berkitar-kitar. Suara tercekak yang tertahan-tahan diiringi batuk dan kurangnya napas. Meninggalkan pemandangan ruangan yang berbuai, ke kanan, ke kiri, terus perlahan bergantian.

"Methionylalanylthreonylserylarginylglycylalanylserylarginylcysteinylproly-larginylaspartylisoleucylalanylasparaginylvalylmethionylglutaminylarginyl-leucylglutaminylaspartylglutamylglutaminylglutamylisoleucylvalylglutaminy-llysylarginylthreonylphenylalanylthreonyllysyltryptophylisoleucylasparagi-nylserylhistidylleucylalanyllysylarginyllysylprolylprolylmethionylvalylva...isoleucine."

Bayi putih itu memiliki wajah yang cacat, penuh bentolan, kutil, dan tumor. Kelopak matanya membengkak, bibir membesar. Kepala terkena kelainan hidrosefalus. Mulut selalu membuka, mengucap kata-kata yang sama, akan ingatan kematian di kehidupan lampau dan kematian yang akan merenggut saat ini. Bibir bergerak komat-kamit, menangis tanpa suara, seiring air mata mengalir, menampakkan gusi belum tumbuh gigi.

"666."

Gagak putih bertengger di pohon, mengeluarkan koak berulang kali seolah-olah menyanyikan lagu penuh nada teror pada liriknya. Ketakutan yang ia tebar, memanggil bayang-bayang hitam persona untuk keluar dari kediaman mereka, dipenuhi rasa penasaran pada berita kematian. Obituarium tentang seorang pemuda usia dua puluhan yang gagal menemukan gawai dan memutuskan mengakhiri hidupnya dengan terjun dari menara sutet, padahal polisi sudah menyiapkan trampolin, keluarga mendukungnya untuk tidak jadi, pemuda itu tetap jatuh dan mati.

Laba-laba putih merayap dengan delapan kakinya dari depan, delapan matanya menatapmu lekat-lekat, sepasang kaki depan terangkat menerkam mangsa. Pada dinding dari sarangnya yang dipenuhi telur dan mangsa terbungkus hancur, ia mencari makanan.

" 'ad maiorem Dei gloriam'."

Malaikat Maut berjubah hitam memukul-mukul logam, menyebar aura kengerian yang kelam, kegelapan menyelimuti tanah lapang, ia begitu lelah atas penantian sakratulmautmu
dan bertanya, "Siapa Tuhanmu?"

🍀🍀🍀

Penulis: William_Most

Cerpen 3 Tema: A Long JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang