Hari ini adalah hari perpisahan dengannya.
Kelas terasa sepi. Para siswa telah membubarkan diri, pulang ke rumah masing-masing. Hujan mengguyur sekolah sejak pagi, baru saja berhenti ketika jam dinding hampir menunjukkan pukul dua siang. Tampak genangan air tertinggal di sejumlah titik halaman sekolah.
Jeruk mendesah pelan seraya bertopang dagu di bangku. Sedari tadi gadis berkepala jeruk jingga itu melamunkan suatu hal, sendirian di dalam kelas.
Menurutnya, hari ini adalah hari spesial. Seseorang yang istimewa akan berangkat pukul tiga sore nanti. Pergi, pindah menuju Pusat Kota.
Hati Jeruk dipenuhi oleh perasaan membuncah yang terasa sesak di dada. Pikirannya berkelana ke negeri antah-berantah. Gadis berseragam SMA tersebut kembali mendesah. "Apa yang harus aku lakukan?" Kegalauan merenggut raga pun jiwanya.
Merasa tidak mendapat pencerahan di dalam kelas, Jeruk mencangklong tas, kemudian tangannya menelusup ke dalam laci meja, mengambil sebuah bingkisan dalam kantung plastik ungu. Tersipu, semburat merah tampak pada kulit jingga kepala si siswi. Tersadarkan, dia menggeleng cepat, lalu bangkit dan melangkah menuju pintu.
Jeruk melewati lorong kelas seraya mengamati halaman sekolah yang ditumbuhi semak-semak serta pepohonan bunga. Daun-daun tampak segar, basah akibat habis disiram hujan. Jeruk terus melamun seiring berjalan. Kantung plastik di tangannya menghasilkan bunyi kerisik saat gadis yang mengenakan rok abu-abu panjang tersebut melangkah.
Jeruk melihat bagan di majalah dinding saat dia lewat, yang menjelaskan bahwa dunia ini adalah Negeri Buah-buahan.
Di sini, semua penduduknya memiliki kepala berupa buah, yang berbeda-beda tergantung apa spesiesnya. Setiap spesies mempunyai keunikan tersendiri, membuat keanekaragaman menjadi tinggi. Namun, terkadang spesies-spesies buah dalam satu marga bisa terlihat sama dan sulit untuk dibedakan. Misalnya spesies jeruk manis seperti Jeruk dengan spesies jeruk keprok, cukup sukar melainkan keduanya karena sama-sama berbentuk bulat serta berona jingga. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah masalah besar karena rasisme telah dihapuskan dari dunia ini.
Kala itu, tahu-tahu seorang siswi berkepala jambu air merah muncul dari belakang, langsung merangkul pundak Jeruk, membuat si gadis berkepala jingga terhenti.
"Hei, Jeruk! Sudah memutuskan akan memberi apa ke Kak Inti Pohon?" tanyanya.
Jeruk tak menyahut secara verbal. Perlahan, kepalanya menunduk, memperhatikan kantung plastik di tangan.
"Wah! Apa ini? Kado? Apa isinya?" Siswi berkepala jambu air ikut merundukkan kepala, antusias menerka isi dari plastik yang misterius.
Jeruk dengan cepat menariknya hingga ke pelukan. "Itu ...."
Siswi jambu air terkekeh. "Oke, tidak perlu memaksakan diri untuk mengatakannya. Itu benda yang berharga, bukan? Pastikan untuk memberikannya kepada dia, oke? Kami tunggu di halte, ya!"
Siswi itu berlari maju, kemudian menoleh sebentar dan melambaikan tangan, dan akhirnya meninggalkan Jeruk yang mematung sendirian, memikirkan nama yang disebut temannya tadi.
Kak Inti Pohon.
Semua orang di sekolah mengenalnya. Lelaki itu sangat genius, memiliki IQ di atas rata-rata. Sejak kelas 1, dia menyabet berbagai juara lomba di bidang sains. Selama dua semester itu pula dia selalu berada di ranking satu paralel. Laki-laki tersebut juga jago di bidang olahraga terutama permainan bola besar seperti basket, voli, dan sepak bola.
Selain itu, semua orang sudah tahu. Laki-laki itu berhasil mencapai proses kedewasaan sebelum waktunya. Saat dia naik kelas 2, tahu-tahu tunas-tunas pohon timbul dari kepalanya, lambat laun makin lebat hingga memenuhi bagian tubuh di atas lehernya.
Jeruk membayangkan Kak Inti Pohon menghasilkan banyak buah di antara cabang-cabang pohonnya, menjadikan sosok paling dikagumi di antero sekolah.
Oleh karenanya, sekolah memutuskan siswa tersebut untuk berangkat lebih awal menuju Pulau Surga Buah, tempat para lulusan terjun menuju dunia masyarakat guna mengasah kemampuan mereka.
Di halte, semua teman-temannya sudah menunggu, termasuk siswi berkepala jambu air. Selain dia, ada yang berkepala buah alpukat, buah stroberi, dan jeruk limau.
Tatapan Jeruk tertuju pada sosok laki-laki yang mereka kerumuni. Kak Inti Pohon.
Jeruk memberikan bingkisan yang dia bawa, berisi bunga-bunga imitasi nan cantik.
"Kak, ini sedikit dariku, tolong terima, ya! Semoga selamat sampai tujuan perjalanan!" ucapnya.
Kak Inti Pohon berterima kasih seraya tertawa kecil. Teman-teman Jeruk berseru menggoda, mereka tahu ada sesuatu di antara keduanya.
"Anu, Kak. Pulau Surga Buah itu seperti apa?" tanya Jeruk guna menepis atmosfer canggung.
Lelaki yang ditanyai mengelus belakang leher. "Entahlah, kata guru itu dunia yang dewasa, tapi aku sudah memantapkan diri untuk berbaur dengan masyarakat!"
Para pendengar di sana amat terkesima.
Tahu-tahu bus sudah tiba. Kak Inti Pohon naik membawa bawaannya, yaitu tas beserta bingkisan yang diberikan Jeruk dan kawan-kawan. Di sana sudah ada sejumlah kakak kelas yang lulus hari ini.
Jeruk berharap yang terbaik untuk mereka.
Tiga tahun kemudian, dunia masyarakat yang kejam. Jeruk telah menumbuhkan daun di kepalanya, hanya sedikit. Dia mendapati Kak Inti Pohon telah tertanam di daratan, mati.
Pulau Surga Buah tidak sebagaimana surga yang dibayangkan.
🍀🍀🍀
Penulis: William_Most
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen 3 Tema: A Long Journey
KurzgeschichtenBuku ketiga dari Cerpen 3 Tema! Seperti biasa, akan ada 3 tema baru setiap bulan. Selamat membaca cerpen-cerpen keren dari para member FLC yang kece~