"Lihat, lihat!"
"Itu si Raja Berandalan!"
"Gila!"
"Siapa yang sedang jalan bersamanya?"
"Sialan, ternyata dia juga bisa punya cewek!?"
"Ceweknya itu murid kelas satu ya!?"
"Sinting, bagaimana bisa ...?"
Mendengar bisikan-bisikan tersebut, Sonya tidak bereaksi apa-apa. Tangannya memainkan rambut pirang yang dikuncir dua dengan ekspresi acuh tak acuh. Dia berjalan melewati murid-murid yang menoleh penasaran sambil mendengus tidak selera. Dia sudah tahu ini akan terjadi, dia sudah menduganya, karena itulah sejak tadi dia tidak menghiraukan mereka. Dia sama sekali tidak tertarik dengan hal ini. Lagipula, dia bukan pacarnya, melainkan adik satu-satunya.
Berjalan berdampingan dengan Julian tentu saja akan mengundang banyak sekali perhatian.
Siapa yang tidak kenal Julian? Laki-laki berambut pirang berantakan dengan tubuh kekar bertato itu sangat terkenal. Dia adalah si 'Raja Berandalan', seorang legenda yang berhasil menaklukkan banyak geng berandalan sekolah seorang diri hanya dengan tinjunya. Dia adalah terkuat dari yang terkuat. Dia ditakuti oleh semua orang, semua orang bertekuk lutut padanya.
Menjadi adik dari si Raja Berandalan tentu saja membuat Sonya jadi bahan omongan orang-orang sejak pertama kali dia menginjakkan kaki di sekolah sebagai murid baru. Meskipun pada akhirnya Julian mengancam semua orang agar tidak mengganggu adiknya hanya karena status yang dia miliki, orang-orang tampaknya tidak bisa menghentikan hobi bergosip mereka.
"Dia hanya orang brengsek yang beruntung."
Orang-orang memang aneh. Tidak sedikit murid yang membenci Sonya sejak kedatangannya, dan itu hanyalah karena posisinya sebagai adik Julian. Semua orang membenci Julian yang menyeramkan, Julian yang psikopat, Julian si Monster. Jadi, begitu Julian menunjukkan sisi protektif pada adiknya sendiri, orang-orang mulai menjulukinya 'si brengsek yang beruntung'.
"Katanya, kakakmu pernah membunuh orang karena emosi."
Natasha, seorang murid berambut merah panjang bergelombang, seenaknya duduk di depan meja milik Sonya. Bibirnya yang dilapisi lipstik tebal melontarkan gosip yang belakangan ini menjadi topik pembicaraan panas di antara semua orang dengan sangat enteng.
Sonya menutup buku yang sedang dia baca, mata birunya menatap Natasha tajam.
"Dia tidak membunuh siapapun." ucapnya penuh penekanan, dia tidak suka kalau orang-orang mulai berbicara seolah kakaknya adalah seseorang yang tidak punya hati.
Natasha mengangkat kedua bahu acuh tak acuh. Tentu saja seorang pembunuh tidak akan pernah mengaku kalau dia membunuh seseorang, pikirnya. Dia tidak mau mendengarkan. Lagipula, sejak awal dia tidak menyukai Sonya. Tidak, dia membencinya.
Sonya itu sangat cantik. Dia memiliki rambut pirang panjang yang tampak halus. Meskipun dikuncir dua dan terkesan sedikit kekanakkan, banyak orang tampak tidak masalah dengan hal itu. Menggemaskan, kata mereka. Belum lagi kedua matanya yang berwarna sebiru laut dan bulu matanya yang bagai kepakan sayap kupu-kupu tiap kali dia berkedip. Natasha jadi iri setengah mati, posisi sebagai murid tercantik di seolah telah direbut darinya.
"Kau tahu Ethan, 'kan?"
Pertanyaan itu membuat Sonya mengangkat sebelah alis. Tentu saja dia tahu tentang seorang murid kelas tiga bernama Ethan. Laki-laki itu adalah musuh bebuyutan Julian sejak mereka masih kelas satu. Tidak ada sehari pun mereka tidak bertukar tinju. Masalah sekecil apa pun bisa mengundang baku hantam yang sangat hebat. Parahnya lagi, sejak mengetahui kalau Julian punya seorang adik yang berada di sekolah yang sama, dia mulai terobsesi dengannya.
"Ya, kenapa?" Sonya menahan diri untuk tidak mendengus.
Seringaian samar muncul di bibir Natasha.
"Dia ingin bertemu denganmu sekarang." ujarnya dengan nada jahil, "Dia menunggumu di belakang sekolah. Kalau kau tidak datang, dia akan menyebarkan fotomu yang 'itu'."
Sonya tidak bereaksi apa pun selama beberapa saat, pergerakannya terhenti. Fotonya yang 'itu'. Tentu saja seorang Ethan akan menggunakannya untuk mengancam dan memerasnya. Sudah beberapa kali dia melakukan hal tersebut, dan sudah beberapa kali pula Sonya berusaha sabar.
"Baiklah, aku akan menemuinya."
Sonya bangkit dari kursi dengan ekspresi makam, kaki rampingnya mulai berjalan keluar kelas.
"Semoga beruntung, Sonya." Natasha tertawa kecil.
Dari balik bahunya, dia melihat seringaian Natasha yang semakin melebar, tapi dia tidak peduli.
* * *
Natasha tidak bisa percaya kalau Sonya akan mengikuti kata-katanya begitu saja hanya karena dia menggunakan 'foto itu' sebagai ancaman dalam kalimatnya. Selama berjalan, dia tidak bisa berhenti senyum puas. Hidup si brengsek yang beruntung itu akan berakhir di tangannya.
Tentu saja dia dan Ethan sudah bersekongkol dalam hal ini. Natasha menyukai Julian dan dia membenci Sonya karena merasa dikalahkan sebagai murid tercantik di sekolah. Sedangkan Ethan, dia terobsesi dengan Sonya dan dia membenci Julian karena tidak pernah menang berkelahi dari laki-laki itu barang sekali pun. Jadi, mereka berdua bekerjasama dalam rencana busuk ini untuk mendapatkan apa yang masing-masing inginkan.
Natasha berjalan sambil bersenandung ria ke belakang sekolah, dia tidak sabar untuk melihat Sonya dalam keadaan yang menyedihkan. Dia tidak bisa membayangkan apa yang Ethan lakukan pada gadis itu, dan dia tidak sabar untuk melihatnya. Mungkin dia bisa membuatnya viral di internet dan kembali mengklaim posisinya sebagai murid tercantik di sekolah.
"Ethan, apa kau sudah beres bersenang-sen---"
Langkahnya terhenti dan kalimatnya menggantung di udara ketika Natasha melihat sebuah pemandangan yang membuat kedua matanya seketika membola.
Di sana, di atas tanah yang sedikit basah karena hujan tadi siang, Ethan tergeletak tidak berdaya dengan darah kental yang mengalir dari kepalanya. Tidak hanya itu, Natasha juga dapat melihat beberapa bagian tubuhnya lebam dan luka-luka, tangannya patah, dan kakinya berlainan arah, seolah telah terjadi perkelahian besar yang membuatnya berada dalam keadaan kritis.
Namun, yang paling membuat Natasha terkejut adalah sosok Sonya yang sedang berdiri tegak di sebelah Ethan sambil menggenggam sebuah pipa besi yang berlumuran darah. Buku-buku jarinya memerah, darah mengotori seragamnya yang berwarna putih. Penampilan gadis itu hampir sama buruknya dengan Ethan, tapi dia masih sadarkan diri, sebuah senyum terukir di bibirnya yang tipis.
"Hai, Natasha."
Sonya menoleh padanya. Napas Natasha tercekat, dia tidak bisa bernapas.
"Kau tahu, sebenarnya 'si brengsek yang beruntung' itu semua orang." ucapnya santai.
Tubuh Natasha seketika membeku, dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa ketika melihat darah menetes dari mulut gadis tersebut. Dia bahkan tidak yakin apakah itu darahnya atau darah milik Ethan.
Sonya tiba-tiba tertawa. Tawa yang terdengar kosong, tawa yang menunjukkan kegilaan.
"Ya, kalian beruntung karena bukan Julian yang menghajar para berandalan itu. Bukan aku."
Dia menunjuk dirinya sendiri dengan pipa yang berlumuran darah.
"Aku, loh, yang pernah membunuh orang, bukan Julian."
🍀🍀🍀
Penulis: vmndetta
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen 3 Tema: A Long Journey
Short StoryBuku ketiga dari Cerpen 3 Tema! Seperti biasa, akan ada 3 tema baru setiap bulan. Selamat membaca cerpen-cerpen keren dari para member FLC yang kece~