03. Mad Into You

21 7 2
                                    

Orang bilang, cinta pertama itu lebih banyak memiliki kemungkinan untuk tak terkabul.

Namun, apa peduliku? Kan aku hanya harus menjadikannya kenyataan saja.

****

Harus dari mana aku bercerita. Pertemuanku dengannya hanya sepersekian detik, tetapi pemuda itu tak bisa keluar dari otakku. Sejak kami bersinggungan, aku selalu memikirkannya, bahkan sampai tak bisa menjaga kesehatan diri sendiri. Agaknya, kalau dia tak ada di duniaku, aku bisa gila. Beruntungnya, sih nggak gitu. Pemuda itu satu sekolah denganku, jadi aku bisa dengan mudah mencarinya.

Ah, mungkin lebih tepatnya sengaja mencarinya.

Caraku simpel. Aku hanya mengikuti ke mana dia pergi. Bukan, aku bukan penguntitnya, aku hanya mengikuti ekstrakulikuler yang sama dengannya, mengecek media sosialnya, serta melihat arah jalan pulangnya. Membuntuti sampai ke rumah? Tentu saja aku tak berani, perbuatan itu kan tindak kriminal.

Aku janji, aku hanya akan melihatnya dari jauh sebagai asupan sehari-hari. Tidak lebih dan tidak kurang.

"Vi, kamu ngapain?" Seseorang membuatku menoleh ke arah belakang. Kulihat gadis itu sejenak, sebelum kembali memandang lapangan basket.

"Nggak ada, cuman liatin orang main basket. Kenapa, Da?" tanyaku. Temanku itu tak segera membalas, dia ikut berdiri di sampingku dan memajukan tubuhnya; menyenderkan tubuh bagian depannya ke tembok yang hanya setinggi pinggangnya.

Gadis itu lantas tersenyum tipis padaku kemudian. "Oh, liatin Kak Gio? Pantas kayak fokus banget," celetuknya.

Aku hanya menggeleng, mengabaikan celetukannya dan kembali melihat ke arah bawah. Tak lama, Kak Gio keluar dari lapangan, pemuda itu mendekati seorang gadis yang berada di tengah kerumunan.

Serasa ada berbagai duri yang menusuk jantung, dengan rasa tak percaya aku memandang interaksi mereka dari lantai dua. Kak Gio tengah bercakap-cakap dengan gadis itu, mereka sampai tertawa bersama, membangkitkan perasaan yang kubuang jauh-jauh.

"Naida, itu ... cewek yang bareng Kak Gio, siapa?" Suaraku tampaknya agak bergetar, karena Naida memandangku lama sebelum menjawab.

"Itu pacar baru kak Gio, namanya Fina, Viona."

Fakta itu agaknya mengguncangkan duniaku. Aku tak bisa tenang. Kalau biasanya aku tak bisa menghilangkan Kak Gio dari pikiranku karena membayangkan melakukan hal-hal manis dengannya, sekarang Kak Gio tak bisa hilang dari pikiran karena terhantam fakta berpacaran dengan orang lain.

Sungguh, kenapa Kak Gio sangat kejam? Padahal dia tau perasaanku. Padahal semua tau bagaimana perasaanku kepadanya.

"Apa tak ada jalan lain?" gumamku.

Lama terdiam, sebuah ide muncul di otakku.

****

Aku bersembunyi dibalik loker, kuintip orang itu membuka loker sepatunya. Dia sempat terdiam saat membaca isi suratnya, kemudian menoleh ke segala arah sebelum menoleh ke tempat lain saat ada yang memanggil namanya.

"Nyari siapa?" Samar, dapat kudengar percakapan mereka.

Orang itu menggeleng, memasukkan lembar surat itu ke dalam tasnya. Keduanya segera berlalu ke lorong kelas, meninggalkanku yang masih terpaku.

Setidaknya, tiga minggu aku melakukan hal tersebut. Mengirim surat cinta kepada Kak Gio, memberikan surat ancaman kepada pacar barunya, dan teror lainnya. Hasilnya, gadis itu ketakutan. Kulihat dirinya menjadi sensitif dengan hal apapun yang mendekatinya. Senyum cerah sang gadis pada saat itu hilang tak berbekas.

Yah, baguslah kalau begitu, mereka tak akan bertahan lama.

Perkiraanku benar, keduanya putus hubungan. Kupu-kupu serasa terbang di dalam perutku, perasaanku euphoria menyelimuti. Di tambah dengan Kak Gio tiba-tiba saja mengajakku bertemu berdua di taman belakang sekolah.

Pemuda itu memandang lama ke arahku, membuat wajahku memerah dan salah tingkah. Kumainkan jemari lama, menanti apa yang akan dia katakan.

Tidak dikatakan sampai selamanya pun aku tak apa, kok.

"Makasih, ya." Suaranya terdengar pelan, kendati demikian aku memandang wajahnya yang tersenyum lebar.

Sangat lebar sampai bisa-bisa pipinya koyak.

"Ya, sama-sama."

Ah, tak perlu saling menyatakan cinta, apalagi saling bertindak layaknya kekasih. Lagipula, kami saling paham satu sama lain; karena kamu sama-sama gilanya.

🍀🍀🍀

Penulis: @Catrella2

Cerpen 3 Tema: A Long JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang