03. I Love You, I'm Sorry

23 12 0
                                    

"I love you, I'm sorry," suara lembut Gracie bergema di dalam mobil tua yang melaju pelan di jalan yang lengang. Hujan deras mengaburkan pandangan di luar jendela, membuat dunia tampak seperti lukisan air yang berantakan. Rena duduk di kursi penumpang, memandang tetesan air yang berlomba di kaca, pikirannya melayang pada kenangan-kenangan yang tak henti-hentinya berputar di kepalanya.

Dia melirik ke arah Adi, yang duduk diam di belakang kemudi. Wajahnya tampak tegang, tetapi ada kelembutan yang tersirat di matanya setiap kali dia mencuri pandang ke arah Rena. Mereka berdua terjebak dalam pusaran waktu yang rumit, di mana kata-kata "I love you" dan "I'm sorry" telah diucapkan berkali-kali, akan tetapi tak pernah benar-benar menutup luka yang ada.

Malam itu, perjalanan mereka menuju sebuah tempat yang penuh dengan kenangan, tempat di mana cinta mereka pertama kali mekar. Bukit bintang, begitu mereka menyebutnya, tempat mereka dulu sering menghabiskan waktu bersama, memandangi bintang-bintang dan berbicara tentang mimpi-mimpi mereka.

"Adi, kau ingat pertama kali kita datang ke sini?" Rena membuka percakapan, suaranya nyaris tenggelam oleh hujan.

Adi tersenyum tipis, meski kesedihan terpancar jelas dari matanya. "Tentu saja, Rena. Malam itu, bintang-bintang seperti menari untuk kita."

Rena tertawa kecil, tetapi ada tangis yang tertahan di balik tawanya. "Ya, dan kau memberiku kalung ini," dia menyentuh liontin berbentuk bintang yang selalu dia kenakan. "Kau bilang, 'ini untuk mengingatkanmu bahwa kita selalu punya bintang yang sama untuk dilihat.'"

Adi mengangguk pelan, mengingat momen itu dengan jelas. Namun, kenangan indah itu sekarang terasa seperti pedang bermata dua, membawa kebahagiaan sekaligus rasa sakit yang dalam.

Mobil berhenti di kaki bukit. Mereka keluar dan berjalan dalam keheningan, hujan kini hanya gerimis lembut yang menambah suasana melankolis malam itu. Di puncak bukit, mereka duduk berdampingan, memandang kota yang berkilauan di bawah.

"Adi, aku ingin kita bisa kembali ke masa itu, ketika semuanya terasa begitu sederhana," Rena akhirnya berkata, suaranya lirih.

Adi menarik napas dalam-dalam, mengatur kata-kata yang ingin diucapkannya. "Rena, aku juga merindukan masa itu. Namun, hidup harus terus berjalan, dan kita tak bisa menghapus apa yang sudah terjadi."

Rena mengangguk, meski hatinya berat menerima kenyataan itu. "Aku tahu. Tapi aku juga tahu bahwa aku mencintaimu dan aku minta maaf untuk segala kesalahanku."

Adi menatapnya dalam-dalam, mencoba menemukan jawabannya di mata Rena. "Aku juga mencintaimu, Rena dan aku juga minta maaf. Kita terlalu sering saling menyakiti."

Malam itu, mereka berbicara tanpa henti, membuka semua luka dan rasa yang selama ini terpendam. Kata-kata mereka saling bertabrakan, mengalir seperti sungai yang deras, membawa pergi beban yang selama ini mereka pikul. Dalam kebingungan dan keindahan percakapan mereka, ada kejujuran yang akhirnya menemukan jalan.

Ketika fajar mulai menyingsing, warna-warni lembut menghiasi langit timur. Rena dan Adi masih duduk di sana, meski kelelahan mulai merayapi tubuh mereka. Mereka tahu bahwa percakapan ini tidak akan menghapus semua masalah mereka, tapi itu adalah awal dari sesuatu yang baru.

"Mungkin kita tidak akan pernah sempurna, Adi, tapi aku ingin kita mencoba," kata Rena dengan suara yang penuh harap.

Adi meraih tangan Rena, menggenggamnya erat. "Aku juga, Rena. Kita akan mencoba. Bersama-sama."

Mereka bangkit dan berjalan menuruni bukit, hati mereka sedikit lebih ringan meski perjalanan masih panjang. Di dalam mobil, lagu Gracie kembali terdengar, mengiringi perjalanan mereka pulang.

"I love you, I'm sorry," kata-kata itu kini terdengar berbeda, seperti janji dan pengingat akan perjalanan mereka. Kata-kata yang akan selalu mereka ucapkan, dalam cinta dan penyesalan, dalam kebingungan dan keindahan.

Lalu di dalam kebersamaan mereka, Rena dan Adi menemukan bahwa cinta sejati adalah tentang terus berusaha, meski dalam kebingungan dan kerumitan hidup, dan bahwa maaf adalah bahasa cinta yang paling tulus.

Di akhir hari, ketika mereka berbaring berdampingan, Rena menutup matanya, mendengarkan detak jantung Adi yang tenang. Dalam bisikan lembut malam, suara Gracie masih menggema di pikirannya.

"I love you, I'm sorry."

🍀🍀🍀

Penulis: akvbutterfly

Cerpen 3 Tema: A Long JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang