05. Kayang

37 9 2
                                    

Ada banyak hal menarik di internet. Berita artis, tindakan kriminal, hiburan dari para influencer, meme, konspirasi, dan lain sebagainya. Semua itu membuat kebanyakan orang hanyut ke dalam dopamine dari sosial media.

"Idih, asik. Apaan nih?"

Egar Fadilah. Remaja biasa yang tertarik dengan hal-hal misteri seperti konspirasi dan takhayul.

Malam ini ia menggulir sosmed seperti biasanya. Tanpa diduga Egar menemukan postingan berupa foto yang menunjukkan pentagram dengan unsur-unsur upacara sesat.

"Gila banget ini yang buat postingan. Emang pengen viral kayaknya. Sampe bikin kontroversi." Egar terkekeh. "Mana ada yang percaya lagi ama begituan. Aku yang doyan hal kayak gini aja tetep gak percaya."

Ada banyak keributan di kolom komentar tersebut. Egar tidak ikut campur tapi ikut menikmati konfliknya.

"Upacara apa namanya? Upacara Gnayak? Lucu banget. Eh, tapi keren sih simbol-simbolnya. Yang bikin ini keliatan effort."

Egar masih asik tertawa di kasurnya. Dia lalu mengalihkan pandangan sejenak ke arah lantai.

Selama ini Egar selalu tertarik dengan hal-hal bersifat misteri tapi tidak pernah melakukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu. Mengunjungi bangunan angker, searching mendalam tentang konspirasi, dan sebagainya. Ia hanya penikmat yang suka mendengarkan. Baginya itu adalah hiburan, Egar tidak terlalu serius dengan hobinya itu.

Namun, hari ini, untuk pertama kalinya ia merasa sangat penasaran.

"Kayaknya aku harus coba ini deh. Keren banget lambang bintang dan simbol-simbolnya. Aksaranya juga keren! Sayang banget kalo gak dicoba." Egar terkekeh. Ia pun beranjak dari tempat tidurnya untuk mengambil barang-barang yang dibutuhkan untuk upacara.

Menggunakan darah-darahan bekas pertunjukan tugas theater, Egar menggambar lingkaran besar dan pentagram pada lantai. Dia juga menulis beragam aksara dan simbol. Tidak lupa menyalakan beberapa lilin di sekitar lingkaran, ditambah beberapa bawang merah sebagai pelengkap.

"Sip! Keren nih! Saatnya upacara!"

Egar tersenyum puas sambil berkacak pinggang.

Ia pun duduk sila di tengah pentagram. Memejamkan mata, lalu mulai membaca mantra.

"Nyir ... nyir ... bauanyir ... sinyinyir sukanyinyir ... menyirkinyir ... anyir ...."

Egir melafalkannya begitu serius. Meskipun ada jangkrik dan cicak di sekitarnya hal tersebut tidak membuat Egir hilang konsentrasi.

Beberapa saat kemudian, Egir merasakan lantainya sedikit berguncang. Ia juga merasakan hawa panas selama belasan detik. Meskipun agak panik Egir tetap melafalkan mantra sampai selesai.

Entah kenapa perasaannya tidak enak. Setelah berpikir cukup lama usai merasakan semua ini, Egir baru sadar tindakannya mungkin bisa mendatangkan hal-hal yang tidak menyenangkan.

"Lama-lama seram juga. Udah ah."

Egir merinding sendiri. Ia segera beranjak bangun dan mematikan lilin. Bawang-bawang ia buang. Tetapi pentagram beserta lingkarannya tidak dibersihkan karena terlalu malas.

"Yang ini nanti aja dah bersihinnya. Masak mie dulu."

Gambar-gambar dari darah-darahan itu Egir buat dengan susah payah. Rasanya sayang menghapusnya begitu saja.

Egir yang sudah mengelus-ngelus perut akhirnya berjalan menuju pintu kamar. Namun, saat ia membukanya, hal mengerikan terjadi.

"Nak ... kamu belum makan malam kan? Ibu cuma mau ngingetin. Ikan di meja makan udah abis, tapi masih ada tempe dan sedikit tahu. Makan gih, buruan. Kamu pasti udah lapar kan? Kalau ditunda terus nanti lauknya keburu abis lo."

Cerpen 3 Tema: A Long JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang