15. trouble, trouble, trouble

531 51 4
                                    

maybe it's me and my
blind optimism to blame
or maybe it's you and you sick need to give love then take it away

Kaivan melangkah berat memasuki area kantor Nataprawira. Selalu ada sesuatu yang menahan Kaivan setiap kali ia memasuki gedung tersebut. Seakan ia tidak pantas berada di sana. Seakan gedung itu mengejeknya karena menjadi satu-satunya Nataprawira yang tidak berkontribusi kepada perusahaan keluarga.

Mengenyahkan pikirannya, Kaivan berjalan lebih cepat menuju kantor Abiyya. Dengan semua informasi-informasi yang Kaivan dapatkan, ia harus memberitahu Abiyya. Mungkin kakaknya itu bisa melengkapi bagian-bagian yang masih kosong.

Naik ke lantai delapan, Kaivan melanjutkan perjalanannya ke ruangan kakak sulungnya. Ia tidak menghiraukan pandangan dan bisik-bisik dari orang lain. Hal yang biasa terjadi setiap Kaivan memasuki kantor Nataprawira.

Kaivan berjalan melewati sekretaris Abiyya. Wanita itu tidak sempat merespon karena Kaivan melenggang masuk tanpa bicara sepatah kata pun.

"Mas Abi, gue punya info tentang—" kalimat Kaivan terhenti begitu ia masuk ke dalam kantor Abiyya. Di sana sudah duduk seorang pria yang Kaivan sangat kenali meski hanya melihat belakang kepalanya. Kaivan berharap suatu saat bisa menghajar pemilik kepala tersebut.

Mendengar suara Kaivan membuat kedua pria itu melihat ke arahnya. Pria yang membelakangi Kaivan pun ikut memutar badan, melihat langsung ke arahnya.

"Kaivan!" seru Bastian Jovanka riang. "Kebetulan kita lagi bahas tentang kamu dan Arawina."

Of course. Batin Kaivan mencibir.

Dengan langkah malas Kaivan masuk ke ruangan Abiyya dan duduk di samping Bastian. Ia melihat ke arah Abiyya, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi. Namun kakaknya itu balas menatapnya dengan penuh arti. Tidak bisa mengartikan sinyal yang diberikan Abiyya, Kaivan memilih untuk diam dan mendengarkan.

Apa lagi maunya pria tua ini?

"Jadi gini, Van. Kita lagi bahas tentang pernikahan kamu sama Arawina." Abiyya memulai percakapan. "Pak Bastian menyarankan agar kalian membuat prenuptial agreement."

"Untuk apa?" tanya Kaivan sinis. Hal itu langsung ditanggapi Abiyya dengan lirikan tajam. Seketika Kaivan menurunkan nada bicaranya. "Maksudnya, apakah harus?"

"Tentu aja harus!" Bastian Jovanka menyahut cepat. "Bukannya apa-apa, agar nantinya hak dan kewajiban kalian sebagai suami-istri itu jelas. Kita bukan hanya menyatukan dua orang, tapi juga mempersatukan dua perusahaan," jelasnya.

Kaivan yakin Bastian Jovanka hanya ingin menguasai harta Nataprawira atas nama Arawina setelah keduanya menikah nanti. Ia juga yakin perjanjian pernikahan itu nantinya akan lebih condong memihak ke keluarga Jovanka.

"Atur aja lah, Mas" desah Kaivan melihat ke arah Abiyya sambil menahan kesal. Ia memilih beranjak dari kursinya. Ia tidak pernah sanggup duduk di satu ruangan sama dengan Bastian tanpa berpikiran untuk menghajar pria itu. "Gue pergi dulu."

"Kamu ke sini mau apa? Ada yang mau dibicarakan?" tanya Abiyya heran.

"Nanti aja," sahut Kaivan sambil berjalan ke luar ruangan. Ia tidak ingin repot-repot untuk berpamitan pada Bastian.

Daddy I Hate HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang