33. how we almost had it all

473 61 27
                                    

i see the permanent damage you did to me
never again, i just wish i could forget when it was magic

Daun pintu segera ditutup kembali oleh Arawina begitu ia melihat sosok Kaivan berdiri di hadapannya. Namun dengan gerakan cepat, Kaivan berhasil menahan agar pintu itu tidak kembali ditutup.

"Ra, aku mau bicara," ujar Kaivan masih menahan daun pintu.

Arawina yang masih lemah tidak sanggup menahan tenaga Kaivan. Dengan terpaksa gadis itu membukakan pintu. Namun ia berdiri di tengah-tengah, masih mencoba menghadang Kaivan untuk masuk.

Jika Kaivan masuk ke dalam apartemennya, Arawina akan mulai mengingat lagi harum tubuh pria itu.

Jika Kaivan duduk di sofanya, maka Arawina akan mulai mengingat lagi setiap waktu yang dihabiskan mereka di sana.

Jika Kaivan berbicara padanya, maka Arawina akan membiarkan pria itu mempengaruhi pikirannya lagi.

Kali ini, Arawina tidak akan membiarkan semua itu terjadi.

Masih berdiri tegang, Arawina bertanya. "Kenapa kamu tahu aku ada di sini?" tanyanya ketus.

"Aku ke rumah orang tuamu. Mama kamu bilang kamu bersikeras balik ke apart. Memangnya kamu udah sehat?" Kaivan coba menyentuh kening Arawina namun gadis itu segera menepisnya.

Tidak menghiraukan pertanyaan Kaivan yang terdengar penuh rasa khawatir, Arawina balik bertanya. "Mau apa kamu ke sini?"

"Can we talk inside?"

"Apa pun yang mau kamu katakan, silakan katakan di sini," sergah Arawina menolak mentah-mentah permintaan Kaivan.

Tiba-tiba Kaivan menghampiri sang gadis dan memeluknya. Pria itu membenamkan wajahnya di leher Arawina.

Arawina merasakan basah di wajahnya. Ia kemudian menyadari bahwa itu adalah air matanya.

Hentikan, bodoh! Batin Arawina terus mengingatkan.

"I'm sorry," ujar Kaivan dengan suara serak. "Maaf karena aku nggak jujur dari awal. Maaf karena aku bertindak di belakang kamu. Maaf karena aku menyakiti kamu."

Arawina menahan isakannya. Ia bersumpah untuk tidak pernah lagi menangis untuk Kaivan.

"Maaf, Ra. Maaf. Maaf. Maaf," ucap Kaivan lagi dan lagi. Suara pria itu membuat hati Arawina hancur.

Kaivan menangkupkan kedua tangannya di wajah Arawina. Pria itu berusaha menangkap tatapan sang gadis. Namun Arawina mengalihkan pandangannya dan memilih memusatkan matanya ke lantai.

"Ra," ucap Kaivan lagi. "Tell me what to do. I'll do anything to make you forgive me," ucap Kaivan penuh penyesalan.

Setiap suara lirih yang diucapkan Kaivan seakan menghancurkan satu per satu lapisan pertahanan yang sudah Arawina buat. Pria itu terdengar sangat sungguh-sungguh dan putus asa.

Benarkah? Suara dalam kepala Arawina muncul.

Bagaimana kalau Kaivan hanya bersandiwara lagi? Bagaimana jika suatu saat ia berubah pikiran? Bagaimana jika pria itu berbohong lagi?

Arawina menggeleng. "There's nothing you can do," jawabnya hampir berupa bisikan. "Pergi, Van. Bukannya ini semua tujuan utama kamu? Untuk membatalkan perjodohan yang dipaksakan ayahku? Untuk menjauh dari aku?"

"Ra." Kaivan meraih tangan Arawina dengan kedua tangannya dan meremas erat. "Please, Ra."

Melepaskan tangannya dari Kaivan, dengan suara lirih Arawina menggeleng. "I'm sorry."

Daddy I Hate HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang