19. daddy issue

453 47 19
                                    

i wanna make you love me
then I wanna leave ya

"Udah aku bilang aku nggak mau ketemu siapapun," ujar Arawina dingin.

Setelah pertengkaran dengan ayahnya, Arawina langsung pulang ke apartemen tanpa mencoba menjelaskan apa yang terjadi pada ibunya yang sudah panik. Ia tidak punya tenaga untuk berbicara. Begitu sampai di apartemen pun, Arawina langsung saja meluapkan kesedihannya sendirian.

Tidak lama dari itu, Kaivan mengirim pesan dan mengajaknya pergi ke acara ulang tahun ayahnya. Namun dengan suasana hatinya yang sedang kacau, untuk bertemu orang lain saja rasanya sulit, apalagi harus bersikap normal.

Arawina hendak menutup pintu apartemen tanpa membiarkan Kaivan masuk. Namun pria itu menahan pintu dengan satu tangannya. "Kamu nangis?" tanya pria itu memperhatikan wajah Arawina yang basah dan mata merah.

Sontak saja Arawina menunduk untuk menyembunyikan wajahnya.

"Kamu nangis karena Sabrina?" tanya Kaivan lagi masih menahan agar daun pintu tidak tertutup. "Let me in, Vanilla. Talk to me."

"Aku ingin sendirian, Van. Tolong jangan ganggu aku," tukas Arawina. "And don't call me Vanilla."

Jika ada satu hal yang Kaivan tidak mengerti adalah bagaimana cara menuruti keinginan orang lain. Pria itu tidak pernah peduli pada orang lain dan selalu mengutamakan keinginannya sendiri.

Tanpa mempedulikan kalimat Arawina, dengan gerakan cepat Kaivan mendorong pintu agar lebih terbuka. Arawina yang terkejut mundur beberapa langkah hingga bisa membuat pria di hadapannya masuk ke dalam apartemen.

"Kaivan!" sentak Arawina marah. "Aku udah bilang--"

Tiba-tiba saja Kaivan yang sudah merangsek masuk ke dalam menarik tubuh Arawina dan memeluknya. Ia kemudian berkata dengan suara berat dan lirih, "I'm sorry for make you cry."

Tubuh Arawina seketika mematung. Ia hanya bergeming di tempat, membiarkan Kaivan mendekap tubuhnya. Seakan tubuhnya menjadi kosong. Pikirannya menjadi kosong.

Hanya ada aroma tubuh Kaivan dalam pikiran Arawina. Hanya ada hangat tubuh Kaivan memeluknya. Hanya ada suara lembut Kaivan memenuhi kepalanya. Gabungan semua itu menimbulkan perasaan yang tidak pernah Arawina duga.

Nyaman.

Setetes air mata jatuh di pipi Arawina. Gadis itu masih bergeming dalam pelukan Kaivan, tidak melakukan apa pun kecuali sibuk dengan pikirannya sendiri.

Kepalanya riuh, perasaannya campur aduk, tubuhnya lelah. Kehadiran Kaivan bagai sebuah sandaran bagi Arawina setelah menghadapi hari yang melelahkan. Pria itu tetap datang menemuinya meski Arawina sudah menolak. Pria itu tetap bersikeras masuk dan tiba-tiba memeluknya meski Arawina hendak mengusirnya.

Apakah yang Kaivan lakukan nyata? Bukan sekedar pura-pura? Bisakah Arawina benar-benar mempercayainya? Arawina ingin sekali percaya pada Kaivan.

Gue ga sengaja liat cewek masuk ke mobil kaivan. Gue ga sempet foto makanya gue mastiin ke elo. Soalnya itu cewek keliatannya kaya bukan lo.

Begitu pesan dari Pamela kembali muncul dalam pikirannya, Arawina segera melepaskan diri dari Kaivan. "Boleh aku minta tolong?" gumamnya dengan suara serak.

"Ya?"

"Please stop acting all nice. Kamu harus berhenti berpura-pura peduli sama aku." Arawina menegaskan meski suaranya terdengar lirih. Air mata kembali jatuh ke pipinya.

"I told you I wanna start again—"

"Stop lying to me!" bentak Arawina. "And stop lying to yourself! You don't want this. You don't want me! Please just go away! Stay away from me!" Gadis itu terengah setelah meluapkan seluruh emosinya pada Kaivan.

Daddy I Hate HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang