back to square one, where I started
as I stand here, broken-hearted
•"Kamu pulang aja, Van. Aku udah baikan, kok," perintah Arawina yang sudah duduk di sofa ruang tengah apartemennya.
Di dapur sang gadis, Kaivan sedang membuatkan teh hangat. Pria itu tidak menggubris perintah Arawina yang menyuruhnya pergi bahkan sejak saat di parkiran. Kaivan bersikeras untuk mengantar dan menemani Arawina di apartemennya.
Arawina menyentuh bibirnya pelan. Ia masih tidak yakin apakah ciumannya bersama Kaivan nyata atau hanya khayalan. Apakah ia sudah gila karena terus membayangkan ciuman bersama Kaivan?
Tapi rasa dari ciuman itu masih tersisa di bibir Arawina. Aroma tubuh Kaivan saat pria itu mendekapnya masih menguar dalam penciuman sang gadis. Lalu jantungnya yang belum kembali berdetak dengan normal menjadi tanda bahwa apa yang terjadi di parkiran itu nyata.
Ciuman itu benar terjadi? Batin Arawina masih bertanya-tanya.
"Aku bakal pergi setelah memastikan kamu baik-baik aja." Kaivan menghampiri Arawina lalu memberikan secangkir teh hangat untuk sang gadis.
"But I'm fine." Arawina bersikeras.
Gadis itu tidak tahan untuk tidak melihat ke arah wajah Kaivan dan mencoba membaca ekspresi sang pria. Apakah semua yang dikatakan Kaivan di parkiran tadi sungguh-sungguh atau hanya bagian dari kepura-puraannya? Apakah yang pria itu lakukan kini berdasarkan ketulusannya atau hanya sandiwara lainnya?
Seakan menjawab pertanyaan dalam diri Arawina, Kaivan duduk di samping sang gadis dan menyandarkan diri di bahunya. "I know you're fine," gumamnya. Ia lalu menelusupkan tangannya ke lengan Arawina. "Tapi aku yang nggak baik-baik aja. Aku capek. Can I stay here for a while?" tanyanya dengan mata setengah terpejam.
"Kamu nggak ada agenda lain?" Arawina balik bertanya.
"Ada," jawab Kaivan singkat.
"Terus kenapa masih di sini?"
Mendengar pertanyaan-pertanyaan Arawina membuat Kaivan mengangkat kepala dan melihat sang gadis dengan tatapan memicing. "Kok kamu kayaknya nggak mau banget aku ada di sini?"
"Bukan gitu, Van," kilah Arawina. "Aku cuma nggak mau ganggu kamu."
"Kenapa kamu berpikiran kalau kamu ganggu aku?" Alis Kaivan menyatu.
Arawina mengangkat satu bahunya. Ia mengulum bibir, ragu untuk menjawab. Namun tatapan sang pria di hadapannya semakin intens membuat Arawina pada akhirnya bersuara. "Kamu sendiri yang bilang aku menghalangi rencana kamu membatalkan perjodohan kita. Buat apa kamu repot-repot ada di sini kalau pada akhirnya kamu mau menjauh dari aku."
Kaivan menghembuskan napas panjang. Untuk beberapa saat pria itu terdiam, seperti sibuk dengan pikirannya sendiri. Namun tatapannya tetap tidak teralihkan dari Arawina.
Merasa tidak nyaman ditatap oleh Kaivan, Arawina memilih menundukan wajahnya. Ia memperhatikan cangkir teh yang dipegangnya untuk menghindari iris pria di hadapannya.
"Ra," panggil Kaivan. "Can we start from the begining?"
Pertanyaan Kaivan membuat wajah Arawina terangkat. Ia melihat ke arah sang pria dengan tatapan bingung.
"Aku tahu awal pertemuan kita meninggalkan kesan buruk buat kamu. Aku tahu hubungan kita rumit dengan semua perjodohan dan ikut campur keluarga," jelas Kaivan. "Tapi kita bisa mulai lagi dari awal. Just you and me, without any family and business drama."
"Maksudnya gimana, Van?" Arawina masih tidak mengerti.
Tiba-tiba Kaivan mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegak. Ia menghadap lurus ke arah Arawina. Tanpa diduga pria itu mengulurkan tangannya. "Kita mulai dari berkenalan," ujarnya. "Hai, aku Kaivan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy I Hate Him
عاطفيةKaivan Nataprawira, playboy dari keluarga kaya Nataprawira harus dijodohkan dengan Arawina Jovanka, gadis baik-baik dan penurut dari keluarga Jovanka. Namanya juga perjodohan, apalagi dengan orang yang tidak dikenal, tentu saja kedua orang itu menol...