21. this is me

503 54 18
                                    

i can't help but be wrong in the dark
cause i'm overcome in this war of hearts

Aroma rerumputan yang baru dipotong menguar ke dalam indra penciuman Kaivan begitu ia berjalan menyusuri jalan setapak menuju tempat yang selalu didatanginya. Langit cukup mendung meski udara masih terasa panas. Namun hal itu tidak mengurungkan niat Kaivan membawa Arawina ke tempat yang sering didatanginya hampir setiap minggu.

Ia sudah mengenal betul lokasi sekitar di sana. Pepohonan rindang yang menutupi jalan dan beberapa pohon kamboja yang sengaja ditanam di beberapa letak lahan pemakaman.

Entah kenapa begitu Arawina mengatakan ingin mengetahui sisi Kaivan yang tidak diketahui siapapun, ia langsung teringat dengan makam ibunya. Mungkin jika masih ada, Diana Nataprawira akan senang dengan keberadaan Arawina. Kaivan bisa membayangkan ibunya pasti menerima Arawina dengan tangan terbuka.

Tempat peristirahatan Diana Nataprawira berada di sebuah komplek pemakaman elit sedikit di luar Jakarta. Hampir setiap minggu Kaivan selalu menyempatkan diri mengunjungi makam ibunya untuk sekedar mengganti bunga dan mengirim doa. Jika ia sedang kalut, tidak jarang Kaivan menghabiskan waktu bercerita pada ibunya seakan ibunya itu bisa mendengar keluh kesahnya.

Di samping Kaivan, Arawina berjalan tanpa suara sambil memegang sebuah karangan bunga yang dibeli dalam perjalanan. Kaivan tahu Arawina sudah kebingungan sejak mereka masuk ke dalam tol luar kota. Namun sepertinya Arawina tidak berani banyak bertanya. Mungkin gadis itu sudah menebaknya begitu mereka masuk ke dalam komplek pemakaman.

Keduanya sampai di sebuah tanah petak yang masih kosong. Hanya ada satu makam di dalam sana. Petakan tanah itu ditutupi oleh bangunan hingga menyerupai atap. Bangunan itu mirip seperti sebuah gazebo yang terbuat dari marmer berkualitas terbaik.

Dalam nisan makam itu tertulis nama "Diana Nataprawira". Kaivan duduk di samping batu nisan milik ibunya itu. Ia menerima bunga yang dibawa oleh Arawina. Pria itu lalu mengambil karangan bunga di atas makam yang sudah layu dan menggantinya dengan yang baru.

"Ma, Kaivan datang lagi," ucap Kaivan pelan. "Kali ini aku nggak sendiri."

Saat Kaivan berbicara seakan mengajak ngobrol ibunya, Arawina hanya melihat ke arah sang pria tanpa suara. Gadis itu berjongkok di seberang Kaivan sehingga wajah pria itu bisa terlihat jelas. Gurat wajah Kaivan murung dengan iris yang berkaca-kaca.

"Aku sama Arawina, Ma. Cewek yang suka aku ceritakan," ujar Kaivan lagi. Kali ini Arawina menatap lurus ke arah pria itu dengan sedikit terkejut.

Kaivan menceritakan aku pada ibunya? Batin Arawina bertanya-tanya.

Dengan suara serak, Arawina menimpali. "Halo, Tante. Saya Arawina," ucapnya.

Kaivan terkekeh, "Kamu nggak usah ikutan gila karena ngomong sama kuburan."

"Siapa bilang aku ngomong sama kuburan? Aku lagi kenalan sama ibu kamu." Arawina berkilah. "Kamu tahu nggak? Ada sebuah kepercayaan di mana orang yang meninggal itu nggak benar-benar pergi ninggalin kita. Mereka masih bisa liat kita dari atas sana. Dan mereka akan senang kalau kita datang ke tempat peristirahatannya. Ada yang bilang juga sebenarnya mereka lagi dengerin kita di sekitar sini."

"Itu namanya hantu, Ra," kekeh Kaivan.

"Terserah kamu mau percaya apa enggak," sungut Arawina. "Tapi aku percaya Mama kamu sekarang ada di sekitar sini untuk dengerin kita."

Daddy I Hate HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang