38. is it over?

242 39 5
                                    

you're in the wind, i'm in the water
nobody's son, nobody's daughter

"Mbak, lihat Arawina di toilet, nggak?" tanya Kaivan pada Joselyn yang baru saja keluar dari sana.

Joselyn menggeleng. "Enggak lihat. Memangnya kenapa?"

Kaivan bergerak gusar. Sudah puluhan menit berlalu namun Arawina belum juga terlihat kembali. Ia kira Arawina sedang mengobrol dengan Riani atau Naradipta tapi keduanya juga belum melihat Arawina lagi. Kaivan coba menghubungi ponsel gadis itu namun tak ada jawaban.

"Arawina nggak bisa dihubungi," jawab Kaivan menahan kepanikan yang mulai melanda.

"Pulang duluan mungkin?" tanya Joselyn.

"Masa iya nggak bilang, Mbak?" sangkal Kaivan. "Tadi bilangnya cuma mau ke toilet."

"Tenang dulu. Mungkin dia lagi di luar atau handphone-nya ketinggalan di toilet. Aku cari lagi ke sana ya?" Joselyn menawari. Ia kemudian berjalan kembali menuju toilet.

Sementara itu, Naradipta yang melihat kegusaran Kaivan datang menghampiri. "Udah ketemu?"

Kaivan menggeleng. "Perasaan gue nggak enak, Dip," ujarnya. "Dia ke mana ya? Lo nggak ada lihat Sabrina datang ke sini, 'kan?"

Kaivan takut Sabrina masih menyimpan dendam pada Arawina, terlebih karena lamarannya malam ini. Seketika perasaan bersalah menghampiri Kaivan. Seharusnya ia tidak melamar Arawina di hadapan publik. Terlalu banyak orang yang tidak suka padanya dan akan menjadikan Arawina sebagai target untuk melemahkannya.

Naradipta menggeleng. "Kayaknya enggak," jawabnya. "Lo udah telepon dia?"

"Gue udah coba berkali-kali tapi nggak dijawab," ucap Kaivan.

Tiba-tiba Riani menghampiri dua pria itu. "Gue nggak lihat Arawina di luar. Tapi tadi kata petugas penerima tamu mereka lihat Arawina masuk ke lift."

Segera saja Kaivan berjalan keluar dari ballroom menuju ke elevator. Di belakangnya, Naradipta berkata, "Gue coba cek ke bagian keamanan. Siapa tahu dia terekam CCTV."

"Gue coba tanya-tanya ke orang sekitar," timpal Riani.

Ketiga orang itu berpencar. Kaivan menekan tombol elevator ke lantai bawah. Dengan tangan yang masih terus sibuk menghubungi Arawina, ia menatap layar monokrom dengan gelisah. Turun beberapa lantai saja rasanya lama sekali.

Begitu pintu terbuka, Kaivan segera keluar dan mengedarkan pandangan. Tidak ada siapapun di sana. Suasana sangat sepi bahkan Kaivan bisa mendengar napasnya yang menderu.

Kaivan tidak tahu ke mana harus pergi, jadi ia memutuskan untuk mengitari seluruh lantai. Ketika sampai di meja resepsionis, Kaivan melihat seorang pegawai dan langsung bertanya. Namun si pegawai itu tidak melihat Arawina keluar dari hotel. Kaivan menduga apakah Arawina masih ada di dalam hotel atau ia menggunakan pintu lain?

Memastikan lantai pertama aman, Kaivan berjalan ke lorong menuju parkiran. Ponsel tetap menempel di telinganya, berharap Arawina menjawab teleponnya dan kekhawatirannya ini akan berakhir.

Saat sampai di lorong, samar-samar Kaivan mendengar suara ponsel. Ia berjalan perlahan mencari sumber suara. Tidak lama ia mendengar suara ponsel itu terdengar dari dalam tempat sampah.

Dengan gerakan cepat Kaivan merogoh tempat sampah itu. Ia melihat tas yang dipakai Arawina di dalam sana. Benar saja, ponselnya pun ada di dalam tas itu.

Panik semakin menyerang Kaivan. Kepalanya kini mulai berpikiran yang tidak-tidak. Ia takut terjadi sesuatu buruk pada Arawina.

Cepat-cepat Kaivan menghubungi Naradipta.

Daddy I Hate HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang