35. light in the dark

644 59 31
                                    

everything is fine
when your hands is resting next to mine

Memasuki gedung rumah duka membuat Arawina seperti dicekik. Entah karena banyaknya orang di sekitar gedung atau karena paru-parunya mengecil, membuatnya kesulitan untuk bernapas. Ia terus menenangkan diri sambil berjalan memasuki salah satu ruang tempat persemayaman Yudhi Nataprawira.

Arawina berjalan bersisian dengan Sahna. Keduanya berpegangan, mencoba saling menguatkan. Namun sepertinya Sahna yang lebih terguncang daripada Arawina. Wajar saja, gadis itu mengenal baik keluarga Nataprawira, berbeda dengan Arawina yang baru satu kali bertemu Yudhi.

Sampai di depan ruang persemayaman, deretan karangan bunga sudah berjajar rapi sepanjang lorong. Di dalam ruangan tidak banyak orang. Mungkin keluarga membatasi akses hanya bagi kerabat dan orang terdekat. Sementara itu di depan gedung, para awak media sudah berkerumun menanti meliput berita kematian Yudhi Nataprawira.

Berdiri di ambang pintu, Arawina mencoba mencerna pikirannya. Ia tidak pernah bisa menghadapi situasi duka. Ke mana ia harus pergi? Siapa yang harus dicarinya?

Mata Arawina terpaku saat ia melihat Kaivan sedang duduk di salah satu deretan kursi. Arawina ingin melangkah untuk menghampiri pria itu namun kakinya seakan membeku di tempat. Ia hanya melihat dari kejauhan Kaivan yang sedang menatap nanar ke arah peti mati ayahnya.

Tanpa diduga, pandangan Kaivan beralih padanya. Kini keduanya saling tatap. Arawina masih diam di tempat sedangkan Kaivan bergerak menghampiri sang gadis.

Seketika saja Kaivan merangsek memeluk Arawina dan terisak dalam pelukan sang gadis. Bahunya naik-turun dan tangisnya pecah. Otomatis kedua tangan Arawina balas memeluk Kaivan. Tubuhnya tehuyung namun ia mencoba menopang tubuh Kaivan dalam pelukannya. Napas Arawina tercekat. Ia merasakan pipinya basah oleh air matanya sendiri.

"Ayah udah nggak ada, Ra." Kalimat itu yang terus diulang oleh Kaivan.

Menahan tangisnya, Arawina coba menguatkan pria itu. "Your father is in the better place now," ucapnya sambil mengelus punggung Kaivan.

"Aku nggak sempat minta maaf sama dia. He left thinking I still hate him," isak Kaivan.

"Aku yakin ayah kamu tahu kalau kamu sayang sama dia," ucap Arawina.

Kaivan melepas pelukannya. Ia menyapu air mata dari wajahnya dan terisak pelan. "I'm sorry. Aku nggak seharusnya asal peluk kamu."

"Hei." Arawina mengusap ujung mata Kaivan yang basah. "It's okay. Kamu boleh menangis dan berduka hari ini. But you have to come back stronger, okay?"

Hilang sudah semua perasaan marah dan sakit hatinya pada pria di hadapannya itu. Melihat Kaivan sedih dan terpuruk seperti ini menghilangkan semua perasaan buruknya itu. Kaivan sudah cukup tersiksa dengan kepergian ayahnya. Arawina tidak mau membebani Kaivan dengan masalah mereka. Biar hari ini Arawina menemani Kaivan yang sedang berduka.

Sudut bibir Kaivan tersungging mendengar kalimat Arawina. Ia mengangguk merespon kalimat itu. Setelah kondisinya membaik, Kaivan bertanya "Kamu ke sini sama siapa?"

"Sama Sahna," jawab Arawina. Ia baru menyadari Sahna sudah tidak ada lagi di sampingnya. Mungkin sahabatnya itu sudah menemui Joselyn atau Riani.

Tidak lama prosesi pemakaman pun dimulai. Sanak keluarga dan kerabat berkumpul untuk berdoa. Setelah itu, Abiyya yang maju dan menyampaikan terima kasih kepada pelayat yang hadir. Arawina menyempatkan diri juga bertemu dengan Joselyn dan Riani. Kedua temannya itu pun sama sedihnya.

"Makasih udah datang. Maafin ayah aku ya, Ra," ujar Riani saat Arawina datang dan memeluknya. Tangisnya pecah lagi. Gadis itu terlihat sama terpukulnya dengan kepergiaan ayahnya.

Daddy I Hate HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang