Bab 33.

2K 70 0
                                    

"Ini semua, kamu sendiri yang masak?" Mia takjub. Sewaktu tiba di kontrakan sudah ada beberapa hidangan di meja makan. Tidak mewah, tapi begitu berharga dan istimewa. Ada tumis kangkung, makaroni, tempe goreng dan sambal terasi. Elo memang handal soal masak. Sewaktu kuliah ia masak sendiri. Dan untuk membuka usahanya ia pun mendalami dan memperlajari hal-hal tentang memasak. Kini keterampilan memasaknya semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Elo tersenyum malu-malu apalagi ketika Mia tidak menyembunyikan kekagumannya."Ya, cepat mandi, selesai mandi kita makan." Elo gugup. Ia bahkan mengaruk tengkuknya. Tatapan Mia sangat menusuk dan mengelitiki hati. Ia benar-benar grogi! Mia membuatnya tak berdaya.

"Oke." Mia tersenyum dan cepat-cepat berjalan ke arah kamar. Sementara Elo menarik napas panjang, menetralkan degup jantungnya.

Semakin Mia menunjukan rasa cintanya, Elo merasa tidak mampu mengendalikan degup jantungnya.

Mia keluar dengan kondis yang lebih segar. Ia mendekati Elo yang tengah menyaksikan siaran bola. Ia lalu duduk di samping lelaki itu. Elo yang menyadari kehadiran Mia menatap lama dan tak ada niatan untuk kembali menyaksikan siaran.

Dahi Mia mengerut. Ia heran kenapa Elo tidak kembali melanjutkan tontonan dan justru menatapnya?

"Mau nonton dulu, atau makan?" Mia berusaha menyingkirkan situasi canggung yang tercipta. Elo seolah melompat keluar dari dunianya dan sadar beberapa detik kemudian setelah pertanyaan yang Mia lontarkan.

"Dua-duanya, makan sekalian nonton."

Elo sebetulnya kembali diserang rasa gugup. Susah payah ia menekan getaran itu. Tapi tidak bisa! Setiap kali melihat Mia dadanya berdetak kencang. Ia tahu ia menginginkan wanita ini secara gila-gilaan.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, keduanya makan sekaligus nonton. Mia tidak keberatan menyaksikan siaran bola, karena pada dasarny ia juga menyukai olahraga sepak bola. Sering, ia dan Yohan menonton siaran bola.

Selesai makan, Mia mengambil semua peralatan makan untuk dicuci. Elo senantiasa membantu meski hanya meletakan peralatan yang sudah dicuci pada tempatnya. Keduanya bekerja sama sehingga pekerjaannya dengan cepat terselesaikan.

"El." Mia memanggil lirih, kebetulan Elo tengah membelakanginya dan sibuk meletakan peralatan makan. Dia menolah, dan mengernyit ketika mendapati reaksi gugup Mia.

"Ada apa?" Elo menatap mata Mia dengan serius. Elo mengerti bahwa Mia ingin mengatakan sesuatu yang tentunya serius sehingga ia menuntun wanita itu ke arah sofa ruang tv.

Keduanya duduk, Mia masih dilingkupi rasa gugup. Sementara Elo menatap dengan rasa ingin tahu.

Sebelum mulai berucap Mia menarik napas panjang."Aku tahu kamu serius sama aku dan ingin membawa hubungan kita ke jenjang yang tentunya lebih serius! Tapi ..., "

Dahi Elo mengerut, macam-macam spekulasi mulai berkeliaran dalam isi kepala. Tentunya, hal–hal yang tidak mengenakan. Elo takut, Mia kembali ragu dengan hubungan mereka.

"Tapi ...,?" Elo tidak bisa menutupi kegelisahan hati. Lagi pula perkataan Mia mengundang spekulasi.

Mia menautkan kedua jari jempol, sebagai bentuk pengalihan rasa gugup. Ia kemudian menarik napas sebelum mulai menjelasakan,"Ini bukan tentang keragu-raguanku, bukan pula tentang ketidakpercayaanku akan hubungan kita, tapi ini menyangkut balas budi. Bisakah kasih aku waktu setahun dua tahun untuk membalas budi kak Yohan?"

Karena tahu Elo sangat serius dengan hubungan mereka, Mia takut ia tak bisa membalas budi sang kakak. Mungkin ini terdengar tidak masuk akal, tapi ia sedikit ragu, ketika berkeluarga, ia tentu lebih fokus mengurus keluarga kecilnya dan kemungkinan besar melupakan banyak hal, salah satunya bisa jadi sang kakak. Bagaimana pun Mia ingin membalas budi. Selama ini Yohan telah merawatnya dengan baik. Yohan bahkan sampai rela tidak melanjutkan study S1 demi kelangsungan hidupnya. Yohan benar-benar memberinya kehidupan yang layak. Dan memastikan ia menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Yohan bukan hanya menjadi seorang kakak, teman, serta sahabat, tapi juga figur ayah dan ibu ketika kedua orang tua mereka meninggal akibat kecelakaan! Jadi, ia hanya ingin membalas budi baik kakaknya.

CINTA YANG NYATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang