Bab 34.

2.2K 68 0
                                    

Sebagai lelaki sejati Elo sungguh-sungguh menepati janji. Dalam kurun waktu dua tahun, ia tidak menyentuh Mia. Hanya ada kecupan kening, pipi, bibir, dan pegangan tangan. Selebihnya tidak ada! Ia menghormati keputusan Mia.

Hasil yang ia peroleh dari kesabarannya adalah Mia yang setia, yang hanya mencintainya, dan tak ada niatan untuk berpaling. Wanita itu benar-benar mengabdikan cinta terhadapnya.

Dalam dua tahun itu pula, Mia melakukan seperti yang diucapkan. Setengah dari gajinnya diberikan kepada Yohan, itu pun melalui Sinta. Namun, hal itu tak luput dari kemarahan Yohan. Lelaki itu bahkan mengembalikan uangnya ketika Sinta memberitahukan perihal tersebut.

Lewat berbagai bujukan serta perselisihan akhirnya Yohan menuruti apa pun yang Mia lakukan. Wanita itu lebih keras kepala. Ia benar-benar mengalahkan Yohan hanya dengan air matanya.

Hal yang sampai sekarang Mia ingat dan tangisi adalah sikap Yohan. Dengan wajah tenang dan suara yang lembut Yohan berkata,'Kakak tidak memerlukan apa pun dari kamu, yang berupa material atau uang, cukup kasih kakak senyuman kamu, maka segalanya lunas. Jika kamu masih berkeras hati, belikan kakak sebungkus rokok, itu sudah cukup. Masa depan kamu masih panjang. Simpan uang itu untuk masa depan kamu. segala hal yang kakak kasih dan lakukan buat kamu, berasal dari dasar hati kakak yang paling dalam, kakak tulus dan ikhlas.'

Mia sangat bersyukur memiliki Yohan sebagai kakaknya. Lelaki itu tidak perna membiarkan ia kekurangan apa pun, baik kasih sayang maupun ekonomi, walau ekonomi mereka serba pas-pasan.

Mia sangat berharap, pada kehidupan berikutnya ia ingin tetap menjadi adik dari seorang Yohanes Alin.

"Kita mau ke mana, El." Mia masih hafal jalan yang sedang mereka lawati. Gang-gang ini, ia tahu ke mana tujuannya.

"Kosan kamu." Elo melirk sekilas sambil mengetatkan pegangan tangan mereka. Mobil yang ia kendarai dari hotel ke sini di perkir pada salah satu toko sebelum memasuki gang.

Mia tercengang dan mengikuti ke mana pun Elo membawanya. "Buat apa?" Mia mengerutkan dahi bingung. Apa tujuan Elo membawanya ke sini?

"Rahasi!"

Pembicaraan di antara mereka berhenti ketika Bu Karin, pemilik dari kos-kosan mendekat dengan senyuman lepas.

"Mia." mendengar nada lirih paruh baya itu hati Mia bergatar. Masa-masa kelam itu seketika berkeliaran dalam kepala. Sean, janinya. Semuanya hadir dan mengganggu. Rasanya tidak mengenakan dan menyakitkan.

Mia lalu memeluk parah baya itu dan membenamkan wajah pada pundaknya.

"Lukaku?" Mia bertanya serat.

"Lukamu ada dan akan selalu di kelilingi bunga-bunga yang indah, meski ia ada sebagai Luka."

Mia menarik diri lalu menatap paruh bayah itu dengan air mata yang bercucuran. Mia sangat berterima kasih karena Bu Karin mengizinkan Luka tinggal di tamannya yang dipenuhi bunga yang indah ketika ia memintanya.

Mia lalu melirik ke arah Elo. Lelaki itu tidak mengatakan apa-apa dan menatap tenang.

"Beliau ibu kos aku!"

Elo mengangguk sewaktu Mia memperkenalkan paruh baya tersebut kepada Elo.

"Aku tahu, Mia."

Mia tercengang. Sedang paruh baya itu tersenyum malu-malu dan berkata,"Sudah tiga kali pria tampan ini ke sini saat tanggal kematian Luka."

Mia lebih tercengang. Ia yang sebagai ibu kandung Luka tidak ke sini untuk mendoakan Luka. Ia hanya mendoakan anaknya dari jauh sedang Elo ke sini, meski ia bukan siap-siapa Luka.

CINTA YANG NYATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang