11. Butterfly effect?

55.6K 4.5K 61
                                    

As usual..
HAPPY READING CINGTAAAAA

Jalanan nampak masih basah, tetesan-tetesan air masih turun walau sedikit, kendaraan roda empat masih banyak berlalu lalang, meski jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

Tap!

Tap!

Tap!

Langkah kaki terdengar bersahutan seiring dengan si gadis yang terus berjalan. Ia nampak berlari kecil dengan tangan terangkat untuk melindungi kepalanya dari tetesan air itu.

Dress putih tulang simpel selutut di balut dengan jaket levis, rambut panjang hitam tergerai, dengan sepatu sneakers berwarna senada namun telah kotor karena percikan air hujan.

Bianca menyesali kecerobohannya yang lupa membawa handphone, padahal niat ingin berjalan-jalan menikmati waktu malam hari.

"Pasti Ayah khawatir tidak menemukanku di rumah," gumamnya, ia juga sudah berjalan terlalu jauh, salah Bianca juga yang tidak melihat perkiraan cuaca hari ini.

Alhasil ia terjebak hujan.

Kakinya terus melangkah, angin malam terasa begitu dingin, walau sudah memakai jaket namun tetap terasa.

Memasuki belokan yang akan menuju ke rumahnya, jalan itu sudah nampak sepi, walau banyak lampu jalanan, tapi mungkin karena hujan orang-orang enggan untuk keluar.

Dari kejauhan, gadis itu melihat sesosok yang berjalan tertatih, dahinya mengernyit, memilih menghampiri sosok itu. Bianca tidak takut karena melihat kaki orang itu menapaki tanah.

"Hai, kau baik-baik saja?" tanya Bianca saat sudah sampai di dekat orang itu yang ternyata seorang gadis

"Eh, Naqila?" ujarnya seperti pertanyaan, ia melihat penampilan gadis itu yang sangat buruk, banyak luka lebam di tangan serta wajahnya.

Dengan segera ia memapah gadis itu yang nampak sangat lemah, air matanya menetes, ia menatap Bianca sayu. "To-tolong aku..," lirihnya.

Bianca mengangguk, ia tak bisa menelpon ambulan atau apa untuk membawa gadis ini ke rumah sakit. Tapi dirinya akan membawa Naqila kembali ke jalan raya, siapa tahu masih ada taxi yang lewat.

"Duduk di sini," katanya seraya membantu Naqila perlahan duduk di halte bus yang tidak jauh dari belokan tadi.

Matanya mengedar, ia menatap sekeliling, menemukan masih ada toko yang masih buka, Bianca segera menatap Naqila lagi.

"Tunggu di sini, aku akan membeli obat untuk lukamu," ucapnya, ia segera berjalan ke arah toko itu.

Sepuluh menit kemudian, Bianca kembali lagi, ia duduk di samping Naqila, membuka kantong berwarna putih yang ia pegang.

"Aku akan mengobatinya, tahan sedikit." ujarnya sembari mengobati luka di wajah dan tangan Naqila. Terakhir gadis itu mengoleskan salep yang dibelinya.

"Nah, selesai."

Keadaan menjadi hening, meski penasaran apa yang terjadi dengan pemeran utama ini namun Biaca tahan. Sebaliknya ia mengingat-ingat, apakah ia pernah menulis tentang Naqila yang terluka di tengah malam begini.

"Aku dipukuli oleh Ayah tiriku."

"Ha?" Bianca menoleh, ia menatap Naqila yang menatap lurus ke depan

"Ini bukan sekali dua kali, tapi pukulan ini yang paling parah. Aku tidak tahu alasannya, mungkin karena itu memang sifatnya," kekeh gadis itu miris, air merembes keluar dari pelupuk matanya.

Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang