Renfal menoleh ke arah Cahir yang terlihat kebingungan. Dia berkata dengan nada sopan yang formal. "Tuan Cahir, maafkan kelancanganku. Harusnya aku mengenalkan kalian berdua."
"Apa maksudmu, Renfal!" Cahir menyalak padanya. "Kamu bilang tidak akan ada curiga pada kita."
Renfal mengangkat kedua bahunya dengan santai. "Aku pernah bilang padamu. Hanya ada satu orang yang bisa menghalangi rencana-rencana brilianku."
Cahir mendesis padanya. "Dia hanyalah seorang pengawal pangeran."
Renfal menggeleng, "Salah. Dia bukan orang biasa, dia adalah Ratuku." Dia menoleh ke arahku dan memberikan bungkukan hormat. "Aku memberi salam pada Ratu Melione."
Sudah cukup basa-basinya. Aku melangkah dan berlari ke arah mereka berdua.
Sayangnya, mereka membaca pergerakanku dan berlari ke arah jendela terdekat dan melompat keluar. Aku melompat keluar dan mengikuti mereka.
Dasar pengecut.
Mereka berdua berlari dengan cepat menuju ke arah hutan gelap didepan mereka. Aku mengayunkan pedangku, melemparkannya ke arah mereka. Satu pedangku mengenai tepat ke punggung Cahir. Tapi, Renfal lolos dari bidikan pedangku satunya.
Saat aku melewati jasad Cahir, aku menarik pedangku tanpa berhenti sama sekali. Berusaha mengejar Renfal. Hingga aku mulai masuk kedalam kegelapan hutan. Sebuah belati berdesir melewati sisi wajahku. Menancap tepat pada batang pohon yang tidak jauh dari hadapanku. Seseorang telah mengejarku, aku bisa merasakan langkahnya yang gesit mendekat. Berbalik, aku mengayunkan pedangku.
Bilah pedangku yang lengkung bertemu dengan sebuah bilah pedang lurus. Dentingan nyaring senjata kami terdengar nyaring di seluruh hutan senyap yang mengelilingi kami. Total dari mereka adalah lima prajurit yang berpengalaman.
Mereka menyerang dan memegang senjata tanpa ada keraguan sama sekali.
Apalagi seorang prajurit yang berada di hadapanku. Dia meringis marah padaku. Aku pernah melihatnya, dia adalah orang kedua Cahir. Menarik pedangnya, dia mulai menyerangku dengan penuh tenaga dan kemarahan. Namun, dia adalah seorang yang berpengalaman dan terlatih. Membutuhkan waktu untuk mengalahkannya.
Sayangnya, empat prajurit yang dia bawa. Juga mulai menyerangku secara bersamaan. Aku berputar, menjatuhkan jubah dan tas perbekalanku. Lalu, mulai menyerang mereka. Satu pedangnku menghadang prajurit di sisi kiriku, sedangkan satu pedangku yang lain mengiris prajurit yang berusaha menusuk rusukku.
Orang kedua Cahir memberikan sebuah pukulan yang telak. Menyerangku dari belakang dan menendang tulang keringku, hingga aku jatuh berlutut. Berguling, aku berusaha menahan serangan mereka dengan menyilangkan kedua pedangku di atas kepalaku.
Saat mereka bertiga berusaha menekanku, aku melihat kobaran api yang menyembur dari balik punggung mereka—membakar bagian belakang tubuh mereka. Berikutnya, Sang Raja berada dihadapanku. Dia menarikku hingga aku berdiri. "Harusnya, aku tidak mempercayaimu." Suaranya setengah panik dan marah. "Kamu tidak pernah mematuhi apapun perkataanku." Dia mulai menarik satu pedang dari tanganku. Sentuhan singkatnya mengirimkan sensani hangat menggelitik pada telapak tanganku.
Berikutnya, dia berbalik dan mulai mengayunkan pedangnya ke arah para penyerangku. Melindungiku sepenuhnya di balik tubuhnya. Aku tidak bisa melewatkan kesempatan ini.
Aku berbalik darinya—berlari memasuki bibir hutan.
Renfal tidak akan lolos.
Aku akan menangkapnya.
Saat aku mencapai bibir hutan, dua lengan memeluk tubuhku. Lengan itu menarikku dengan kekuatan yang besar. Kehangatannya melingkupi tubuhku seutuhnya. Satu tangannya terulur dan membakar sebuah pohon yang tepat hadapan kami. Api kuningnya berkobar menelan pohonnya secara utuh. Berikutnya, dia menyeretku melaluinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Darkest Moon (Moon Series #3)
FantasySemuanya berawal dari keserakahan. Menciptakan sebuah kegelapan yang mencemari apapun yang ditinggalkannya. Bahkan kegelapan itu telah mengerogoti tubuhku secara perlahan-lahan, membusukkan tubuhku dari dalam. Tidak banyak waktu yang terisa untukku...