Bab 48: Penantian

30 8 3
                                    

Beberapa minggu kemudian


Tarik napas.

Keluarkan.

Tarik napas.

Keluarkan.

Sekarang aku mengerti, kenapa Roan sangat menyukai mengepalkan tangannya di atas sandaran lengan singgasanannya. Kenapa bibirnya cemberut karena kesal dengan tingkah salah satu menterinya yang menyebalkan.

Mohan memberiku senyuman ejekan dari tempatnya berdiri—tepat dibawah mimbar singgasanaku. Wren duduk di atas tahta kecil yang sebelumnya milik Cahir.

Sementara Dusan dan Alois selalu mengikuti perintahku, Mohan sebaliknya. Aku harus mengerahkan kesabaran yang ekstra untuk menanganinnya.

Mohan masih saja menyampaikan keberatannya. Berceramah panjang lebar sambil mondar-mandir dibawah mimbarku. Dusan dan Alois tampak bosan, sementara Wren terlihat setengah tertidur. Baelyn yang berada di bawah tangga mimbar, terlihat kesal dengan ocehan Mohan.

Aku berdiri dari singgasanaku. "Sudah cukup." Ucapku tajam. Aku mulai beranjak turun. Jika aku berada disini lebih lama mendengar ocehan Mohen, maka aku bisa menjadi ledakan emosi yang mengerikan.

Baelyn mengikutiku, saat aku tiba di dasar mimbar. Tanpa menatap Mohan, aku melewatinya. "Kita akan membicarakan ini dua hari lagi,"

Aku memberikan anggukan hormat pada Dusan dan Aloir. Lalu, berjalan cepat meninggalkan aula. Ketika aku berbelok, Wren telah menyusul dibelakangku. "Tidak adakah cara untuk membuatnya diam dan menurut?" Tanyanya kesal. Berikutnya, terdengar gumaman yang menguap.

"Aku akan memikirkannya." Menghentikan langkahku, aku berbalik. Pandanganku tertuju pada Baelyn. "Selidiki semua aset Mohan, aku ingin mengetahui seberapa bersih reputasinya."

Kilauan minat yang liar tercermin didalam mata Baelyn. "Aku akan melakukan secepatnya, Ratu." Dia memberiku bungkukan hormat, lalu berbalik pergi meninggalkan kami.

"Astaga," Wren mengeluh. "setidaknya beri dia waktu untuk istirahat."

Aku menyipit ke arahnya. "Kalau begitu, kamu seharusnya membantu pekerjaannya." Sindirku tajam. "Jangan pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan semalam."

Wren mengangkat kedua tangannya tepat depan wajahku. "Baiklah, baiklah." Jawabnya waspada. "Aku akan menyusulnya." Dia segera berbalik dan berlari menyusul Baelyn.

Sekarang aku mengerti, kenapa Roan selalu kesal padanya. Walaupun Wren memang menyukai kehidupan yang bebas. Tapi, terkadang kehidupannya itu membuatnya kelewatan batas. Walaupun aku sering memarahinya, tapi aku masih menjadi favorit Wren untuk diajak bicara. Jika saja aku tidak terlahir sebagai anak tunggal serta pewaris Kerajaan Lorath. Pasti aku menganut kehidupan bebas seperti Wren.

Aku berbalik dan melanjutkan langkahku. Melewati lorong-lorong familiar dengan setiap obor berpenerangan oranye yang lembut.

Sepertinya, dia dalam suasana hati yang baik.

Akhirnya, aku mencapai ruang kerja pribadinya, tunggu. Ralat. Ruang kerja milik kami. Meraih kenop pintunya, aku membukanya dalam satu tarikan yang cepat. Aku menyerbu masuk kedalam.

Roan sedang menekuni beberapa dokumen-dokumen yang baru saja dia ambil dari Orion pagi tadi. Dua detik kemudian, dia mendongak ke arahku.

Senyuman ejekannya langsung merekah. "Mohan?" Dia bertanya sambil memainkan pulpen mahalnya yang berkilauan berkat sinar matahari terik yang merembes dari jendela dibelakangnya.

The Darkest Moon (Moon Series #3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang