Beberapa Bulan Kemudian
Menarik napas dalam-dalam, aku meraih kenop pintu ruangan kerjaku.
Pintu terbuka dengan deritan pelan. Perapian disusut menyala dengan penerangan lembut—warna oranye mendung yang mati-matian aku buat tetap stabil. Jika aku tidak menjaga nyala apinya tetap tenang, dia akan mengetahuinnya.
Dia selalu mengetahuinnya.
Pasangan jiwaku, Melione.
Ruangan didalamnya remang-remang, dia hanya membiarkan perapian sudut menemaninnya sebagai penerangan. Aku pernah sekali bertanya padanya, kenapa dia selalu menggelapkan ruangan kerja kami—awalnya ruang kerja pribadiku—karena keengananku untuk membiarkan dia memiliki ruang kerja yang terpisah, aku dengan senang hati memindahkan beberapa peralatan dan toples-toples ramuanku ke ruangan lain—ke kamar tidur Ratu yang dibiarkan kosong untuk menampung barang-barangku yang dipindahkan dari sini.
Siluetnya berpendar dalam kegelapan. Aroma mint segar dan delima berhembus tipis di udara sekililing ruangan ini. Sementara, aroma lain yang berbau seperti mawar ivory bermekaran—menguar lebih pekat dan kuat—mengalahkan aroma asli milik pasanganku.
Dia bergerak pelan di atas kursi malasnya yang menyamping di sisi balkon dengan pemandangan langit malam berbintang. Sebuah selimut tebal, terhampar di atas perutnya yang membesar. Kedua matanya tertutup dengan santai, gumaman lembut terdengar dari bibirnya.
Menurut Edna, tinggal satu minggu lagi sebelum persalinannya. Pemikiran itu membuatku ketakutan sekaligus bersemangat. Aku penasaran, apakah mereka berdua mewarisi wajahku atau ibu mereka. Dan Edna sudah memastikan, bahwa mereka berdua adalah laki-laki.
Beruntungnya, Wren dan Baelyn memudahkan pekerjaannya untuk memerintah Kerajaanku. Semuanya berjalan dengan baik—semua rakyatku, menerimannya, mencintainnya, dan menyayanginya. Walaupun dia masih, kesal karena tingkah Mohan—salah satu menteriku sebelumnya yang mendukung Cahir. Aku akui dia memang menyebalkan. Tapi, aku yakin itu menghiburnya. Malahan, jika Mohan tidak mengesalkannya. Aku yakin Melione akan bosan karena betapa mudahnya dia memerintah dan mengatur seluruh Kerajaanku—dia melakukannya lebih baik dariku.
Yah, memerintah Kerajaan bukanlah keahlianku.
Sejak kecil, aku sama sekali tidak tertarik dengan urusan Kerajaan dan lebih memilih mendengarkan ibuku menjelaskan kegunaan tanaman obat dan membuat ramuan.
Gaun peraknya berdesir dibawah selimutnya—dia merasakan kehadiranku. Dengan gestur malas, dia menoleh padaku. Masih tidak mengangkat kepalanya dari sandaran kursi malasnya.
Inilah dia.
Aku harus mengatakan padanya.
Bola mata peraknya yang berlinang menatapku dengan pandangan tanya. "Apa yang membuatmu begitu terganggu?"
Sial, dia mengetahuinnya.
Bahkan ketika aku telah berusaha untuk menutupinnya,
Tapi, jika aku tidak memberitahunya. Dia akan lebih marah padaku. Dan aku tidak ingin menghadapi kemarahannya. Apalagi, saat ini. Ketika Edna menekankan aku bahwa aku tidak boleh menyebabkan suasana hatinya berubah menjadi drastis. Hal itu bisa mempengaruhi anak-anak kami yang ada didalam kandungannya.
Aku tidak ingin membahayakan mereka bertiga.
Aku juga tidak ingin membunyikan kebenaran ini darinya.
Ini tentang temannya.
"Roan." Suaranya seperti hembusan angin lembut yang dingin—membelai kulitku seperti sentuhan miliknya yang sejuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Darkest Moon (Moon Series #3)
FantasySemuanya berawal dari keserakahan. Menciptakan sebuah kegelapan yang mencemari apapun yang ditinggalkannya. Bahkan kegelapan itu telah mengerogoti tubuhku secara perlahan-lahan, membusukkan tubuhku dari dalam. Tidak banyak waktu yang terisa untukku...