Bab 34: Sebuah Pengorbanan

105 18 2
                                    

Renfal sedang mengejekku, tentu saja.

Panggilannya adalah ejekkan untukku.

Bungkukannya adalah ejekkan untukku.

Apapun yang dia lakukan adalah untuk mengejekku. 

"Aku yakin kamu sudah sekarat, Ratu Melione." Ucapnya mencoba berbasa-basi. "Kenapa tidak menyerah dan menerima ajalmu?" 

Aku berdecak keras. "Aku akan menerima ajalku setelah aku membunuhmu." 

Renfal menggelengkan kepalanya dengan lambat. "Bahkan dengan kematianku tidak mengubah apapun, Ratu. Aku telah menyempurnakan kegelapan itu sendiri." Tangannya menunjuk ke arah Rydell dan kerumunan para Elf yang tercemar mengelilingi kami. "Kamu bisa melihatnya sendiri sekarang. Mereka semua patuh padaku. Dan seseorang selain Fae bisa menguasai kegelapan."

"Benarkah?" Aku bertanya dengan ekspresi terkejut yang dibuat-buat. "Berapa lama dia bertahan?" Pandanganku beralih pada Rydell. "Apakah dia menjelaskan padamu. Jika kamu menggunakan kegelapan itu untuk menyerang, kegelapan itu akan menggerogoti kekuatan dan jiwamu? Kamu bahkan tidak bisa menyembuhkan dirimu sendiri." Aku mengingatkan. "Para Elf tidak memiliki kemampuan menyembuhkan diri."

Rydell seketika berbalik pada Renfal. Melemparkan tatapan tajam yang menuntut kepastian.

Renfal memutar bola matanya. "Kamu belum merasakan apapun, nak." Ucapnya santai. "Aku sudah menyempurnakan kegelapan  yang kuberikan pada tubuhmu." Dia beralih ke arahku. "Sekarang, habisi mereka." Perintahnya pada siapapun yang mendengarkan. 

Para kerumunan itu menggeram marah dan maju menerjang ke arah kami.

Aku merasakan pepohonan dibelakang kami mulai bergemuruh. Dari sudut pengelihatanku, api biru mulai berkobar dengan ganas. Aku melangkah mundur, mendapati Renfal dan para pengikutnya yang memandang perlawanan kami seperti sebuah tontonan menarik.

Aku tidak akan mengalihkan pandanganku dari mereka. Sebisa mungkin aku menahan pelindung tetap utuh agar dua Raja dibelakangku tidak terjemar oleh kebusukan.

Sekali kegelapan memasuki tubuh mereka, maka kebusukan akan menyebar dan menggerogoti kekuatan dan jiwa mereka hingga mereka tidak memiliki kendali atas dirinya sendiri.

Aku melihat kelebatan hitam menukik dari atasku. Berikutnya, Phobos masuk kedalam pelindung dan mendarat dibelakangku. Dia memekik padaku, seperti memerintahkan aku agar naik ke punggungnya.

"Bawa Alor pergi, Phobos." Hanya salah satu dari kami yang bisa pergi.

"Alor!" Roan memanggil. "Naiklah ke punggung Griffin itu dan panggil semua prajuritmu kesini."

Sepertinya, Roan bisa membaca pikiranku.

"Tapi, aku tidak bisa meninggalkan kalian." Ucapnya tegang.

Jari-jariku mulai gemetaran.

"Pergilah!" Roan memaksanya.

Aku melihat Rydell berlari mengitari pelindung kami. Mengikuti pergerakannya, aku berbalik dan menemukannya sedang berusaha menghadang Alor untuk meraih Phobos. Para kerumunan Elf tercemar yang diserang Alor telah ditundukkan dengan lilitan rerumputan memanjang keluar dari kubah perlindunganku. Berikutnya, Roan membakar mereka hingga menjadi debu. Aroma hangus yang pekat menyerbak di sekeliling kami.

Bahkan, dia juga membakar beberapa pepohonan yang tidak jauh dari jangkauannya. Beberapa pohon mulai runtuh dan menyenggol lainnya, mengirimkan jilatan api biru seperti susunan domino yang runtuh.

Dia sedang membuat jalan keluar untuk kami.

Ryder melemparkan asap hitam pada sepupunya dari luar kubahku. Aku bergerak dan menghadang tepat didepan Alor. Kegelapan itu terpental dan berbalik arah kembali ke pemiliknya. Dia menangkapnya dengan telapak tangannya dan melemparkan pandangan kemarahan padaku. "Kamu tidak akan bisa melindungi mereka, Ratu."

The Darkest Moon (Moon Series #3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang