Alei hanya mendesah panjang dan berjalan melewatiku. Basah dan kelembapan mengikuti langkahnya, ketika dia bergerak melewatiku. "Tahukah kamu, berapa lama aku harus melacak aromamu mengelilingi jalanan di sekitar sini. Kepalaku pusing karena aroma memuakkan dan polusi disekitarku." Aku berbalik dan mengikuti langkahnya. Dengan gerakan lunglai, dia naik ke atas kursi dan membuka bungkusan roti serta minuman yang ada di permukaan meja konter.
*Pict hanya ilustrasi
Dia melahap semuanya dengan satu suapan besar.
Wajahnya yang sebelumnya memang terlihat menggembung, kini terlihat seperti seekor ikan buntal yang mengembang.
Aku mengambil duduk di sampingnya. "Kenapa kamu seperti ini?" Alei yang berada di hadapanku bukanlah Alei yang aku kenal. Dia terlihat pucat, wajahnya terlihat lebih lebar. Apapun yang ada pada dirinya saat ini terlihat menyedihkan. Seperti sebuah cahaya terang yang telah diredupkan. Wajahnya penuh dengan perasaan putus asa.
Dia mengunyah rotiku sambil memandang tembok di hadapannya. Pandangannya seperti menerawang jauh dari sini. "Aku telah dihukum," Suaranya terdengar letih. "terjebak pada bentuk ini. Sampai aku bisa menemukan pemimpin para gurita sialan itu." Masih ada sisa-sisa kemarahan di dalam keletihannya.
"Keluargamu mengambil kekuatanmu?"
Dia menoleh padaku, lalu melirik ke atas buku-buku jarinya yang memar. "Setidaknya, tinjuku masih berfungsi." Seperti teringat sesuatu yang penting, dia menambahkan. "Jangan katakan siapapun tentangku, Elle. Aku tidak mau orang luar mengetahui bahwa aku telah dihukum keluargaku sendiri menjadi seperti ini."
Alei dengan tingkah pemberontaknya yang tidak pernah berubah. Senyuman ringan tersinggung di atas bibirku.
Dia juga ikut tersenyum bersamaku. "Cukup dengan masalahku." Gumamnya ringan. Seola-olah permasalahannya bukanlah masalah besar. "Bagaimana kabarmu?" Hidungnya mengendus ke udara. "Kamu tidak mungkin membawa pria sembarangan masuk kedalam kubangan kecilmu. Jangan pikir karena mereka mengambil kekuatanku, mereka juga mengambil ketajaman inderaku."
Aku terkekeh karenannya.
Alei mengangkat satu alisnya padaku dengan raut menilai. Pandangannya mulai menelusuri kulit lenganku yang terkespos, "Kamu telah sembuh." Dia mengerjap selama beberapa saat. "Ya, ampun. Harusnya aku menyadarinya." Dia berbicara pada dirinya sendiri. "Siapa yang menyembuhkanmu?"
"Pria yang menerobos masuk kedalam kubangan kecilku."
Alei tergelak dengan perkataanku. Walaupun dia terlihat letih dan putus asa, tapi suara tawanya masih terdengar nyata dan menghibur.
"Tidak mungkin, dia hanya sekedar 'pria' " Alei mengangkat kedua tangannya dan membuat gestur tanda kutip.
"Dia pasangan jiwaku." Aku mengakui dengan malu-malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Darkest Moon (Moon Series #3)
FantasySemuanya berawal dari keserakahan. Menciptakan sebuah kegelapan yang mencemari apapun yang ditinggalkannya. Bahkan kegelapan itu telah mengerogoti tubuhku secara perlahan-lahan, membusukkan tubuhku dari dalam. Tidak banyak waktu yang terisa untukku...