Napas hangatnya yang teratur berhembus tepat di ujung kepalaku. Menerbangkan beberapa helian rambutku. Kedua lengannya masih memeluk tubuhku.
Lebih tepatnya beristirahat di pinggulku—menjagaku tetap dekat dengannya.
Perlahan, aku beringsut mundur dan mendongak. Memandangnya.
Roan masih tertidur. Sangat nyenyak, hingga dia sama sekali tidak menyadari pergerakanku. Wajahnya terlihat damai. Tidak ada kerutan pada dahinya. Bibirnya yang penuh separuh terbuka. Dia terlihat....
Damai.
Aku mengistirahatkan tanganku di satu sisi wajahnya. Mengusap pipinya dengan gerakan pelan. Mengawasinya selama beberapa saat.
Matanya masih tertutup, napasnya yang hangat masih berhembus teratur. Namun, lilitan tangannya pada pinggulku semakin mengencang. Menarikku kembali mendekat—menghimpit tubuhku dengan tubuhnya yang mulai memanas. "Menikmati pemandangan?" Suaranya terdengar seperti gumaman malas.
Perlahan, kedua matanya terbuka.
Sinar matahari yang telah meninggi dibelakangku menyinari sebagian besar kulit mahogany miliknya yang bersinar keemasan. Aku tidak bisa berhenti untuk memandangi keindahannya. "Biasanya, aku tidak tidur sampai siang." Ucapnya masih dengan gumaman malas. "Tapi karenamu, kurasa aku bisa mulai bermalas-malasan."
Aku terkekeh pelan. "Apakah Baelyn dan Wren selalu menganggumu?"
Dia mendesah pelan. "Biasanya." Tangannya mulai naik, menyapu lekukan kulit punggungku. Sapuan jari-jarinya mengirimkan sensasi menggelitik menyenangkan yang membuat inti tubuhku berdenyut-denyut.
Erangan pelan keluar dari bibirku. Dia tersenyum puas karenanya. Iris emasnya berkilat-kilat sementara pupil merahnya berpendar. Wajahnya semakin dekat dengan wajahku. Dia hendak menindih tubuhku.
Kali ini, aku tidak akan membiarkannya.
Karena sekarang, giliranku.
Kedua tanganku menahan dadanya. Mendorongnya hingga terlentang. Aku naik ke atas tubuhnya dan memberikan seriangan ular yang biasa aku pamerkan padanya. "Sekarang, giliranku."
Dia hanya tertawa pelan. Kedua tangannya terulur padaku. "Apa kamu akan mengikatku juga?"
"Tergantung," Aku memberinya senyuman menggoda. "Jika kamu menganggu kesenanganku. Mungkin aku akan mengikatmu."
Walaupun kami telah melakukannya berkali-kali, selama semalaman. Tapi, aku masih saja gugup. Jantungku berdegup kencang. Tubuhku gemetaran karena kebutuhan dan gairah yang telah memuncak.
Sudut mataku menangkap perubahan pada satu bagian kulitnya. Pandanganku turun, menelusuri kulit dadanya. Tepat di atas kulit jantungnya, ada tato baru berbentuk matahari dikelilingi sulur meliuk-liuk yang berujung runcing, dengan bulan sabit yang memeluk dari bawahnya.
Satu tangannya terangkat, mendarat di atas kulit jantungku. Mengusap kulitku dengan sentuhan lembut. "Sekarang," Desahnya parau. Aku bisa merasakan miliknya kembali menegang di bawahku. "Kita telah terikat." Dia terdengar lega.
Alisku terangkat. Aku memiringkan kepalaku. "Kalau begitu, apakah aku bisa berpindah melalui api sepertimu?" Rasa penasaran menggelitik ujung pemikiranku.
Kilatan penasaran, terpancar dari wajahnya. "Kenapa tidak mencobanya?" Tanyanya menantang. Dia bergerak, mencoba bangkit. Lalu, duduk bersandar pada kepala tempat tidur. Wajahnya mendekat padaku. "Jika kamu bisa melakukannya. Maka, aku juga bisa memanggil sayap dan tanduk yang sebelumnya kamu berikan padaku."
Aku menghembuskan napas panjang di hadapan wajahnya. Tanganku menyibakkan helaian rambut yang menutupi pelipisnya. "Aku meragukannya," Aku berbisik padanya. Menjaga nada suaraku agar tidak terdengar sedih. "Sayap dan tandukku, hanya muncul ketika aku berada disekitar wilayah Kerajaanku. Pada saat-saat kekuatanku berada di puncaknya."
![](https://img.wattpad.com/cover/373248093-288-k192788.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Darkest Moon (Moon Series #3)
FantasySemuanya berawal dari keserakahan. Menciptakan sebuah kegelapan yang mencemari apapun yang ditinggalkannya. Bahkan kegelapan itu telah mengerogoti tubuhku secara perlahan-lahan, membusukkan tubuhku dari dalam. Tidak banyak waktu yang terisa untukku...