Terluka

8.6K 289 12
                                    

Karena aku baik hati dan tidak sombong, aku up lanjutan kemarin. Jangan lupa tinggalin vote dan komen. Oh iya, kalo aku jual pdf-nya ada yang mau beli, gak? Lengkap sampe Papjend punya anak. 😂Atau yang mau tanya-tanya bisa DM ke instagram aku di bio.




Belum setengah perjalanan, Jendra menepuk kepalanya pelan. Di kursi belakang, dua kotak bento yang tadi dibelinya tidak terbawa Narumi. Dengan tergesa, pria itu kembali, walau menejernya kembali menelepon.

"Pak, bagaimana ini? Klien sudah tidak mau menunggu," keluh menejer di seberang telepon.

"Terserah, Han. Kamu mau bagaimanakan, saya sudah bilang tidak bisa tepat waktu. Saya minta kamu hendel dulu, sebisa kamu. Atau bila perlu jadwal ulang pertemuannya."

"Baiklah, Pak. Saya tidak janji bisa melobi mereka, Pak," cemas pria bernama Handi itu.

"Ya, saya percayakan sama kamu, Han. Ya, sudah!" Jendra lekas mematikan telepon untuk putar balik.

Sementara, di kediaman Narumi, gadis itu sudah pasrah di bawah Janu. Rasa panas dan nyeri yang dihasilkan pergesekan milik Janu dan miliknya, Narumi sangat tidak menikmati. Yang ada, hanya Janu yang terus memompa bak orang kesetanan.

"Kenapa kamu diam, ha? Hujaman milikku kurang enak? Shit!" umpat Janu saat kejantahanannya seperti diperas kuat milik Narumi.

Janu masih terus menggerakkan bokongnya liar. Dia meracau tak tentu arah, merasakan miliknya akan segera mencapai puncak. Bahkan, ia tak terlalu peduli, saat pertama kali menghujam tadi, bercak darah segar bercampur dengan cairan mereka.

Narumi menggigit bibirnya yang berdarah. Dia tidak bisa berpikir sekarang. Atau memang setelah ini, ia hidupnya akan berakhir di tangan Janu?

Tiba-tiba! "Naru, in--shit!" Jendra yang baru datang langsung membuka pintu. Dia sangat terkejut melihat pemandangan di ruang tamu Narumi.

"Pa, tolong!" lirih Narumi hanya terlihat gerakan samar di bibirnya setelah mengetahui kedatangan Jendra.

Sementara, Janu sepertinya tidak menyadari. Dia masih asyik memompa miliknya yang akan segera berkedut, tanda milyaran kecebong siap menyembur indung telur Narumi.

Sret!

Brak!

Tanpa ragu, Jendra melepas paksa penyatuan Janu, hingga pria itu terlempar membentur dinding.

"Aarrggh! Sial! Apa yang lo lakukan, ha?" Janu berteriak marah.

Jendra tidak peduli. Dia menghampiri Narumi yang terbaring lemah tanpa sehelai benang. Tubuh wanita itu lebam di beberapa bagian. Terutama di kewanitaan, ada sobekan cukup kentara karena mendapat paksaan.

"Ya Tuhan, Naru!" Nyeri. Batin Jendra nyeri. Dia segera melepaskan jasnya dan menutupi tubuh polos itu.

Janu tidak tinggal diam, masih dengan kejantanan yang mengacung. Pria itu menerjang Jendra. Karena tidak siap, Jendra pun tersungkur. Ujung bibirnya mengeluarkan darah segar.

"Hohoho, mending sekarang lo pergi! Kenapa ganggu kesenangan kita? Narumi itu istri gue, bangsat! Mau gue gimanain gak ada urusan sama lo!" remeh Janu sarkas.

Jendra mengusap ujung bibirnya. Dia sudah kepalang emosi. Walaupun Narumi istrinya, tidak sepatutnya Janu memperlakukan sekasar itu.

Bug!

"Walaupun Naru istrimu, bukan berarti kamu berhak memperk*sanya, Goblok!" Shit! Lihatlah, akhirnya Papa Jendra terpancing. Mulut kakunya yang tak biasa mengumpat, kini dengan gampang mengeluarkan kata 'mutiara' itu.

Hangatnya Ranjang Ayah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang