Bacanya pelan-pelan, soalnya aku pake alur maju mundur. Flashbacknya nyelap-nyelip. Enjoy read!
Seorang wanita berambut sebahu dengan pakaian formalnya, duduk santai di kursi sebuah kafe. Di atas meja terdapat croissant yang baru digigit beberapa potong. Tak lupa americano yang pahit sebagai pelengkap sarapannya kali ini.
Duduk memandang jalanan sembari menikmati sarapan, menjadi rutinitas setahun ke belakang wanita itu. Dia selalu berangkat lebih pagi untuk bisa duduk di kursi dekat kaca agar leluasa memperhatikan gedung tempatnya bekerja di seberang jalan.
Ingatan wanita itu kembali pada peristiwa dua tahun lalu. Rasanya begitu cepat berlalu, tetapi seperti baru saja terjadi. Dia yang sempat diculik, lalu bertemu sang ayah yang meminta maaf, kemudian datangnya surat penceraian dari pengadilan. Ya, di usianya yang ke-24 status janda melekat padanya. Sungguh penuh kejutan, hidupnya berubah secepat itu. Tetapi satu yang tidak berubah, pria itu. Pria yang selama ini selalu menemaninya. Sejak masih menjadi berstatus mertua, hingga kekasihnya beberapa bulan lalu.
Kata orang, hidup ini lucu. Ia pun berpikir demikian. Judul apa yang lebih cocok dari "Wanita di Ranjang Mertuaku" untuk kisahnya yang panjang ini. Tidak lain tidak bukan, akhirnya Narumilah yang akan menempati ranjang peninggalan Malini. Begitu juga hati. Beberapa bulan lagi mereka berencana mengikat janji. Bukan tanpa sebab, Rajendra memang menunggu waktu yang tepat. Ia menunggu Narumi menyelesaikan segalanya. Tidak terburu-buru ketika mereka masih memiliki pasangan waktu dulu.
"Kenapa gak nunggu, Sayang?"
Usapan lembut pada kepalanya, membuat Narumi beralih dari jalanan yang semakin ramai.
"Aku lebih suka berangkat sendiri, Pa. Sepertinya, Papa terburu-buru sampai tidak memasang dasi dengan benar."
Pria itu terkekeh ringan, membiarkan jari-jemari lentik Narumi membenarkan letak dasinya yang miring.
"Kesiangan. Kamu juga tidak membangunkan saya," gerutunya mencomot potongan croissant sisa kekasihnya dan memakannya sekaligus.
"Pa, ya, ampun! Dipotong!" Narumi mulai mengomel, saat Jendra tampak kesusahan menelannya. Ia menepuk-nepuk pelan tengkuk sang pria.
"Minum dulu!" Untungnya bukan hanya kopi, di meja Narumi juga terdapat sebotol air mineral.
Jendra segera meneguknya hingga tersisa setengah. Syukurlah, croissant tadi lebur dan lancar menuju lambung. Narumi memandang heran, sejak kapan kekasihnya berubah ceroboh.
Ciye! Menyebut Jendra sebagai kekasihnya masih agak malu. Pasalnya, baru beberapa bulan ke belakang mereka meresmikan hubungan. Tidak ada makan malam romantis atau pernyataan dengan kembang api di langit. Pernyataan itu dilakukan Jendra di pantai, tempat di mana dulu Narumi dan ia menghabiskan malam.
"Sore nanti jadi jemput Mas Janu?" tanya Narumi ketika Jendra selesai dengan tersedaknya.
"Yup, dia dari sana pagi. Perjalanan 7,5 jam."
Ya, Narumi dan Janu memang sudah bercerai. Tepat setelah beberapa bulan kejadian Janu menghilang, sebuah surat dari Pengadilan Agama datang. Secara resmi Janu menceraikan Narumi. Baru setelah beberapa bulan kemudian, lelaki itu menghubungi dan bilang dia berada di Jepang.
Hubungan mereka selama ini baik. Sering kali Janu menelepon Narumi dan menanyakan kabarnya. Kabar baiknya, dia juga memanggil "papa" secara sukarela pada Jendra. Jendra tidak keberatan, dia malah senang masih dianggap sebagai ayah. Janu juga tahu Narumi dan Jendra jadi sepasang kekasih, walau awalnya sempat patah hati, tapi dia menerima. Jendra juga meminta maaf secara personal karena jatuh cinta pada mantan istrinya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hangatnya Ranjang Ayah Muda
ChickLitNarumi tidak pernah menyangka akan terlibat perasaan dengan mertuanya sendiri. *Cover bikinan temenku @dewandaru Banyak adegan 1821-nya. Bocil jauh-jauh sana!