Author POV
Darren mengendarai mobilnya dan pergi secepat mungkin dari tempat Zenna. Saat sudah berada di jalanan yang lumayan sepi, dia menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
Darren menatap tangannya yang gemetar diatas stir mobilnya, Dia baru saja mulai meyakinkan diri bahwa dia pantas mendapat rasa cinta seperti yang dirasakan orang lain, tapi sekarang Darren bahkan tak tau apa dia masih sanggup untuk berharap.
Darren ingin tau dosa sebesar apa yang sudah dia lakukan di kehidupan yang sebelumnya sampai-sampai dia harus menebusnya dengan cara sekejam ini sekarang.
Kepala Darren terasa sakit namun itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit yang hatinya rasakan sekarang. Dia begitu menyayangi Zenna, untuk pertama kalinya Darren membiarkan orang asing masuk ke dalam hidupnya, Zenna yang pertama tapi kenapa ini harus terjadi?
"AAARGGGGHHH" Teriak Darren lalu memukul stir mobilnya dengan keras.
Nafas Darren memburu, kenapa rasa paniknya harus muncul disaat seperti sekarang? Darren mengambil obatnya yang dia simpan di tasnya. Dia memandangi obatnya beberapa saat... Sialan, kenapa dia jadi lemah seperti ini? Padahal dia pernah mengalami hal yang lebih buruk sebelumya tapi dia masih bisa mengontrol dirinya. Kenapa sekarang begitu sulit?
Mungkin benar, kalau kadang rasa cinta dan kenyamanan itu adalah sebuah kelemahan... Mungkin Darren merasa terlalu nyaman hingga lupa bagaimana cara bertahan dan melindungi diri.
Setelah meminum satu butir obat, Darren menyandarkan kepalanya di kursi dan memejamkan matanya beberapa saat, berusaha menenangkan diri dan mengumpulkan kewarasannya yang sepertinya sedang tercecer di otaknya.
Darren memandang HPnya yang berbunyi tanpa henti dari tadi, mungkin sudah ada belasan panggilan tak terjawab. Darren mengambil HPnya dan dia langsung menghela nafas kasar saat melihat kalau yang meghubunginya adalah ayahnya. Darren mengangkat teleponnya dengan malas, tak ada hal baik yang terjadi setelah dia berinteraksi dengan ayah ataupun ibunya.
"Halo.." kata Darren saat dia mengangkat panggilan telepon dari ayahnya.
"Dimana kamu?"
"Masih di jalan."
"Papa rasa kamu nggak sebodoh itu untuk lupa kalau hari ini ada meeting." kata Daniel.
Darren melihat jam di tangannya, masih ada 20 menit sebelum meeting dimulai. Harusnya masih bisa sampai tepat waktu.
"Masih ada 20 menit."
"Papa nggak akan diem aja kalau sampai kali ini kamu terlambat." kata Daniel.
Darren menuruhkan HPnya lalu mengakhiri panggilan tanpa berniat memberi jawaban untuk ayahnya. Semakin lama panggilan berlangsung maka semakin banyak hal menyakitkan yang akan dia dengar jadi akan lebih baik untuk menjaga agar komunikasi berlangsung sesingkat mungkin.
Darren menarik nafasnya dalam, lalu kembali melajukan mobilnya untuk berangkat ke kantor ayahnya, dia harap hari ini tak ada hal buruk lain yang terjadi. Sudah cukup...
---
Setelah meeting yang membosankan dan memuakkan selesai, tanpa pikir panjang Darren langsung keluar dari ruang meeting. Namun langkahnya dihentikan oleh suara Daniel,
"Ke ruangan papa, Darren." kata Daniel.
Darren tak perlu bertanya apapun, dia bahkan tak ada niat untuk menjawab perkataan ayahnya, Darren hanya diam dan langsung mengikuti ayahnya untuk ke ruangannya, menolak juga tak akan ada gunanya.
Semua karyawan berdecak kagum melihat bagaimana langkah penuh kuasa Daniel dan langkah tegas Darren beriringan, mereka tak bisa mengabaikan pemandangan dimana sang pemimpin Ragasta melangkah bersama dengan satu-satunya penerusnya. Mereka merasa begitu iri melihat bagaimana sebuah keluarga bisa dipenuhi kesempurnaan seperti itu, tanpa mereka tau apa yang terjadi di dalamnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/359990007-288-k805306.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Stars | Watanabe Haruto
Teen FictionAnd how the star lost in the darkness . . . . . . ⚠️ Physical Abuse, Mental Illness, Harsh Word, Brothership, BxG, Angst. 🦋 Hati-hati dengan warning diatas ya..