5 | Trace

323 53 16
                                    

"Oh astaga Nunew aku melihatmu! Astaga! Bibirmu dan bibir manusia itu menempel. Seperti ini! Lihat? Menempel, secara harfiah! Apa kau sudah gila!"

Matahari baru saja dalam perjalanan menuju singgasananya saat suara menggelegar Plan terdengar, membelah sepinya dunia bawah air. Kedua tangannya bergerak-gerak heboh seolah memperagakan apa yang telah ia saksikan semalam. Suasana tampaknya masih terlalu pagi bagi para siren di istana untuk beraktivitas, sehingga kedua sobat tersebut dapat leluasa berbicara tanpa takut terdengar.

Di seberang siren bersurai hitam itu, sebuah ekor biru tengah bergerak kesana kemari. Mengantarkan sang pangeran lautan yang sedang menata kerang-kerang pada sebuah meja batu, menjadi susunan indah yang berurutan. Mulai dari warna gelap hingga terang, jemari lentik itu tampak telaten mengurutkan koleksi kerangnya. Menurut Nunew, kerang-kerang itu akan menemaninya di malam hari yang sepi. Serta kilauan indahnya dapat beralih fungsi menjadi sinar yang dalam dunia manusia disebut lampu.

Si surai biru tampak tak peduli dengan ocehan Plan dan tetap melanjutkan pekerjaannya, seolah siren bersisik orange itu tak ada disana. Salahkan si mata bulat yang mengganggu Nunew di waktu sepagi itu. Bahkan para paus belum bernyanyi, tanda bahwa sang matahari belum terbit. Menurut sang pangeran, itu bukan salahnya jika ia mengabaikan si orange. Tentu hal ini sedikit membuat Plan semakin kesal.

"Nunew!" hardiknya.

"Bisakah kau pelankan suaramu? Kita sedang di istana! Seseorang bisa mendengar," decak Nunew akhirnya. Memutuskan bahwa jika ia terus diam, Plan akan benar-benar marah dan merobohkan istana. Kedua lengan ramping itu bersedekap, menandakan bahwa sang pangeran sudah berada di batas kesabaran.

"Aku tidak peduli! Kau benar-benar sudah gila. Bagaimana jika yang mulia Raja tahu?"

"Benar, ayahku akan tahu jika kau tak memelankan suaramu Plan," sepasang iris sipit Nunew tampak sinis dan berkilat kesal.

Tampaknya kata-kata sang pangeran sukses menyadarkan Plan. Helaan nafas ia hembuskan, berusaha tenang agar masalah baru tak timbul akibat perbuatannya.

"Baiklah, maafkan aku," decaknya. "Tetapi serius Nunew, aku melihatmu semalam. Kau yakin, tidak akan kenapa-kenapa? Maksudku, ya dia memang tampan. Tapi kau membahayakan nyawanya."

"Ya, karena itu aku memanggil Tawan untuk membalikkan waktu. Aku tidak ingin sesuatu terjadi padanya," lirih Nunew.

"Kau tahu kan Plan, siren hanya akan sekali memberikan hatinya. Selama puluhan tahun aku menjaga hatiku, namun manusia ini. Entahlah, aku seolah terhubung dengannya. Tiap malam aku akan menunggu siapa tahu bisa menatapnya lagi. Aku tidak bisa tidur. Aku terus memikirkannya, hangat tubuhnya, bagaimana dia menyentuhku.."

Perlahan si siren orange berenang mendekat. Memberikan usapan pada punggung mulus sang sahabat. Gurat prihatin tampak jelas di parasnya. Oh Plan tahu, lebih dari siapapun. Bagaimana rasanya mencintai tanpa disengaja, meskipun sadar bahwa perasaan itu tak seharusnya ada.

"Nunew.."

"Ya, aku tahu ini mustahil tapi aku merasakannya. Sesuatu dalam diriku, mendamba untuk berada di dekatnya. Berhasrat untuk memilikinya. Sesuatu itu, menginginkan pria itu," sang pangeran menggigit bibir sebelum melanjutkan.

"Kau sahabatku Plan. Kau tahu lebih dari siapapun bagaimana aku amat tertarik pada dunia manusia. Tidakkah kau sadar, sepertinya semua itu jelas kini? Bukankah Dewa sudah jelas menunjukkan seperti apa takdirku?"

"Nunew, semua ini terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa kau memang memberikan hatimu pada manusia itu. Kumohon, berhenti bermain-main di permukaan dan lupakan dia. Ini belum terlambat Nunew. Demi dewa, jika aku memiliki kuasa aku akan mengizinkanmu mencintai siapapun yang kau mau," jemari Plan mengusap surai biru sang pangeran.

ECHOLUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang