8 | Rejection

340 54 38
                                    

"Apakah kau punya lagu yang kau sukai? Tentu saja selain lagu yang biasa kau nyanyikan," ujar Zee.

Malam menjemput saat sang chairman memutuskan ini adalah waktunya ia bertemu dengan si Biru. Seperti biasa, kaki itu seperti memiliki nyawa dan berjalan ke arah batu yang mendadak terasa nyaman sehingga si tampan betah menghabiskan berjam-jam berbaring disana. Agak aneh, mengingat Zee sudah meninggalkan kebiasaan berkemah atau menyelamnya sejak beberapa tahun lalu dan fokus pada perusahaan.

Di beberapa kesempatan, sang Chairman bahkan tidak dapat membayangkan kebahagiaan ketika berada di laut seperti dulu. Bagi Zee, kebahagiaan adalah saat perusahaan melejit dengan pesat ke puncak karena usahanya. Dan rasa nyaman adalah sebentuk tempat tidur empuk dan perapian di musim dingin atau AC di musim panas, setelah hari yang melelahkan di kantor.

Tanpa ia sadari semua kebiasaan di masa mudanya kembali. Membuat Zee merasa senang, sekaligus takut. Oh, tapi sungguh perasaan itu hanya sebentar. Kehadiran Nunew membuatnya lupa.

Dari kejauhan, Zee bisa melihat siluet sebuah ekor biru yang tengah bersinar di kegelapan. Senyuman terkembang di paras tampan si tinggi saat menyadari bahwa 'Biru'nya sudah menanti disana. Anggap saja sang Chairman terlalu percaya diri, namun ia yakin terjadi kemajuan saat si 'Biru' menampakkan sedikit bagian tubuhnya. Meskipun hanya ujung ekornya yang bersisik.

"Hmm, aku hanya pernah mendengar satu lagu seumur hidupku. Dan beberapa melodi asing di kepalaku. Namun aku tak benar-benar tahu itu apa. Kenapa kau bertanya?" ujar Nunew.

Ekornya bergerak, berubah menjadi posisi menyamping.

Si manusia melirik sekilas pada gitar yang tergeletak di sampingnya, lalu tersenyum. Tidak menyesal dengan keputusan yang ia buat secara mendadak. Ya, mungkin tidak benar-benar mendadak. Sudah sejak beberapa hari lalu ia berpikir membuat Nunew bernyanyi, karena entah sadar atau tidak Zee sangat rindu dengan nyanyian indah si 'Biru'. Alasan kenapa tiba-tiba ia ingin menyambar gitar cokelat itu saat akan berjalan keluar villa.

"Tidak, aku hanya sering mendengarmu bersenandung. Kupikir kau suka bernyanyi."

Nunew terkikik pelan disusul dengan bunyi kecipak yang menandakan si 'Biru' tengah bergerak.

"Semua siren suka bernyanyi, Zee."

Si tampan tersenyum. Oh, betapa ia sangat menyukai bagaimana namanya diucapkan oleh suara indah itu.

"Bagaimana denganmu? Aku pernah mendengarmu bernyanyi. Suaramu.. cukup bagus," lanjut Nunew.

"Hmm, aku bisa memainkan alat musik. Dan suaraku tidak terlalu buruk kurasa."

Suara air yang beriak di sekitar batu terdengar. Sekilas, Zee melihat sebuah tangan berjemari lentik tengah bergerak-gerak, seperti menari. Atau sebenarnya hanya bermain air, Nunew terlalu indah sehingga apapun yang ia lakukan membuat si tinggi terpesona. Tentu saja, Zee tak akan mau mengakui itu.

"Apakah kau mau mengajakku bernyanyi?" bisik Nunew. Zee menangkap nada tak yakin di dalam sana.

"Tentu, kalau kau tak keberatan."

"Aku tidak keberatan, namun aku tidak mengetahui melodi yang kau ketahui."

Zee bergumam pelan, jemari kokohnya secara reflek memetik senar gitar dan menimbulkan sebuah melodi yang amat pelan.

"Kau bisa menyanyikan lagumu Nunew."

"Dan membuatmu tak sadarkan diri? Tidak Zee.." cicit Nunew sebelum melanjutkan. "Kau bisa menyanyi terlebih dahulu untukku. Bagaimana?"

Kekehan berat terdengar dari si tinggi, membuat Nunew tersenyum sembari menyentuh dada. Ia masih saja terkejut bagaimana efek yang bisa ditimbulkan si manusia pada jantungnya.

ECHOLUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang