Seorang wanita bergaun merah panjang tengah berdiri di dermaga kecil. Hembusan angin pagi membuatnya bergidik dan reflek membetulkan mantel bulu hangat yang tengah ia kenakan. Senyuman tak lepas dari wajahnya sejak tadi.
Bagaimana tidak?
Sungguh ia tidak menyangka dapat menghabiskan malam panas dengan pimpinan Zetcore Inc yang super tampan dan seksi itu. Belum lagi menginjakkan kaki pada pulau pribadi milik Panich adalah hal yang bisa dibilang hampir mustahil bagi orang asing sepertinya. Namun dengan mudah kini ia bisa berkeliaran disana.
Wanita itu tak dapat mempercayai matanya ketika ia terbangun di hadapan seorang pria tampan yang sering memenuhi majalah-majalah bisnis terkenal karena prestasinya. Terlebih lagi, alih-alih pengusiran kasar yang ia dapat. Sang chairman menyuruh pelayan menyiapkan makanan untuknya, menyiapkan air mandi, dan serta berjanji akan menemuinya kapan-kapan.
Dan di sinilah ia berada sekarang. Wanita itu tengah menanti kapal kecil yang akan membawanya kembali ke kota. Di otaknya sudah tersusun ribuan rencana bagaimana ia bisa mendekati lelaki tampan itu atau bahkan menjadikan miliknya secara utuh. Tanpa sadar, senyuman licik terkembang di wajahnya. Jari-jari berhias kuku runcing berwarna merah itu mengetuk-ngetuk tas Hermes silvernya dengan tak sabar.
"Selamat pagi nona."
Sampai suara lembut itu memecah kesunyian. Si wanita mengernyit tak suka, kemudian mengedarkan pandangan ke sekitar. Sepi tiada siapa-siapa. Ia kembali mendecak. Mengira otaknya sudah tak waras akibat semalam.
"Di sebelah sini nona, di bawahmu," suara itu kembali terdengar.
Rasa kesal karena membuyarkan sesuatu yang tengah terancang rapih di otak, membuat sang wanita dengan cepat mengikuti maksud suara itu.
Decihan lolos dari bibir saat netranya menangkap sesosok lelaki berambut biru tengah menyembul dari dalam air. Matanya yang juga biru tengah menatap ke arah sang wanita tepat di mata. Lelaki itu memang terlihat sangat rupawan. Namun, kilatan bahaya yang dihasilkan sepasang manik biru mampu membuat sang wanita bergidik.
"Apa yang kau lakukan berenang di jam seperti ini di tengah laut?" ujar wanita itu. Suaranya terdengar tak suka dan tajam menusuk.
Sekuat tenaga si biru menahan seringaiannya karena nada wanita itu. Wajahnya masih menunjukkan tampang polos.
"Aku yang harusnya bertanya. Apa yang wanita cantik sepertimu lakukan sendirian di pukul sepagi ini?"
"Aku baru saja mengunjungi kekasihku. Ia tinggal disana. Ada masalah?"
Nunew tersenyum. Kedua sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman lebar dan menampakkan sederet gigi-gigi putih rapih yang berkilau.
"Tidak. Aku hanya ingin memperingatkan, anda berada di daerah berbahaya nona. Seseorang mungkin dapat membunuh anda."
Kekehan lolos, semakin lama berubah menjadi tawa nyaring yang amat memekakkan telinga. Sang wanita bahkan hingga terhuyung ke belakang akibat gelak tawanya sendiri.
"Membunuh? Hei tidakkah kau tahu? Kau berada di perairan milik keluarga Panich. Dan kau apakah memiliki izin berenang di sekitar sini? Kekasihku tak akan senang jika aku melaporkan ini padanya. Pergilah saat aku masih berbaik hati."
Lagi-lagi, Nunew tersenyum kemudian menunduk untuk menyembunyikan wajah di balik surai birunya.
"Kekasih ya?" lirih Nunew.
"Pergilah! Cepat!" hardik wanita itu lagi.
Hening. Nunew masih tak bergerak dari tempatnya. Sedang si wanita kini mengernyit. Merasakan udara di sekitarnya berubah. Semakin dingin dan menusuk. Ia tak tahu sosok apa yang tengah berhadapan dengannya hingga menganggap remeh lelaki mungil itu. Dikiranya, bodyguard Zee dapat dengan mudah menyingkirkan lelaki pengganggu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ECHOLUST
FantasyTidak peduli seberapa dalam rasa cinta mereka, jika semesta memutuskan bahwa kebersamaan adalah mimpi yang mustahil, maka selamanya mereka akan terpisah oleh deburan ombak terakhir yang menyapu pesisir. Payau air laut dan kilauan pasir menjadi batas...